Jumat, 07 Desember 2012

PENGANTAR PENDIDIKAN


1.    PENGANTAR PENDIDIKAN
1)   KONSTRUKSIONISME
a.    Pendahuluan
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti :
1)      Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2)      Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3)      Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4)      Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5)      Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6)      Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.

Satu cara untuk mendapatkan intisari pandangan konstruktivisme adalah membahas dua bentuknya, yaitu konstruktivisme individu dan sosial.

1.    Konstruktivisme Individu
Pandangan ini fokus pada kehidupan “inner psikologi” manusia, yakni mengartikan sesuatu dengan menggunakan pengatahuan dan keyakinannya secara individu. Pengetahuan disusun dengan mentransformasikan, mengorganisasi, dan mereorganisasikan pengetahuan yang sebelumnya. Pengetahuan bukan merupakan cermin dari luar, walaupun pengalaman mempengaruhi pemikiran, dan pemikiran mempengaruhi pengetahuan.
Eksplorasi dan penemuan, jauh lebih penting dari pengajaran. Piaget menekankan pada hal-hal yang masuk akal dan konstruksi pengetahuan yang tidak bias secara langsung dipelajari dari lingkungan. Pengetahuan muncul dari merefleksikan dan menghubungkan kognisi atau pikiran-pikiran kita sendiri, bukan dari pemetaan realitas eksternal. Piaget melihat lingkungan sosial sebagai sebuah faktor penting dalam pengembangan kognisi, tapi dia tidak meyakini bahwa interaksi sosial merupakan mekanisme utama dalam mengubah pikiran.

2.    Konstruktivisme Sosial
Vgotsky meyakini, bahwa interaksi sosial, unsur-unsur budaya, dan aktivitasnya adalah yang membentuk pengembangan dan pembelajaran individu. Atau dengan kata lain, pengetahuan disusun berdasarkan interaksi sosial dalam konteks sosialbudayanya. Pengetahuan merefleksikan dunia luar yang disaring dan dipengaruhi oleh budaya, bahasa, keyakinan, interaksi antar sesama, pengajaran klasikal, dan role modeling. Penemuan yang terencana, pengajaran, model dan pelatihan, seperti juga pengetahuan, keyakinan dan pemikiran siswa, mempengaruhi pembelajaran.Vygotsky juga dianggap sebagai konstruktivis sosial, sekaligus individu. Yang pertama, disebabkan teorinya sangat bergantung kepada interaksi sosial dan konteks budaya dalam menjelaskan pembelajaran. Beberapa teoritikus mengkategorikannya sebagai konstruktivis individu, karena ketertarikannya dalam pengembangan individu.
Mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan utama terse but memerlukan kerjasama antar ummat manusia.

b.    Tokoh-tokoh Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg

c.    Tempat Asal Aliran Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang.

d.   Pandangan Rekonstruksionisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya inetelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya leori tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam bakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan bakikat rohani. Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, semen tara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak sesuatu tanpa gerak. Tuhan adalah aktualitas murni yang sarna sekali sunyi dan substansi.
Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa bergantung padii ilmt pengetahuan. Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pengetahuan.
e.    Dimensi-Dimensi Pembelajaran Konstruktivisme
Lingkungan Belajar yang Kompleks dan Tugas-tugas Otentik
Siswa tidak boleh diberikan bagian-bagian yang terpisah, penyederhanaan masalah, dan pengulangan keterampilan dasar, tetapi sebaliknya: siswa dihadapakan pada lingkungan belajar yang kompleks, terlihat samar-samar, dan masalah yang tidak beraturan.
Masalah-masalah yang kompleks itu harus dihubungkan pada aktivitas dan tugas yang otentik, karena keberagaman situasi yang siswa hadapi tersebut, seperti juga aplikasi yang mereka hadapi tentang dunia nyata.

f.     Negosiasi Sosial
Tujuan utama pembelajaran adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam membangun serta mempertahankan posisi mereka, dan disaat bersamaan menghormati posisi orang lain dan bekerjasama untuk berdiskusi atau membangun pengertian bersama-sama. Guna mnyelesaikan perpaduan ini, haruslah berbicara dan mendengarkan satu sama lain. Dengan kata lain, proses mental ini melalui negosiasi sosial dan interaksi, sehingga kolaborasi dalam pembelajaran dapat dimungkinkan, yakni melahirkan sebuah sikap intersubyektif – sebuah komitmen untuk membangun keragaman pengertian dan menemukan kesamaan umum serta perpaduan penafsiran.

g.    Keragaman Pandangan dan Representasi Bahasan
Acuan-acuan untuk pembelajaran harus sudah dapat memfasilitasi representasi beragam bahasan dengan menggunakan analogi contoh dan metafora yang berbeda. Peninjauan materi yang sama, pada waktu yang berbeda-beda dalam penyusunan kembali konteks untuk tujuan yang berbeda, dan dari pandangan konseptual yang berbeda adalah penting untuk mencapai tujuan kemampuan pengetahuan yang lebih maju.

h.    Proses Konstruksi Pengetahuan
Pendekatan konstruktivisme mengedepankan untuk membuat siswa peduli pada peran mereka dalam membangun pengetahuan. Asumsinya adalah keyakinan dan pengalaman individu, membentuk apa yang dikenal sebagai dunia. Asumsi dan pengalaman berbeda, mengarahkan kepada pengetahuan yang berbeda pula. Apabila siswa peduli terhadap pengaruh-pengaruh yang membentuk pola pikir mereka, maka mereka akan lebih mampu untuk memilih, mengembangkan, dan memanfaatkan posisi dengan cara introspeksi diri, pada saat yang bersamaan menghormati posisi orang lain.

i.      Pembelajaran Siswa Terhadap Kesadaran Dalam Belajar
Fokus dalam proses ini adalah menempatkan berbagai usaha siswa untuk memahami pembentukan pembelajaran dalam pendidikan. Kesadaran yang timbul pada diri siswa, bukan berarti guru melonggarkan tanggungjawabnya untuk memberikan pengarahan atau bimbingan.

j.      Penerapan Pembelajaran Konstruktivisme
1)   Discovery Learning
Dalam model ini, siswa didorong untuk belajar sendiri, belajar aktif melalui konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan guru sebagai motivatornya. Pertama, guru mengidentifikasi kurikulum. Selanjutnya memandu pertanyaan, menyuguhkan teka-teki, dan menguraikan berbagai permasalahan. Kedua, pertanyaan yang fokus harus dipilih untuk memandu siswa ke arah pemahaman yang bermakna. Siswa lalu memformulasikan jawaban sementara (hipotesis). Ketiga, mengumpulkan data dari berbagai sumber yang relevan, dan menguji hipotesis. Keempat, siswa membentuk konsep dan prinsip. Kelima, guru memandu proses berfikir dan diskusi siswa, untuk mengambil keputusan. Keenam, merefleksikan pada masalah nyata dan mengolah pemikiran guna menyelesaikan masalah.

Proses ini mengajarkan siswa untuk memahami isi dan proses dalam waktu yang bersamaan. Dengan kata lain, siswa belajar menyelesaikan masalah, mengevaluasi solusi, dan berfikir logis.

2)   Pembelajaran Berbasis Masalah
Dalam model ini, siswa dihadapkan pada masalah nyata yang bermakna untuk mereka. Persoalan sesungguhnya dari pembelajaran berbasis masalah adalah menyangkut masalah nyata, aksi siswa, dan kolaborasi diantara mereka untuk menyelesaikan masalah. Pertama, guru memotivasi diri siswa, dan mengarahkannya kepada permasalahan. Kedua, guru membantu siswa dengan memberi petunjuk tentang literatur yang terkait masalah, dan mengorganisirnya untuk belajar dengan membuat kelompok kerja.

Ketiga, guru menyemangati siswa untuk mencari lebih banyak literatur, melakukan percobaan, membuat penjelasan untuk menemukan solusi. Setelah itu, secara mandiri, kelompok kerja siswa melakukan penyelidikkan. Keempat, kelompok kerja siswa mempresentasikan hasil temuannya, baik itu berupa laporan, video, model, dan dibantu guru dalam mendiskusikannya. Kelima, kelompok kerja siswa menganalisis, dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah. Pada bagian ini pula, guru membantu siswa dalam merefleksikannya.

Pada model ini, guru dan siswa bersama-sama dalam proses, sesuai dengan porsinya. Mereka bersama-sama untuk mengkaji, membaca, menulis, meneliti, berbicara, guna menuju pada penyelesaian masalah selayaknya dalam kehidupan yang nyata.

Tidak ada satupun teori tunggal konstruktivisme, begitupula tidak ada satu-satunya model pembelajaran sebagai penerapan konstruktivisme. Walaupun demikian banyak dari kaum konstruktivis, merekomendasikan kepada pendidik bahwa :

1. Pembelajaran melekat dalam lingkungan belajar yang kompleks, realistis, dan relevan.
2. Menyediakan negosiasi sosial, dan tanggungjawab bersama sebagai bagian dari pembelajaran.
3. Mendukung pandangan beragam dan menggunakan representasi yang juga beragam terhadap isi yang dipelajari.
4. Meningkatkan kesadaran diri dan pengertian bahwa pengetahuan itu dibangun, dan
5. Mendorong kesadaran dalam pembelajaran.

2.    ESENTIALISME
a.    Pendahuluan
Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.
Realisme modern, yang menjadi salah satu eksponen essensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik, sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. John Butler mengutarakan ciri dari keduanya yaitu, alam adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada diri sendiri, dan dijadikan pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada dunia fisik. Dan disana terdapat sesuatu yang menghasilkan penginderaan dan persepsi-persepsi yang tidak semata-mata bersifat mental.
Dengan demikian disini jiwa dapat diumpamakan sebagai cermin yang menerima gambaran-gambaran yang berasal dari dunia fisik, maka anggapan mengenai adanya kenyataan itu tidak dapat hanya sebagai hasil tinjauan yang menyebelah, berarti bukan hanya dari subyek atau obyek semata-mata, melainkan pertemuan keduanya.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan-gagasan (ide-ide). Dibalik dunia fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan.
Menurut pandangan ini bahwa idealisme modern merupakan suatu ide-ide atau gagasan-gagasan manusia sebagai makhluk yang berpikir, dan semua ide yang dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi dan dilangit, serta segala isinya. Dengan menguji dan menyelidiki semua ide serta gagasannya maka manusia akan mencapai suatu kebenaran yang berdasarkan kepada sumber yang ada pada Allah SWT.
1)   Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar Idealisme sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Pandangan Immanuel Kant, bahwa segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia melalui indera merperlukan unsur apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda, tidak berarti bahwa mereka itu sudah mempunyai bentuk, ruang dan ikatan waktu. Bentuk, ruang dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atau pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi kepada benda, lelapi benda-benda itu yang terarah kepada budi. Budi membentuk, mengatur dalam ruang dan waktu.
Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri.
Seorang filosuf dan ahli sosiologi yang bernama Roose L. Finney menerangkan tentang hakikat sosial dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan rohani yang pasif, yang berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja yang telah tertentu yang diatur oleh alam. Berarti pula bahwa pendidikan itu adalah sosial. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi dan di teruskan kepada angkatan berikutnya. Dengan demikian pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi mutlak dan determinasi terbatas:
1. Determiuisme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama membentuk dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis.

2. Determinisme terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini berarti tidak dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawas yang diperlukan.

b.    Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Herman Harrel Horne dalam bukunya mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen yang telah ditentukan.
Bogoslousky, mengutarakan di samping menegaskan supaya kurikulum dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian:

1)   Universum:
Pengetahuan merupakan latar belakang adanya kekuatan segala manifestasi hidup manusia. Di antaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal usul tata surya dan lain-Iainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.
2)   Sivilisasi:
Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan tcrhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, dan hidup aman dan sejahtera .
3)   Kebudayaan:
Kebudayaan mempakan karya manusia yang mencakup di antaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
4)   Kepribadian:
Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal. Dalam kurikulum hendaklah diusahakan agar faktor-faktor fisik, fisiologi, emosional dan ientelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan ideal.
Robert Ulich berpendapat bahwa meskipun pada hakikatnya kurikulum disusun secara fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak, fleksibilitas tidak tepat diterapkan pada pemahaman mengenai agama dan alam semesta. Untuk ini perlu diadakan perencanaan dengan keseksamaan dan kepastian.
Butler mengemukakan bahwa sejumlah anak untuk tiap angkatan baru haruslah dididik untuk mengetahui dan mengagumi Kitab Suci. Sedangkan Demihkevich menghendaki agar kurikulum berisikan moralitas yang tinggi .
Realisme mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun dengan teratur satu sama lain yaitu disusun dari paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks.
Susunan ini dapat diutarakan ibarat sebagai susunan dari alam, yang sederhana merupakan fundamen atau dasar dari susunannya yang paling kompleks. Jadi bila kurikulum disusun atas dasar pikiran yang demikian akan bersifat harmonis.

c.    Tokoh-tokoh Esensialisme

Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Georg Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual.

George Santayana
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.

d.   Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
1.      Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos.

belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri.

2.      Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kua

3.    PROGRESIVISME

a.    Pendahuluan
Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.

Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi maslah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri (Barnadib, 1994:28). Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi suatu statemen progrevisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang merupakan bagian utama dari kebudayaan yang meliputi ilmu-ilmu hayat, antropologi, psikologi dan ilmu alam.

Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar "dunia nyata" dan juga pengalaman teman sebaya

b.    Pandangan Progesivisme dan Penerapannya di
Bidang Pendidikan

Anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain,Oleh karena itu filsafat progressivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik.

filsafat progresivisme menghendaki jenis kurikulum yang bersifat luwes(fleksibel) dan terbuka. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai dengan zamannya. Sifat kurikulumnya adalah kurikulum yang dapat direvisi dan jenisnya yang memadai, yaitu yang bersifat eksperimental atau tipe Core Curriculum. Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan atas manusia dalam hidupnya selalu berinteraksi didalam lingkungan yang komplek.

Progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan harus terintegrasi dalam unit. Dengan demikian core curriculum mengandung ciri-ciri integrated curriculum, metode yang diutamakan yaitu problem solving.
Dengan adanya mata pelajaran yang terintegrasi dalam unit, diharapkan anak dapat berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.

c.    Tokoh Progresivisme
William James (11 Januari 1842 – 26 Agustus 1910)
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku.
 (Rangkuman dari buku Pengantar Pendidikan karya Prof. Dr. Umar Tirtarahardja dan Drs. S. L. La Sulo)
1.      Manusia dan Pendidikan
2.      Pengertian dan Unsur-Unsur Pendidikan
3.      Landasan dan Asas-Asas Pendidikan serta Penerapannya
4.      Perkiraan dan Antisipasi terhadap Masa Depan
5.      Pengertian, Fungsi dan Jenis Lingkungan Pendidikan
6.      Aliran-Aliran Pendidikan
7.      Permasalahan Pendidikan
8.      Sistem Pendidikan Nasional
9.      Pendidikan dan Pembangunan


Manusia dan Pendidikan
Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Wujud sifat hakikat manusia mencakup: kemampuan menyadari diri, kemampuan bereksistensi, pemilikan kata hati, moral, kemampuan bertanggung jawab, rasa kebebasan (kemerdekaan), kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak, kemampuan menghayati kebahagiaan. Sedangkan dimensi-dimensinya meliputi: dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan.
Sifat hakikat manusia dan segenap dimensinya hanya dimiliki manusia dan tidak terdapat pada hewan. Ciri-ciri yang khas tersebut membedakan secara prinsipil dunia hewan dari dunia manusia.
Adanya sifat hakikat tersebut memberikan tempat kedudukan pada manusia sedemikian rupa sehingga derajatnya lebih tinggi daripada hewan dan sekaligus menguasai hewan, terutama kemampuan menghayati kebahagiaan pada manusia.
Korelasi antara manusia dan pendidikan dapat terlihat pada pernyataan: semua sifat hakikat manusia dapat dan harus ditumbuhkembangkan melalui pendidikan dan berkat pendidikan, maka sifat hakikat dapat ditumbuhkembangkan secara selaras dan berimbang sehingga menjadi manusia yang utuh.

Pengertian dan Unsur-Unsur Pendidikan
Pengertian pendidikan dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
a.                        Pendidikan sebagai proses transformasi budaya; pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi lain.
b.                       Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi; pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
c.                        Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara; pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
d.                       Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja; pendidikan diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja.
Adapun tujuan pendidikan adalah memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.

Landasan dan Asas-Asas Pendidikan serta Penerapannya
Landasan pendidikan mencakup:
1.                       Landasan filosofis, yaitu landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat, falsafah).
2.                       Landasan sosiologis, yaitu memandang kegiatan pendidikan sebagai proses interaksi antara dua individu.
3.                       Landasan kultural, yaitu memandang pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu.
4.                       Landasan Psikologis, yaitu memandang pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia.
5.                       Landasan ilmiah dan teknologis, yaitu memandang iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran; dengan kata lain, pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek.
Asas-asas pokok pendidikan meliputi:
1.                       Asas Tut Wuri Handayani. Asas ini dilengkapi  dengan dua semboyan, yaitu:
Ing ngarsa sung tulada (jika di depan, menjadi contoh),
Ing madya mangun karsa (jika di tengah-tengah, membangkitkan kehendak, hasrat atau motivasi),
Sedangkan Tut Wuri Handayani sendiri berarti jika di belakang, mengikuti dengan awas.
2.                       Asas belajar sepanjang hayat, meliputi:
Dimensi vertikal, yakni kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan, dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
Dimensi horizontal, yakni kurikulum sekolah meliputi keterkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.
3.                       Asas kemandirian dalam belajar.

Perkiraan dan Antisipasi terhadap Masa Depan
Perkiraan masyarakat masa depan dapat terlihat pada karakteristik berikut:
1.      Kecenderungan globalisasi yang semakin kuat
2.      Perkembangan iptek yang makin cepat
3.      Perkembangan arus informasi yang semakin padat dan cepat
4.      Kebutuhan/tuntutan peningkatan layanan profesional dalam berbagai kehidupan manusia.
Upaya pendidikan dalam mengantisipasi masa depan:
a.       Perubahan nilai dan sikap
b.      Pengembangan kebudayaan
c.       Pengembangan sarana pendidikan

Pengertian, Fungsi dan Jenis Lingkungan Pendidikan
Latar tempat berlangsungnya pendidikan itu disebut lingkungan pendidikan, khususnya pada tiga lingkungan utama pendidikan yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat (Umar Tirtaraharja et. al., 1990: 39-40). Istilah lain dari lingkungan pendidikan ini adalah: keluarga disebut informal, sekolah disebut formal dan masyarakat disebut nonformal.
Pengertian lingkungan pendidikan di atas berkesesuaian dengan pengertian pendidikan sendiri yang berarti suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai pihak, khususnya keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang dikenal sebagai tripusat pendidikan.
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik, sosial, budaya), utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat dicapai tujuan pendidikan yang optimal.

Aliran-Aliran Pendidikan
Beberapa aliran pendidikan dan penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.      Aliran klasik dan gerakan baru dalam pendidikan, meliputi:
a.     Aliran empirisme: menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan.
b.    Aliran Nativisme: menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak.
c.     Aliran Naturalism: pendidikan tidak diperlukan, yang dilaksanakan adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu.
d.    Aliran Konvergensi: proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting.
e.     Gerakan baru, meliputi: pengajaran alam sekitar, pengajaran pusat perhatian, sekolah kerja, pengajaran proyek, dan sebagainya.
2.      Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia, yakni:
a.     Perguruan kebangsaan taman siswa
Tujuh asas dari taman siswa, yaitu:
1)      Setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan mengingat terbitnya persatuan dalam perikehidupan umum.
2)      Pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan batin dapat memerdekan diri.
3)      Pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
4)      Pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
5)      Untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuhnya lahir maupun batin hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak bantuan apa pun dan dari siapa pun yang mengikat, baik berupa ikatan lahir maupun ikatan batin.
6)      Sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
7)      Dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.
b.    Ruang pendidik INS (Indonesia Nederlandsche School) Kayu Tanam
Enam dari dari 29 asas pendidikan INS, yaitu: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, kesusilaan, kerakyatan, kebangsaan, gabungan antara pendidikan ilmu umum dan kejuruan.

Permasalahan Pendidikan
Jenis permasalahan pokok pendidikan meliputi: masalah pemerataan pendidikan, masalah mutu pendidikan, masalah efisiensi pendidikan, masalah relevansi pendidikan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan, yaitu: perkembangan iptek dan seni, laju pertumbuhan penduduk, aspirasi masyarakat, dan keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan.
Dua masalah yang dihadapi dunia pendidikan sangat luas dan kompleks, yakni: Pertama, karena sifat sasarannya yaitu manusia merupakan makhluk misteri yang mengundang banyak teka-teki. Kedua, karena pendidikan harus mengantisipasi hari depan yang juga mengundang banyak pertanyaan. Oleh karena itu, agar masalah-masalah pendidikan dapat dipecahkan, maka diperlukan rumusan tentang masalah-masalah pendidikan yang bersifat pokok yang dapat dijadikan acuan bagi pemecahan masalah-masalah praktis yang timbul dalam praktek pendidikan di lapangan.

Sistem Pendidikan Nasional
Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) merupakan satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang saling berkaitan untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional. SISDIKNAS Indonesia ini disusun berlandaskan kepada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasar pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai kristalisasi nilai-nilai hidup bangsa Indonesia.
Adapun Tujuan Pendidikan Nasional dinyatakan di dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 3, yaitu:
(a)    Terwujudnya bangsa yang cerdas
(b)    Manusia yang utuh, beriman, dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa
(c)    Berbudi pekerti luhur
(d)   Terampil dan berpengetahuan
(e)    Sehat jasmani dan rohani
(f)     Berkepribadian yang mantap dan mandiri
(g)    Bertanggung jawab pada kemasyarakatan dan kebangsaan.
Kelembagaan Pendidikan
a.       Jalur Pendidikan: Jalur Pendidikan Sekolah & Jalur Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
b.      Jenjang Pendidikan: Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Tinggi (bisa berupa: akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas)
Program dan Pengelolaan Pendidikan
a.       Jenis Program Pendidikan: pendidikan umum, kejuruan, luar biasa, kedinasan, pendidikan keagamaan.
b.      Kurikulum Program Pendidikan: kurikulum nasional & kurikulum muatan lokal.

Pendidikan dan Pembangunan
Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah peningkatan kualitas SDM. Oleh karena itu, pendidikan juga merupakan alur tengah pembangunan dari seluruh sektor pembangunan. Dikatakan juga bahwa pendidikan mengarah ke dalam diri manusia, sedangkan pembangunan mengarah ke luar yaitu ke lingkungan sekitar manusia.
Sumbangan pendidikan terhadap pembangunan dapat dilihat pada beberapa segi:
(a)    Segi sasaran
(b)   Segi lingkungan
(c)    Segi jenjang pendidikan
(d)   Segi pembidangan kerja atau sektor kehidupan
Dan secara makro, sebagai wujud pembangunan, sistem pendidikan meliputi banyak aspek yang satu sama lain bertalian erat, yaitu:
Aspek filosofis dan keilmuan
Aspek yuridis atau perundang-undangan
Struktur
Kurikulum yang meliputi materi, metodologi, pendekatan, orientasi.
Pendidikan mempunyai misi pembangunan. Mula-mula membangun manusianya, selanjutnya manusia yang sudah terbentuk oleh pendidikan menjadi sumber daya pembangunan. Pembangunan yang dimaksud baik yang bersasaran lingkungan fisik maupun yang bersasaran lingkungan sosial yaitu diri manusia itu sendiri.
Jika manusia memiliki jiwa pembangunan sebagai hasil pendidikan, maka diharapkan lingkungannya akan terbangun dengan baik. Secara khusus, sumbangan pendidikan terhadap pembangunan adalah pembangunan atas penyempurnaan sistem pendidikan itu sendiri.***


STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
Strategi belajar mengajar adalah tindakan guru dalam melaksanakan rencana mengajar, artinya usaha dalam menggunakan beberapa variabel pengajaran seperti tujuan, bahan, metode dan alat serta evaluasi, agar dapat mempengaruhi siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Konsep Strategi Belajar Mengajar
Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal berikut:
1.      Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
2.      Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan masyarakat.
3.      Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
4.      Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan  belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

Berbagai Pendekatan dalam Belajar Mengajar
Ada beberapa pendekatan yang diajukan dalam pembicaraan ini dengan harapan dapat membantu guru dalam memecahkan berbagai masalah dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu: Pendekatan Individual, kelompok, bervariasi, edukatif, pengalaman, pembiasaan, emosional, rasional, fungsional, keagamaan, Kebermaknaan.



Kedudukan, Pemilihan dan Penentuan Metode dalam Pengajaran
Kedudukan metode mencakup: kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik, strategi pengajaran, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Sementara faktor-faktor yang harus diperhatikan ketika melakukan pemilihan dan penentuan metode adalah nilai strategi metode, efektivitas penggunaan metode, pentingnya pemilihan dan penentuan metode, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pengajaran (anak didik, tujuan, situasi, fasilitas, guru).
Adapun macam-macam metode mengajar mencakup: Metode Proyek, Eksperimen, Tugas dan Resitasi, Diskusi, Sosiodrama, Demonstrasi, Problem Solving, Karya Wisata, Tanya Jawab, Latihan, Ceramah.

Keberhasilan Belajar Mengajar
Suatu proses belajar mengajar dinyatakan berhasil apabila Tujuan Instruksional Khusus (TIK) –nya dapat tercapai. Untuk mengetahui tercapai tidaknya TIK, guru perlu mengadakan tes formatif setiap selesai menyajikan satu bahasan kepada siswa.
Indikator keberhasilan dapat terlihat pada poin-poin berikut:
1)      Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
2)      Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.

Untuk mendukung keberhasilan strategi belajar mengajar, maka harus memperhatikan Media Sumber, Teknik Mendapatkan Umpan Balik, Pengembangan Variasi Mengajar, dan Pengelolaan Kelas.

Sumber: Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

PENTINGNYA PERENCANAAN PEMBELAJARAN


Tujuan Penulisan
Berdasarkan batasan pembahasan di atas, maka penulisan ini bertujuan untuk:
Mengetahui definisi perencanaan pembelajaran.
Mengetahui komponen perencanaan pembelajaran.
Mengetahui pentingnya perencanaan pembelajaran.
Mengetahui pembuatan RPP berdasarkan KTSP.

Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran adalah rencana guru mengajar mata pelajaran tertentu, pada jenjang dan kelas tertentu, untuk topik tertentu, dan untuk satu pertemuan atau lebih.

Komponen Perencanaan Pembelajaran
Komponen perencanaan pembelajaran terdiri dari: Tujuan, Bahan Pelajaran, dan Bahan pelajaran.

Pentingnya Perencanaan Pembelajaran
Untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka sudah pasti dibutuhkan perencanaan pembelajaran yang baik. Perencanaan merupakan salah satu syarat mutlak bagi setiap kegiatan pengelolaan. Tanpa perencanaan, pelaksanaan suatu kegiatan akan mengalami kesulitan dan bahkan kegagalan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Salah satu lembaran kertas mutiara buku Perencanaan Pembelajaran karya Abdul majid mengemukakan beberapa manfaat perencanaan pembelajaran dalam proses belajar mengajar, yaitu:
a.       Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan.
b.      Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan.
c.       Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun unsur murid.
d.      Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kerja.
e.       Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja.
f.       Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat dan biaya.
Peran penting perencanaan pembelajaran dapat terlihat ketika mengamati keadaan yang mungkin terjadi ketika diterapkannya perencanaan pembelajaran oleh seorang guru atau sebaliknya.
Kemungkinan yang akan terjadi dalam proses belajar mengajar ketika seorang guru melakukan perencanaan pembelajaran dengan benar di antaranya:
a.       Guru akan mempunyai tujuan pembelajaran yang jelas,
b.      Guru akan menguasai materi,
c.       Guru akan mempunyai metode,
d.      Guru akan memiliki pemilihan media yang tepat,
e.       Guru akan memiliki standar jelas dalam memberikan evaluasi kepada siswa.

Pembuatan RPP Berdasarkan KTSP
Enco Mulyasa dalam bukunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menyatakan bahwa KTSP merupakan singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik.
Masih dalam buku yang sama, dijelaskan bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. RPP merupakan komponen penting dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang pengembangannya harus dilakukan secara profesional.

Sumber: Komarudin Tasdik. 2010. Pentingnya Perencanaan Pembelajaran. UNIBBA.

PERENCANAAN PEMBELAJARAN

2.1  Definisi
Memahami definisi Perencanaan Pembelajaran dapat dikaji dari kata-kata yang membangunnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa perencanaan adalah proses, cara, perbuatan merencanakan (merancangkan), sementara pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.
Begitu juga dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary tertulis bahwa perencanaan adalah the act or process of making plans for something (kegiatan atau proses merencanakan sesuatu), dan pembelajaran adalah the act of teaching something to somebody (kegiatan mengajarkan sesuatu kepada seseorang).
Dalam buku yang berjudul Perencanaan Pembelajaran karya Abdul Majid bahwa perencanaan pembelajaran dibangun dari dua kata, yaitu:
 Perencanaan, berarti menentukan apa yang akan dilakukan.
Pembelajaran, berarti proses yang diatur dengan langkah-langkah tertentu, agar pelaksanaannya mencapai hasil yang diharapkan.
Jadi, perencanaan pembelajaran adalah rencana guru mengajar mata pelajaran tertentu, pada jenjang dan kelas tertentu, untuk topik tertentu, dan untuk satu pertemuan atau lebih.

2.2  Komponen Perencanaan Pembelajaran
Menurut buku yang berjudul Strategi Belajar Mengajar karya Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain komponen perencanaan pembelajaran terdiri dari:
Tujuan (Objective)
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tujuan dalam pembelajaran merupakan komponen yang dapat mempengaruhi komponen pengajaran lainnya seperti bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat, sumber, dan elat evaluasi.
Bahan Pelajaran (Material)
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya pada anak didik.
Metode (Method)
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode-metode mengajar mencakup:
1)      Metode Proyek; yaitu cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna.
2)      Metode Eksperimen; yaitu cara penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.
3)      Metode Tugas dan Resitasi; yaitu metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.
4)      Metode Diskusi; yaitu cara penyajian pelajaran, di mana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
5)      Metode Sosiodrama; yaitu mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial.
6)      Metode Demonstrasi; cara penyajian bahan pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya atau tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan.
7)      Metode Problem Solving; yaitu menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
8)      Metode Karya Wisata; yaitu mengajak siswa belajar keluar sekolah, untuk meninjau tempat tertentu atau objek yang lain.
9)      Metode Tanya Jawab; yaitu cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru.
10)  Metode Latihan; yaitu suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu.
11)  Metode Ceramah; yaitu cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa.
Alat (Media)
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Misalnya: bagan, grafik, komputer, OHP, dan lain-lain.
Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar. Misalnya: tes tulis, lisan, praktek, dan lain-lain.

2.3  Pentingnya Perencanaan Pembelajaran
Meminjam kata-kata singkat tapi sangat esensial dari buku Perencanaan Pembelajaran karya Abdul Majid bahwa inti proses pendidikan adalah pembelajaran. Inilah aktivitas rutin yang dilakukan guru sehari-hari. Agar program yang mereka lakukan lebih terarah, mereka musti tahu kurikulum yang dirilis pemerintah. Informasi dari kurikulum itulah sebagai bahan mereka untuk menyusun silabus dan rencana pembelajaran. Guru selayaknya dapat memahami tentang semua aktivitas teknik menyangkut pembelajaran secara baik. Tidak hanya itu, penting juga informasi tentang standar kompetensi yang seharusnya dimiliki guru sendiri.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka sudah pasti dibutuhkan perencanaan pembelajaran yang baik. M. Sobry Sutikno dalam bukunya Pengelolaan Pendidikan Tinjauan Umum dan Konsep Islami menegaskan bahwa perencanaan merupakan salah satu syarat mutlak bagi setiap kegiatan pengelolaan. Tanpa perencanaan, pelaksanaan suatu kegiatan akan mengalami kesulitan dan bahkan kegagalan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Salah satu lembaran kertas mutiara buku Perencanaan Pembelajaran karya Abdul majid mengemukakan beberapa manfaat perencanaan pembelajaran dalam proses belajar mengajar, yaitu:
Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan.
Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan.
Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun unsur murid.
Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kerja.
Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja.
Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat dan biaya.
Melihat manfaat di atas, maka perencanaan pembelajaran sangat perlu dilakukan oleh para guru, sesuai tujuannya yaitu agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan efektif dan efisien.

Perencanaan Pembelajaran
Pembahasan tentang pentingnya perencanaan pembelajaran adalah sebagai berikut :
1.                       Objektive
2.                       Material
3.                       Methot
4.                       Media
5.                       Evaluation
6.                       Petunjuk arah
7.                       Penyusun data
8.                       Pedoman kerja
9.                       Pengukur efektivitas
10.                   Petunjuk arah
11.                   Penghematan
12.                   Silabus dan RPP
13.                   Proyek, eksperimen. Tugas, diskusi, sosiodrama, demonstrasi, problem solving, karya wisata, tanya jawab, latihan dan ceramah.




Peran penting perencanaan pembelajaran dapat terlihat ketika mengamati keadaan yang mungkin terjadi ketika diterapkannya perencanaan pembelajaran oleh seorang guru atau sebaliknya.
Kemungkinan yang akan terjadi dalam proses belajar mengajar ketika seorang guru melakukan perencanaan pembelajaran dengan benar di antaranya:
Guru akan mempunyai tujuan pembelajaran yang jelas, sehingga memungkinkan target penyampaian materi yang berdasarkan Standar Kompetensi akan tercapai secara optimal, bahkan memungkinkan siswa lulus ujian dengan skor yang terbaik.
Guru akan menguasai materi yang akan disampaikan dengan baik dan cara penyampaiannya,
Guru akan mempunyai metode yang tepat dalam pengajarannya, sehingga materi akan mudah dipahami oleh siswa.
Guru akan memiliki pemilihan media yang tepat, sehingga memungkinkan siswa sangat tertarik terhadap materi yang disampaikan.
Guru akan memiliki standar jelas dalam memberikan evaluasi kepada siswa, bahkan memungkinkan para siswa dapat menjawab semua soal dengan tepat.
Berdasarkan lima kemungkinan positif di atas, secara sederhana dapat dinyatakan bahwa proses belajar mengajar dengan perencanaan pembelajaran yang baik akan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Keberhasilan ini akan mendorong siswa dan guru untuk mengembangkan prestasinya di bidang pendidikan lebih baik lagi.
Kemungkinan yang akan terjadi dalam proses belajar mengajar ketika seorang guru tidak melakukan perencanaan pembelajaran dengan benar di antaranya:
Guru tidak akan mempunyai tujuan pembelajaran yang jelas, sehingga memungkinkan target penyampaian materi yang berdasarkan Standar Kompetensi tidak akan tercapai, bahkan memungkinkan siswa tidak lulus dalam ujian.
Guru tidak menguasai materi yang akan disampaikan dengan baik dan cara penyampaiannya, sehingga selain materi akan sulit dipahami oleh siswa, juga akan memungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan, baik dalam materi maupun penyampaiannya.
Guru tidak akan mempunyai metode yang tepat dalam pengajarannya, sehingga memungkinkan akan menghambat daya serap siswa terhadap materi yang disampaikan.
Guru tidak memiliki pemilihan media yang tepat, sehingga memungkinkan siswa mengalami kejenuhan karena kurangnya daya kreativitas guru dalam mengajar.
Guru tidak akan memiliki standar jelas dalam memberikan evaluasi kepada siswa, bahkan memungkinkan para siswa tidak dapat menjawab soal-soal dengan tepat (mungkin juga mendapatkan skor di bawah standar minimal).
Berdasarkan lima kemungkinan negatif di atas, secara sederhana dapat dinyatakan bahwa proses belajar mengajar tanpa perencanaan pembelajaran yang baik tidak akan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Kegagalan ini akan menimpa pada siswa dan guru dalam mengembangkan prestasinya di bidang pendidikan.

2.4  Pembuatan RPP Berdasarkan KTSP
Enco Mulyasa dalam bukunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menyatakan bahwa KTSP merupakan singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik.
Masih dalam buku yang sama, dijelaskan bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. RPP merupakan komponen penting dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang pengembangannya harus dilakukan secara profesional.
Karena adanya relevansi yang sangat kuat antara silabus dan RPP, maka berikut ini dituliskan contoh format silabus dan RPP berdasarkan KTSP untuk mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) kelas XII Madrasah Aliyah:
Silabus

Satuan Pendidikan      : Madrasah Aliyah
Mata Pelajaran            : Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Kelas                           : XII, Semester 2

RPP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran            : TIK
Satuan Pendidikan      : Madrasah Aliyah
Kelas / Semester          : XII / 2
Waktu                         : 2 kali pertemuan

Kompetensi Dasar
Siswa mampu menunjukkan menu dan ikon yang terdapat dalam perangkat lunak pembuat presentasi

Indikator
Mendeskripsikan manfaat program presentasi
Mengidentifikasi fungsi menu, tools, dan ikon

Materi Standar: Perangkat lunak program presentasi
Metode Pembelajaran: Demonstrasi, Tanya jawab
Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan awal
Menciptakan lingkungan: Salam pembuka dan berdoa
Pretes: Peserta didik menjawab beberapa pertanyaan tentang Program Pembuat Presentasi
Menghubungkan materi yang telah dimiliki peserta didik dengan bahan atau kompetensi baru
Kegiatan inti
Pengorganisasian: perorangan
Prosedur pembelajaran:
Ceramah tentang manfaat Program Pembuat Presentasi
Demonstrasi tentang halaman utama, menu, tools, dan ikon
Mengamati menu, tools, dan ikon
 Tanya jawab
Membuat Rangkuman
Pembentukan kompetensi
Pertemuan pertama: Mendeskripsikan manfaat Program Pembuat Presentasi dan mengenalkan halaman utamanya
Pertemuan kedua: Mengidentifikasi fungsi menu, tools, dan ikon
Kegiatan akhir
Untuk membentuk dan memantapkan sikap peserta didik terhadap kompetensi yang telah dipelajari pada akhir pembelajaran bisa dilakukan pengamatan kembali sebagai review
Post tes bisa dilakukan secara lisan atau tertulis

Sumber Belajar
Sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
Komputer yang ada di laboratorium.
Buku paket.
Buku penunjang tengan program pembuat presentasi.

Penilaian
Penilaian dilakukan melalui penilaian proses, tes lisan dan portopolio
Penilaian proses dilakukan melalui pengamatan pada saat peserta didik melakukan kegiatan.
Tes lisan dilakukan melalui tanya jawab tentang kegiatan yang baru dilakukan peserta didik sesuai dengan indikator kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran.
Portopolio mencakup seluruh hasil kegiatan peserta didik yang dikumpulkan untuk dijadikan bahan penilaian akhir
Mengetahui
Kepala Sekolah                                                                                   Pengajar
Komarudin                                                                                          Tasdik


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan:
Perencanaan pembelajaran adalah rencana guru mengajar mata pelajaran tertentu, pada jenjang dan kelas tertentu, untuk topik tertentu, dan untuk satu pertemuan atau lebih.
Komponen perencanaan pembelajaran mencakup: tujuan, materi, metode, media, dan evaluasi.
Perencanaan pembelajaran dianggap penting agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan efektif dan efisien.
Pembuatan RPP berdasarkan KTSP merupakan komponen penting dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang penyusunannya didasarkan pada silabus.
3.2  Saran
Untuk menjadi guru yang profesional sangat ditekankan untuk memahami perencanaan pembelajaran seutuhnya, baik secara teoritis maupun praktis. Guru sangat diharapkan tidak terkungkung dalam kondisi statusquo yang menganggap puas dengan ilmu yang sudah ada, tetapi ia harus lebih aktif lagi dalam mengembangkan kemampuan di bidangnya, baik dalam penyampaian maupun dalam penguasaan materi. Dengan kata lain, guru harus menyukai novelti dan membuang jauh-jauh bersandar penuh pada pengalaman saja.

PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Konsep Dasar manajemen pendidikan
Pengelolaan pendidikan adalah penataan, pengaturan dan kegiatan-kegiatan lain sejenisnya yang berkenaan dengan lembaga pendidikan beserta segala komponennya, dan dalam kaitannya dengan pranata dan lembaga lain.  Fungsi pengelolaan pendidikan, yakni: fungsi perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian, dan pengawasan.
Ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa, yaitu:
Bagaimana semua warga negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.
Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermasyarakat.

Pengorganisasian merupakan aktivitas menyusun dan membentuk hubungan-hubungan kerja antara orang-orang sehingga terwujud suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkannya. Dalam hal inilah terletak bagaimana kecakapan kepala sekolah mengorganisasi guru-guru dan pegawai yang lainnya dalam menjalankan tugasnya sehari-hari sehingga tercipta adanya kerjasama yang harmonis dan lancar.
Manajemen sekolah kontemporer
Ada lima pilar yang perlu dipahami sebelum mengembangkan sekolah bermutu total, yaitu: fokus pada kostumer, keterlibatan total, pengukuran, komitmen, dan perbaikan berkelanjutan. Indikasi pendidikan bermutu dapat dilihat dari hasil pendidikan dengan menghasilkan lulusan yang:
(1) menguasai keterampilan dasar,
(2) berfikir secara rasional dan mandiri,
(3) menguasai pengetahuan umum dalam berbagai bidang,
(4) memiliki keterampilan yang cukup untuk memperoleh pekerjaan,
(5) berperan serta secara aktif dalam masyarakat dan kebudayaan,
(6) memiliki dan menghargai nilai-nilai luhur yang tumbuh dalam masyarakat dan dapat hidup di dalamnya.

Kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Fungsi pemimpin adalah memudahkan pencapaian tujuan organisasi. Sementara tipe kepemimpinan pendidikan yaitu: tipe otokratik, paternalistik, kharismatik, laissez faire, militeristik, demokratik.
Manajemen sekolah meliputi Manajemen pelaksanaan kurikulum, Manajemen peserta didik, Manajemen sarana dan prasarana pendidikan, Manajemen tenaga kependidikan, Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat/kerjasama lembaga, Pengawasan pendidikan.

Sumber: Sutikno, M. Sobry. 2009. Pengelolaan pendidikan: Tinjauan Umum dan Konsep Islami. Bandung: Prospect

KAPITA SELEKTA PEMBELAJARAN
Ada tiga komponen dasar yang harus dibahas dalam teori pendidikan Islam yang pada  gilirannya dapat dibuktikan validitasnya dalam operasionalisasi. Tiga komponen dasar itu adalah sebagai berikut:
1.        Tujuan pendidikan Islam harus dirumuskan dan ditetapkan secara jelas dan sama bagi seluruh umat Islam sehingga bersifat universal.
2.        Metode pendidikan Islam yang kita ciptakan harus berfungsi secara efektif dalam proses pencapaian tujuan pendidikan Islam.
3.        Irama gerak yang harmonis antara metode dan tujuan pendidikan dalam proses akan mengalami vakum bila tanpa kehadiran nilai atau ide.

Dengan memperhatikan potensi psikologis dan pedagogis manusia anugerah Allah, model pendidikan Islam seharusnya berorientasi kepada pandangan falsafah sebagai berikut: Filosofis, Etimologis, Pedagogis.
Secara kurikuler model-model tersebut didesain menjadi: Content, Pendidik, Anak didik.

Problema Pendidikan Islam dalam Dinamika Masyarakat
Strategi pendidikan Islam dalam menghadapi tantangan modernisasi berkat kemajuan iptek itu mencakup ruang lingkup sebagai berikut:
1.        Motivasi kreativitas anak didik ke arah pengembangan iptek itu sendiri, di mana nilai-nilai islami menjadi sumber acuannya.
2.        Mendidik keterampilan memanfaatkan produk iptek bagi kesejahteraan hidup umat manusi pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.
3.        Menciptakan jalinan yang kuat antara ajaran agama dan iptek, dan hubungan yang akrab dengan para ilmuwan yang memegang otoritas iptek dalam bidang masing-masing.
4.        Menanamkan sikap dan wawasan yang luas terhadap kehidupan masa depan umat manusia melalui kemampuan menginterpretasikan ajaran agama dari sumber-sumbernya yang murni kontekstual dengan masa depan kehidupan manusia.

Model-Model Penelitian dalam Pendidikan
Kegiatan riset dalam pendidikan dapat dilakukan dalam berbagai macam bentuk:
1)      Riset ditinjau dari segi tujuan pelaksanaannya: Penelitian Dasar, Penelitian Terapan.
2)      Riset ditinjau cara penganalisisan data-data yang diperoleh: Penelitian analitis, Penelitian deskriptif, Penelitian eskperimental.
3)      Riset ditinjau dari sudut sampai di manakah riset memenuhi baik internal maupun eksternal validity-nya: Penelitian Ex Post Facto; Investigasi, studi, survei, dan eksperimen.

Ada beberapa problema menyangkut kondisi dan kompensasi tugas mengajar guru:
a.       Sedikitnya waktu untuk istirahat dan untuk persiapan pada waktu dinas di sekolah.
b.      Ukuran kelas yang terlalu besar.
c.       Kurangnya bantuan administratif.
d.      Gaji yang kurang memadai.
e.       Kurangnya bantuan kesejahteraan.

Problema Manajemen dan Kelembagaan Pendidikan Islam
Perangkat input instrumental yang kurang sesuai dengan tujuan pendidikan menjadi sumber karawanan karena: Guru kurang kompeten untuk menjadi tenaga profesional pendidikan, Penyalahgunaan manajemen pendidikan, Pendekatan metodologis guru masih terpaku kepada orientasi tradisionalistis, dan lain-lain.

Sumber: Arifin, Muzayyin.  2008. Kapitaselekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

EVALUASI PENDIDIKAN


Pengertian, Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan
Evaluasi pendidikan adalah kegiatan menilai yang terjadi dalam kegiatan pendidikan. Tujuan utama melakukan evaluasi dalam proses belajar-mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya. Beberapa fungsi evaluasi meliputi: selektif, diagnostik, penempatan.

Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi
Prinsi-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melakukan evaluasi, yaitu: keterpaduan, keterlibatan siswa, koherensi, pedagogis, akuntabilitas. Teknik evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
1.        Teknik non tes, terdiri dari: skala, kuesioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan, riwayat hidup.
2.        Teknik tes; Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya 3 macam tes, yaitu: tes diagnostik, formatif, sumatif.

Berbagai Teknik Evaluasi, yaitu Measurement Model, Congruence Model, Educational System Evaluation Model, Illuminative Model.

Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor dalam Pendidikan
Ranah kognitif meliputi: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, penilaian. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan, yaitu: menerima, menjawab, menilai, organisasi, karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai. Ranah psikomotor dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok utama, yakni keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, dan koordinasi neuromuscular.

Prosedur Pelaksanaan Evaluasi
Langkah-langkah dalam pelaksanaan evaluasi meliputi: perencanaan, pengumpulan data, persifikasi data, pengolahan data, penafsiran data. Analisis Butir-Butir Instrumen Evaluasi meliputi aktivitas menilai tes yang dibuat sendiri dan mengalisis butir-butir soal. Skala penilaian mencakup: Skala bebas, Skala 1 – 10, Skala 1- 100 dan  Skala huruf yang sudah lazim: (A, B, C, D, E [ada yang sampai G). Cara untuk mengambil rata-rata dari huruf yaitu dengan mentransfer huruf tersebut menjadi nilai angka dahulu.

Sumber: Daryanto. 2005. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam perjalanan waktu tertentu.
Perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan. Hukum-hukum perkembangan meliputi: Hukum Cephalocoudal, Hukum proximodistal.

Perkembangan Intelek, Sosial, dan Bahasa
Perkembangkan intelek adalah perubahan pola pikir menuju tingkatan lebih tinggi (pola pikir dewasa).
Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek antara lain: Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang, Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan, Adanya kebebasan berpikir.

Hubungan sosial merupakan hubungan antarmanusia yang saling membutuhkan. Maka perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antarmanusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia.
Perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara lisan, tertulis, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat.
Kehidupan pribadi seseorang menyangkut berbagai aspek, antara lain aspek emosional, sosial psikologis dan sosial budaya, dan kemampuan intelektual yang terpadu secara terintegrasi dengan faktor lingkungan kehidupan. Kehidupan pendidikan merupakan pengalaman proses belajar yang dihayati sepanjang hidupnya, baik di dalam jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah.
Kehidupan karier merupakan pengalaman seseorang di dalam dunia kerja. Sementara kehidupan berkeluarga merupakan kehidupan dalam keadaan sudah melangsungkan pernikahan.
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Penyesuaian diri remaja khusus di sekolah didukung oleh beberapa upaya, diantaranya sebagai berikut:
Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa “betah”, Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak, dan Usaha memahami anak didik secara menyeluruh.

Referensi:
Sunarto. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta

PROFESI KEPENDIDIKAN

Profesionalisme Guru
Untuk seorang guru perlu mengetahui dan dapat menerapkan beberapa prinsip mengajar agar ia dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, yaitu sebagai berikut: Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi, Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berpikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati/meneliti, dan menyimpulkan pengetahuan yang didapatnya, dan Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.
Jabatan guru merupakan jabatan profesional yang menghendaki guru harus bekerja secara profesional. Bekerja sebagai seorang yang profesional berarti bekerja dengan keahlian, dan keahlian hanya dapat diperoleh melalui pendidikan khusus.
Kompetensi guru adalah kecakapan atau kemampuan yang dimiliki guru, yang diindikasikan dalam tiga kompetensi, yaitu kompetensi yang berhubungan dengan tugas profesionalnya sebagai guru (profesional), kompetensi yang berhubungan dengan keadaan pribadinya (personal), dan kompetensi yang berhubungan dengan masyarakat atau lingkungannya (sosial).
Guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antara lain:
(a) disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran,
(b) bahan ajar yang diajarkan,
(c) pengetahuan tentang karakteristik siswa,
(d) pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar, dan lain-lain.

PRINSIP-PRINSIP SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
Pengantar
Buku ini ditulis untuk semua mahasiswa jurusan bisnis. Juga diharapkan dapat bermanfaat bagi semua orang—baik mahasiswa, maupun masyarakat umum—yang ingin mendapatkan pemahaman tentang komputer dan sistem informasi manajemen yang harus dimiliki seorang manager.
Karakteristik yang sangat berbeda dari buku ini adalah menyajikan inti pengetahuan sistem yang harus dipelajari oleh semua mahasiswa jurusan bisnis (kecuali topik tentang pemrograman) dan buku ini juga lebih menekankan pada pembahasan materi dari perspektif manager daripada pekerja teknis. Pendekatan ini merefeleksikan filosofi bahwa semua mahasiswa jurusan bisnis—apapun konsentrasinya—harus menempuh Matakuliah Prinsip-Prinsip Sistem Informasi, sama halnya ketika mereka harus menempuh Matakuliah Prinsip-Prinsip Akuntansi, Keuangan, Manajemen, Pemasaran, dan bidang bisnis lainnya. Buku ini cukup komprehensif dan berorientasi pada prinsip-prinsip, konsep-konsep, dan ide-ide yang berkenaan dengan sistem informasi daripada hal teknis atau “pemrosesan data”.
Banyak profesor manajemen dan professor bidang lainnya tanpa latar belakang kemampuan komputer teknis telah menggunakan buku ini untuk mengajarkan materi sistem informasi.
Tema utama buku ini adalah sistem informasi untuk tujuan managerial dan implikasi teknologi komputer terhadap proses manajemen. Buku ini diharapkan dapat mengenalkan sistem informasi kepada mahasiswa, sebagai kelanjutan dari materi pemrograman, juga bagi mahasiswa yang ingin memperdalam materi pemrograman atau sistem informasi lanjutan.
Ada beberapa keuntungan menempuh dahulu Matakuliah Dasar-Dasar Sistem Informasi sebelum Matakuliah Pemrograman. Matakuliah Prinsip-Prinsip Sistem Informasi membahas tentang sistem informasi bisnis yang semua mahasiswa jurusan bisnis harus mengambilnya terlebih dahulu, sementara Matakuliah Pemrograman adalah sebagai matakuliah awal yang membahas sistem informasi secara sederhana dan teknis.
Tambahan pula, gambaran umum ini diambil dari Matakuliah Prinsip-Prinsip Sistem Informasi untuk membantu mahasiswa dalam memutuskan apakah mereka ingin mengambil matakuliah sistem tambahan atau tidak. Matakuliah Pemrograman sering mengesankan mahasiswa, hingga menganggap seolah-olah pemrograman adalah segalanya dalam sistem informasi dan jika mereka tidak menikmati atau tidak menguasai pemrograman, mereka tidak mau mempelajari sistem informasi lebih lanjut lagi. Faktanya, banyak mahasiswa yang akan meniti karir di bidang sistem informasi berhenti di tengah jalan hanya karena tidak menguasai pemrograman.
Mungkin keuntungan terbesar menempuh Matakuliah Prinsip-Prinsip Sistem Informasi Manajemen sebagai kelanjutan dari pemrograman terlihat pada karya-karya intelektual seorang manusia, pola pemikiran permanen individu—pandangan mereka tentang dunia sistem informasi—sangat dipengaruhi persepsi awal. Pandangan yang tepat tentang dunia sistem informasi harus dimiliki terlebih dahulu. Begitu juga dengan pendapat penulis buku ini bahwa dalam bidang sistem informasi, mahasiswa jurusan bisnis harus memahami gambaran umum tentang sistem informasi itu sendiri. Jika mahasiswa diajari pemrograman sebelum sistem informasi, mereka akan memandang resiko penerapan sistem informasi berdasarkan sudut pandang seorang programmer atau teknisi semata, yang mana sudut pandang itu sangat terbatas untuk membantu para manager dalam membuat keputusan, mengingat seorang manager itu seharusnya lebih banyak berpikir dalam level sistem informasi manajemen, bukan level pemrograman komputer.
Mahasiswa tanpa latar belakang pemrograman komputer sangat memungkinkan untuk memahami buku ini seperti mahasiswa yang sudah mempelajari pemrograman terlebih dahulu. Karena faktanya, banyak mahasiswa terbaik Penulis yang tidak memiliki latar belakang sistem komputer apapun terlebih dahulu dapat memahami isi buku ini dengan baik.
Kini, pemrosesan data bisnis secara komputerisasi telah ditemukan di organisasi-organisasi kecil sekalipun. Perusahaan dan organisasi lainnya yang berhubungan dengan tulis menulis, para pekerjanya sering menggunakan komputer untuk tujuan bisnis. Buku ini diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa ketika bergabung dengan organisasi kecil, menengah, mapun besar; peran komputer besar (mainframe computer) hampir sama dengan komputer kecil (microcomputer), mahasiswa harus memahami keduanya. Prinsip-prinsip dan teknik dasar dari analisis dan design sistem juga hampir sama, tidak masalah apapun ukuran komputer atau proyeknya.
Terdapat perbedaan yang mencolok antara sistem besar  dan kecil, dan buku ini memberikan penjelasan khusus tentang perbedaan ini. Buku ini juga memaparkan tentang microcomputer sebagai referensi.
Materi buku ini dapat ditempuh selama satu semester oleh mahasiswa jurusan bisnis, administrasi publik, perpustakaan, dan kajian ilmiah lainnya baik level yunior, senior, maupun yang sudah lulus. Buku ini juga menyajikan pengenalan sistem informasi untuk mahasiswa ilmu komputer dan teknik informatika, yang mengambil Matakuliah Komputer Teknis sebagai tambahan dan memahami pandangan seorang manager terhadap sistem informasi. Mahasiswa sastera umum yang menginginkan karir di bidang pemrosesan data tidak dapat berbuat yang lebih baik tanpa pengenalan sistem informasi seperti dibahas dalam buku ini.
Beberapa bab di Bagian I membahas manajemen dan proses kontrol organisasi serta yang berkenaan dengan sifat sistem informasi manajemen. Bagian II membahas industri komputer dari sudut pandang kesempatan karir yang ada di bidang  industri, kemudian menyajikan dasar-dasar sistem komputer. Beberapa bab menguraikan topik sistem komputer secara khusus, dan dua bab berkenaan dengan sistem informasi fungsional.
Bagian III menyajikan topik bagaimana mengorganisir dan memimpin proyek sistem, termasuk komputer (mainframe dan microcomputer) yang dipilih, juga sudut pandang seorang manager. Dalam bagian ini lebih ditekankan pada bagaimana para manager dapat berpartisipasi dalam proyek  sistem.
Materi dalam buku ini telah dikembangkan selama bertahun-tahun dan memunculkan pembahasan tiga dimensi utama berdasarkan pengalaman penulis. Pertama, pengajaran yang ekstensif di bidang sistem. Kedua, konsultasi manajemen; sebagai seorang konsultan manajemen, Penulis melayani senior manager dalam menjembatani aktivitasnya yang berhubungan dengan komputer.
Dimensi ketiga adalah kepentingan jangka panjang Penulis dan pembelajaran manajemen umum. Keseluruhan buku ini diharapkan dapat merefleksikan orientasi managerial ini.
Tujuan buku ini adalah menyajikan materi tentang sistem informasi, teknologi komputer, dan ilmu pengembangan sistem, agar mahasiswa dapat:
Berkomunikasi secara efektif dengan personil pemrosesan data.
Mengenal dan mengidentifikasi masalah sistem informasi.
Berpartisipasi sebagai anggota tim proyek sistem secara tepat.
Menginterpretasikan perkembangan teknologi informasi baru seperti memasukkan pembahasannya dalam kerangka sistem informasi.
Mengantisipasi dan membantu membentuk struktur sistem informasi organisasi dalam pengenalan teknologi yang akan menjadi hal penting selama lima tahun ke depan.
Penulis berhutang budi kepada banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini. Terutama kepada Dr. Ronald Teichman dari Pennsylvania State University yang secara kritis mereview semua manuskrip dan telah memberikan saran yang sangat bermanfaat. Para peninjau resensi buku ini, yaitu Dr. Gordon Davis dari University of Minnesota, Dr. Paul R. Watkins dari University of Southern California, Dr. Warren J. Bow dari University of Iowa, Dr. Andrew Varanelli, Jr. dari Pace University, Professor dari University of Colorado Dr. Grover M. Rodich, Dr. Edward A. Christensen dari California State University (Sacramento), dan Dr. Virginia Gibson dari University of Maine. Di McGraw-Hill Book Company, tiga editor yang telah banyak membantu, yakni James Vastyan, Eric Munson, dan Christina Mediate. Begitu pula, buat Blanche Boucher yang telah memberikan bantuan rancangan editorial, dan Denis Yphantis yang telah banyak membantu dalam sistem pemrosesan kata.

BAGIAN SATU
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN (SIM)
Makalah ini dibagi ke dalam tiga bagian: Sistem Informasi Manajemen, Dasar-Dasar Sistem Komputer, dan Pengembangan Sistem Informasi. Bagian ini berkaitan dengan sifat informasi dan kebutuhan informasi para manager. Tiga bab pertama menyajikan seri konsep yang berhubungan dengan informasi, dan pembangunan sistem dalam konsep-konsep tersebut, Bab 4 mendefinisikan dan membahas Sistem Informasi Manajemen. Pengenalan Sistem informasi Manajemen dibahas di tiga bab pertama agar mahasiswa dapat memahami pengertian istilah “Sistem Informasi Manajemen”.

BAB I
ORGANISASI: MANAGER, STRUKTUR, DAN AKTIVITAS
Dasar Pemikiran
Untuk bekerja secara efektif dalam sebuah organisasi dibutuhkan pemahaman tentang fungsi-fungsi organisasi. Cara tepat untuk mendapatkan pemahaman itu adalah dengan menganalisis aliran informasi organisasi yang bersangkutan, yang mana ia membutuhkan pengujian struktur dan aktivitas serta gaya managernya. Hal-hal tersebut dibahas dalam bab ini.
Sasaran Bab I:
Memperlihatkan dinamika lingkungan, struktur, dan aktivitas organisasi dan mendemonstrasikan bagaimana menghubungkan aliran informasi dalam organisasi.
Mengilustrasikan bagaimana gaya dan proses manajemen mempengaruhi perkembangan sistem informasi organisasi.

PENDAHULUAN
Buku ini membahas tiga bidang utama dari ilmu sistem informasi yang penting bagi para manager, yaitu: sistem komputer, sistem informasi dan pengembangan sistem informasi.
Sistem Komputer
Sistem komputer telah merambah ke dalam bidang bisnis dan niaga. Pemahaman tentang teknologi komputer dibutuhkan untuk memahami sistem informasi. Faktanya, pemahaman tentang sistem microcomputer telah menjadi sangat penting bagi semua manager dan profesional dalam organisasi bisnis.
Sistem Informasi
Kepentingan yang lebih besar bagi para manager selain teknologi komputer adalah ilmu tentang sistem informasi—sistem-sistem itu dibuat oleh para analis dan manager untuk menyelesaikan tugas-tugas spesifik yang dianggap penting dalam organisasi. Tugas-tugas ini berkaitan dengan proses data sederhana, seperti mempersiapkan faktur pelanggan, menyediakan analisis managerial cerdas untuk manajemen organisasi. Ilmu yang dibutuhkan manager berkaitan dengan sistem informasi, secara garis besar terbagi ke dalam dua ketegori:
Pemrosesan data bisnis (business data processing). Sangat banyak organisasi melakukan transaksi bisnis dalam jumlah yang besar (mungkin jutaan per hari) dan sangat bervariasi. Perekaman dan pemrosesan transaksi secara akurat ini dikenal dengan “pemrosesan data bisnis”.
Sistem informasi manajemen (management information systems). Para manager pada semua level harus menerima gambaran umum dari transaksi bisnis organisasi seperti halnya informasi-informasi lain. Sistem informasi yang ekstensif dan kompleks dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhan manager akan informasi.
Pengembangan Sistem Informasi
Pengembangan sistem informasi yang tepat membutuhkan perpaduan antara pengetahuan sistem komputer, pengetahuan sistem informasi, dan pengetahuan tentang bagaimana mendesign dan mengimplementasikan suatu sistem informasi serta bagaimana mendapatkan sistem komputer yang dibutuhkan. Para manager harus berpartisipasi dalam proses-proses ini dan karena alasan inilah mereka harus memiliki pengetahuan tentang proses-proses itu.
Poko Bahasan
Tema yang digarisbawahi dalam buku ini adalah dalam sebuah organisasi, manager apa saja yang harus mengetahui tentang sistem komputer dan sistem informasi, agar dapat memberikan jaminan bahwa informasi mereka akan memuaskan pihak yang berkepentingan.
Empat bab dari Bagian I menjelaskan interaksi antara organisasi, manager, dan sistem informasinya. Keuangan organisasi, proses manajemen, gaya managerial, konsep pemrosesan informasi, dan kebutuhan informasi manager serta sumber-sumber informasi dibahas bersamaan dengan sistem informasi organisasi; pembahasan konsep SIM juga dikembangkan dan diperjelas.
Bagian II membahas dasar-dasar teknologi komputer dan sistem informasi fungsional. Termasuk juga database, telekomunikasi dan teknologi microprocessing, seperti halnya bab dua yang membahas tentang accounting, marketing, dan sistem informasi manufaktur.
Aktivitas pengembangan sistem—analisis sistem, design sistem, dan implementasi sistem—dihubungkan dengan bagian III. Bagian III juga mencakup bab-bab tentang pemilihan hardware dan software, dengan lebih memperhatikan unsur-unsur khusus sistem microcomputer.
Mengapa Mempelajari Sistem Informasi Manajemen?
Di samping harus memahami sistem informasi bisnis berbasis komputer, ada dua alasan tambahan untuk mempelajari materi dalam bab ini:
Menurut berbagai laporan, bahwa industri teknologi informasi, yang mana terdiri dari industri komputer dan industri-industri terkait, merupakan industri komersial terbesar di dunia. Industri ini juga merupakan industri utama dunia yang perkembangannya sangat pesat. Teknologi informasi merupakan transformasi aktivitas ekonomi dan hiburan serta jasa kita menjadi fenomena sosiologis sangat hebat di abad ini.
Industri teknologi informasi merupakan penciptaan lapangan kerja di berbagai bidang bagi mahasiswa jurusan bisnis saat ini. Mahasiswa sekarang akan mudah berkompetisi dengan lulusan-lulusan sebelumnya, yang tidak memiliki keterampilan teknologi komputer.
Lingkungan Organisasi
Pembahasan awal tentang sistem informasi dalam buku ini adalah analisis lingkungan organisasi. Lingkungan organisasi sangat berpengaruh dalam menentukan informasi apa yang harus disediakan oleh sistem informasinya, format informasi yang lebih disenangi, dan bagaimana mengorganisir sistem informasi tersebut.
Lingkungan organisasi mencakup bidang ekonomi, budaya dan politik yang cukup mempengaruhi sebuah organisasi. Bidang-bidang itu mencakup perputaran bunga, tingkat inflasi, kesempatan pekerjaan, perubahan demografis, adat istiadat, hasil pemilu, dan faktor-faktor intern yang mempengaruhi permintaan dan karakteristik pasar lainnya. Sementara bidang ekonomi, budaya, dan politik biasanya berada di luar kontrol organisasi, sehingga organisasi harus menerima dan memproses informasi selengkapnya mengenai bidang-bidang itu.
Faktor internal dan eksternal juga cukup mempengaruhi sebuah organisasi. Ini berpengaruh kepada konsumennya (user dari jasa dan produk yang disediakan organisasi), competitor, investor dan creditor, serta pekerja, yang mungkin direpresentasikan oleh asosiasi dagang. Setiap pihak menyediakan informasi dan menerima informasi dari dan untuk organisasi. Tambahan pula, banyak sekali perwakilan pemerintah yang menyediakan peraturan tentang informasi untuk sebuah organisasi atau menerima masukan yang berkaitan dengan peraturan tersebut dari organisasi. Banyak perusahaan yang telah memberikan lebih dari 1000 laporan tahunan yang berhubungan dengan informasi kepada pemerintah daerah, pusat dan perwakilan pemerintah federal.
Perubahan lingkungan organisasi yang cepat, menuntut organisasi harus secepat mungkin menyikapi perubahan itu sebelum masalah-masalah yang tidak diinginkan muncul. Karena lingkungan organisasi berubah sangat cepat, maka organisasi membutuhkan informasi lebih cepat lagi tentang perubahan lingkungan organisasi tersebut, agar dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungannya secara cepat dan tepat. Informasi ini harus dikumpulkan secara sistematis, dan organisasi juga harus menghasilkan dan menyediakan informasi untuk organisasi itu sendiri dan untuk pihak lain agar hubungannya dapat terjalin dengan baik. Pada umumnya, lingkungan organisasi yang lebih kompleks dan dinamis, harus lebih mampu menempatkan usaha dan sumber organisasi yang dimiliki untuk menghasilkan sistem informasinya dengan tepat.

HIRARKI DI STRUKTUR ORGANISASI
Hirarki adalah eksistensi hubungan atasan/bawahan, menghasilkan “rangkaian perintah”; ini berarti bahwa hal itu terjadi di berbagai level yang ada di sebuah organisasi. Dalam organisasi kecil mungkin hanya terdapat dua level: pemilik dan pekerja. Di organisasi besar terdapat banyak level: level terendah adalah pekerja, yang melakukan aktivitas primer (teknis); level dua adalah kepala kelompok, kepala departemen, atau supervisor; level menengah terdapat para manager; dan di level tertinggi terdapat superstruktur kepala divisi, wakil presiden, wakil presiden senior, dan presiden, yang semuanya biasa disebut “top management”. Presiden organisasi/perusahaan memberokan laporan kepada jajaran direktur, sebagai levek tertinggi di sebuah perusahaan.
Di organisasi besar bisa muncul banyak level. Diagram organisasi untuk perusahaan berukuran menengah tampak pada gambar 1.1; hanya marketing, accounting, dan fungsi-fungsi sistem informasi yang digambarkan secara detail. Itu dapat terlihat bahwa marketing dan accounting masing-masing memiliki delapan level dan sistem informasi memiliki Sembilan level. Sementara para pekerja berada dalam satu level, yaitu level bawah.
Lihat gambar halaman 7
Alur Informasi
Hirarki organisasi mempengaruhi sistem informasinya; struktur hirarkis merupakan rancangan fundamental untuk mengorganisir sistem informasi. Dengan beberapa eksepsi dan tanpa memperhatikan alur informasi apa yang mungkin juga terjadi, sistem informasi tersebut diorganisir untuk mengalirkan informasi ke atas garis hirarki itu. Informasi biasanya diolah di setiap level sesuai kebutuhannya, informasi dihasilkan oleh unit organisasi di satu level yang digabungkan dengan level lain, kemudian dialirkan ke level selanjutnya, dan di level selanjutnya itu penggabungan yang serupa dan aliran informasi ke level atas terjadi. Dengan demikian, beberapa informasi dihasilkan sesuai kebutuhan tiap level yang berjenjang.
Informasi juga mengalir ke bawah sesuai garis hirarkis, yang mana berupa arahan, kebijakan, dan panduan teknis; jenis informasi ini jarang sekali dihasilkan oleh sistem komputer dan biasanya lebih sedikit dibandingkan aliran informasi ke atas. Namun, aliran ke bawah merupakan bagian penting dari informasi dan sistem komunikasi karena informasi itu menghubungkan dan mengatur aktivitas-aktivitas para manager di tiap level bawah.
Unit organisasi utama yang difokuskan pada pengembangan sistem informasi biasanya disebut departemen sistem informasi biasanya disebut departemen sistem informasi komputer, yang sering kurang menyadari peran penting aliran informasi ke bawah dan kurang memperhatikan usaha-usaha pengembangan sistemnya untuk menghasilkan aliran informasi tersebut. Ketika aliran informasi ke bawah ini tidak dikembangkan secara tepat, para manager di tiap level biasanya konsisten memberikan kritikan berkenaan “kelemahan komunikasi” itu. Sistem informasi ke bawah harus lebih menjadi perhatian dari para manager dan spesialis sistem informasi.
Aliran informasi tidak terbatas pada hirarki atas dan bawah. Informasi juga mengalir secara horizontal dalam sebuah organisasi, terutama pada sistem informasi pemrosesan transaksi. Aliran informasi horizontal ini sering terjadi, dan informasi tersebut membantu menjelaskan kompleksitas sistem informasi di berbagai organisasi.
Managerial Spans of Control (Rentang Kendali Managerial)
“Span of control” (rentang kendali) merupakan jarak yang dilalui sejumlah orang yang memberikan laporan langsung kepada manager. Berdasarkan gambar 1.1 jika pengawas keuangan dan bendaharawan telah memberikan laporan kepada wakil presiden keuangan senior, span of control dari wakil presiden eksekutif akan berkurang. Penambahan spans of control dapat mempengaruhi pengurangan sejumlah level dalam hirarki organisasi, misalnya, jika posisi wakil presiden eksekutif pada gambar 1.1 dihapus. Konsekuensinya akan mengurangi kompleksitas organisasi dan mengurangi biaya managerial karena struktur organisasi itu akan menjadi sederhana serta hanya sedikit manager yang dibutuhkan. Bagaimanapun juga, keuntungan ini dapat mengantisipasi aktivitas organisasi yang kurang efektif karena kemacetan (bottleneck) informasi dan keputusan, bagi para manager professional menerima informasi yang sangat banyak untuk dianalisis, harus menghasilkan keputusan yang banyak pula, dan harus dapat mengatur aktivitas bawahan yang banyak pula.
Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kemampuan organisasi untuk mengurangi managerial span of control. Pertama, kontak langsung dengan bawahan. Para manager harus memperhatikan masalah-masalah lainnya yang berkenaan dengan bawahan, dan pada saat itulah para manager tidak “menjaga jarak” dengan bawahannya, atau span of control berkurang, hal itu membuat masalah menjadi sederhana.
Faktor lainnya juga berhubungan dengank dan evaluasi operasional tiap bawahan dan sub unit organisasi; aktivitas-aktivitas ini sangat tergantung pada informasi yang disediakan oleh sistem informasi. Jika masih membutuhkan waktu untuk melakukan aktivitas kontrol dan evaluasi karena informasi dari sistem informasi itu lebih baik, span of control dapat ditambah. Jadi kualitas sistem informasi merupakan elemen penting dalam hal ini: span of control yang lebih besar terhadap sistem informasi yang berkualitas berarti bahwa organisasi bersangkutan membutuhkan sedikit personil, dan ini berarti bahwa sistem informasi yang efektif dapat mengurangi biaya administratif sebuah organisasi.
Ringkasan Informasi
Ringkasan informasi mencakup pengurangan laporan detail tentang aktivitas-aktivitas agar perspektif “big-picture” diperoleh. Sebagai contoh sederhana, jika dua penjualan masing-masing berkisar $12 dan $8, penjualan ini dapat diringkas menjadi total penjualan $20. Hasil-hasil ringkasan, seperti total penjualan $20 tidak menampilkan total dari tiap penjualan yang terjadi.
Ringkasan diperlukan karena seorang manager tidak dapat menerima dan menggunakan semua hal detail tentang kegiatan unit-unit organisasi di level bawah. Tambahan pula, keputusan yang baik biasanya bisa dihasilkan jika berdasarkan analisis terhadap ringkasan informasi dari kegiatan-kegiatan level bawah. Misalnya, seringkali pola atau petunjuk operasional dapat terlihat dengan jelas dalam ringkasan informasi, tapi tanpa ringkasan petunjuk ini akan dikaburkan oleh banyak hal yang muncul.
Hirarki dan Kompleksitas Organisasi
Pada umumnya, lebih besar level hirarkis, lebih kompleks sistem informasinya. Tiap unit organisasi di tiap level menghasilkan informasi yang harus diringkas dan diperuntukkan bagi level lebih tinggi selanjutnya; jadi apabila jumlah level bertambah, kompleksitas sistem informasi juga meningkat. Kompleksitas sendiri merupakan factor utama dalam sistem informasi yang harus dibiayai; sistem yang kompleks lebih sulit dirancang, lebih mahal diimplementasikan. Kompleksitas dalam sistem informasi juga membuka peluang lebih besar untuk terjadinya error pemrosesan data dan malfungsi sistem.
Terlalu banyak level dalam hirarki mungkin berarti bahwa informasi dari level bawah organisasi mengalir sangat lama menuju level yang lebih tinggi di mana informasi itu dibutuhkan untuk pembuatan keputusan di level yang lebih tingginya, sehingga aliran informasi itu terlambat sampai kepadanya. Masalah besar ini disebabkan oleh penambahan waktu yang diperlukan untuk melengkapi informasi tambahan; ringkasan tambahan ini biasanya membutuhkan intervensi manual dalam aktivitas komputerisasi pemrosesan data. Intervensi manual juga menghasilkan peluang tambahan untuk terjadinya error pemrosesan data, jadi keterlambatan tambahan mungkin disebabkan oleh kebutuhan atas koreksi-koreksi kesalahan itu.
Filterisasi Informasi
Ringkasan informasi menyebabkan tiap level di sebuah hirarki menjadi “filter station” yang mana sebuah pilihan tentang banyak hal dibuat, termasuk ringkasan-ringkasan untuk level yang lebih tinggi selanjutnya; apa yang tidak tersedia dapat di “filtered out”. Dalam sebuah sistem komputerisasi kebanyakan keputusan tentang filterisasi dibuat secara formal sebagai bagian dari rancangan sistem, dan keputusan-keputusan ini termasuk bagian dari program komputer.
Bagaimanapun, informasi manual (tidak dikomputerisasi) juga diringkas di tiap level dan dilaporkan ke level yang lebih tinggi selanjutnya. Di sini para manager melanjutkan pembuatan keputusan-keputusan tentang informasi yang tidak diteruskan kepada atasannya, dan mereka mengimplementasikan keputusan ini dengan sederhana tanpa melakukan pengiriman informasi itu. Proses filterisasi ini bisa bermanfaat, bisa juga berbahaya. Juga, filterisasi itu memungkinkan para manager level bawah untuk mengurangi informasi yang dianggap terlalu sepele atau tidak relevan untuk disampaikan kepada para manager di level atas selanjutnya. Di sisi lain, filterisasi berbahaya bagi organisasi ketika para manager menahan (tidak melaporkan) informasi karena dianggap tidak akan menguntungkannya atau karena kepentingan pribadinya.
Untuk meminimalisir peluang negaitf karena filterisasi informasi yang tidak benar, sebaik mendapatkan informasi tambahan yang tidak dimiliki bawahan (yang memberikan laporan), para manager mengembangkan “windows” (jendela, pengawasan) agar mereka dapat memantau level bawah organisasi itu. Windo sederhana merupakan observasi langsung pada aktivitas di level-level bawah; misalnya, mengelilingi paberik dan bicara kepada pekerja, ini memungkinkan pekerja itu memberikan informasi kepada manager yang sebelumnya tidak disampaikan karena difilter. Observasi langsung dapat juga memberikan informasi yang sulit dicantumkan dalam laporan formal, seperti informasi tentang moral dan loyalitas para pekerja atau opininya tentang program penyelamatan paberik.
Pendekatan window lainnya berada dalam sistem komputer yang bisa menampung informasi lengkap tanpa filterisasi sehingga informasi ini bisa “on call” selalu ada (kapanpun dibutuhkan). Informasi detail ini dapat diuji melalui opsi para manager, yaitu: jika mereka ingin memastikan bahwa informasi yang berasal dari bawahan itu menggambarkan situasi sebenarnya atau jika mereka merasa perlu untuk menganalisisnya lebih lanjut. Misalnya, jika seorang manager menginginkan informasi lebih lengkap tentang summary cost variance, rancangan sistem dapat mengijinkan manager itu menguji tentang perbedaan-perbedaan dalam summary cost itu. Informasi ini dapat diminta dari seorang bawahan, tapi bisa juga diperoleh dari hasil pengolah data yang telah langsung diamankan secara komputerisasi di level bawah atau juga dengan langsung mengakses file-file tersebut via terminal komputer jika sistem informasi itu telah dapat melakukan backu datanya.
Seringali, para manager menggunakan “windows” untuk menguji validasi informasi yang mereka terima melalui sistem informasi formal, walaupun mereka tidak mempunyai fakta untuk meragukannya. Ini untuk memastikan bahwa informasi dari sistem informasi formal itu cukup terpercaya.

KONSENTRASI WEWENANG
Literatur manajemen biasanya membahas dua klasifikasi tentang sejauhmana wewenang diterapkan kepada level-level yang berbeda dalam sebuah organisasi; istilahnya adalah “manajemen sentralistik” dan “manajemen disentralistik.” Dalam manajemen sentralistik, top management (manajemen tingkat atas) bertanggung jawab terhadap hampir semua keputusan-keputusan penting, dan pembuatan keputusan sederhana dilimpahkan kepada level-level manajemen di bawahnya. Dalam manajemen disentralistik, beberapa manager level bawah (biasanya kepala divisi) memiliki wewenang untuk membuat keputusan-keputusan penting yang secara langsung mempengaruhi aktivitas unit-unit organisasinya.
Memandang organisasi hanya berdasarkan tipe manajemennya, yakni sentralistik atau disentralistik merupakan sebuah oversimplikasi, karena organisasi jarang yang menerapkan hanya satu tipe manajemen. Banyak aktivitas managerial dan tanggung jawab pembuatan keputusan yang berbeda dalam menentukan lokasi pembuatan kebijakan dan kekuatan administrati dalam organisasi dapat diorganisir dengan cara yang lebih variatif disbanding sekedar penentuan manajemen sentralistik dan disentralistik. Dimensi ketiga (selain manajemen sentralistik dan disentralistik) yang sangat berguna adalah bentuk-bentuk manajemen yang tidak masuk ke dalam istilah manajemen sentralistik atau disentralistik, melainkan menggunakan istilah “manajemen koordinatif” yang kadang-kadang juga disebut  “collegial management,” “joint management,” “collaborative management,” atau “collective management.” Manajemen sentralistik, disentralistik, dan koordinatif akan dibahas di sini.
Manajemen Sentralistik
Manajemen sentralistik mempengaruhi jumlah permintaan pada sistem informasi. Dalam perusahaan besar dengan ribuan produk berbeda terjual di pasar-pasar yang berbeda geografis pula, sejumlah besar informasi berhubungan dengan hanya satu tipe aktivitas pembuatan keputusan, seperti harga produk, harus diterima dan dianalisis oleh para senior manager. Untuk beberapa aktivitas pembuatan keputusan, informasi detail ini harus diterima sesering mungkin, misalnya mingguan, dan harus dalam format standar; jadi semua cabang atau bagian-bagian tambahan harus memelihara tingkat standarisasi yang tinggi dari sistem informasi mereka. Contoh, informasi dibutuhkan oleh para senior manager untuk penentuan harga produk, maka informasi minimalnya mencakup:
(1) permintaan untuk tiap produk di masing-masing lokasi,
(2) jumlah dan biaya produksi, dan
(3) harga, barang yang dijual, dan aktivitas penjualan para pesaing.
Sistem informasi dari organisasi manajemen terpusat harus dirancang untuk memberikan sejumlah informasi detail tentang operasional dan pasar kepada top management. Hasilnya sering terjadi kemacetan aliran informasi yang terlalu menumpuk. Tidak hanya sistem informasi itu terlalu terbebani, tetapi juga para manager tingkat atas menderita karena informasi yang melebihi kapasitas, kondisi di mana terlalu banyak informasi yang disampaikan kepada para manager pembuat keputusan, membuat mereka tidak dapat menganalisisnya dengan cepat, dan tidak mampu membuat keputusan dengan tepat waktu. Konsekuensi keterlambatan pembuatan keputusan berarti bahwa organisasi secara keseluruhan tidak dapat bergerak cepat menyikai perkembangan-perkembangan di sekitarnya, seperti reduksi harga oleh pesaing, penambahan atau pengurangan persediaan barang tertentu.
Pada umumnya dalam organisasi kecil dan menengah, informasi yang dibutuhkan oleh para pembuat keputusan dapat diperoleh melalui manajemen sentralistik secara tepat waktu. Dan para manager ini akan mampu menggunakan informasi secara efektif. Jadi, organisasi kecil seharusnya memiliki hanya sedikit level dalam hirarki yang akan dilalui informasinya, agar mudah mengontrol perubahan, keterlambatan, atau filterisasi informasi secara tepat, juga tidak boleh semua informasi dimasukkan (untuk dipergunakan level lain), agar tidak mempersulit para manager dalam mengorganisir dan menggunakan informasi secara efektif.
Gambaran umum di atas menyatakan bahwa sistem informasi yang lebih baik dan manajemen sentralistik dari sebuah organisasi yang agak besar dapat berjalan secara efektif. Pengenalan sistem sistem informasi bisinis terkomputerisasi sejak tahun 1960 dan perbaikan yang terus dilakukan sejak sistem itu dianggap penting, semua pihak sepakat, organisasi yang tidak terlalu besar saat ini bisa menggunakan manajemen sentralistik seperti yang telah dilakukan sebelumnya, jika mau.
Manajemen Disentralistik
Kebanyakan organisasi besar menyerahkan wewenang pembuatan keputusannya secara disentralistik kepada sub unit-sub unit, yang biasa disebut “divisi’ dan diorganisir sebagai pusat keuntungan. Dalam organisasi disentralisasi ini biasanya menjadikan adaptasi lebih cepat dilakukan terhadap perubahan-perubahan di sekitar karena keputusan-keputusan dapat dibuat oleh para para manager yang mengetahui terlebih dahulu tentang kondisi operasional terbaru.
Perbedaan ini di bagian pembuatan keputusan mengubah kompleksitas sistem informasi yang dibutuhkan. Hal yang pertama dan utama, sistem informasi dari sebuah organisasi disentralistik tidak mengalami penumpukan informasi tentang operasi-operasi yang terus bertambah. Hal ini dapat menyederhanakan sistem informasi. Kedua, sistem informasi operasional dari divisi-divisi organisasi disentralistik tidak perlu distandarisasikan tapi dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-msing divisi, yang mungkin bervariasi.
Walaupun informasi detail dalam bentuk estándar tidak diminta oleh kepala divisi disentralistik, namun para manager divisi bertanggung jawab kepada kepala divisi atas tindakan yang diambilnya. Kontrol manajemen oleh kepada divisi dilakukan berdasar pada laporan global periodik yang disajikan oleh sistem informaasi untuk kepala divisi itu. Minimalnya, laporan-laporan ini akan mencakup tentang jabatan dan pendapatan bulanan serta laporan keuangan global, juga keadaan keuangan perusahaan. Tiap sistem informasi divisi harus dirancang untuk menyediakan informasi evaluasi aktivitas periodik ini, yang mungkin berupa format estándar, maupun format dihasilkan oleh sistem informasi nonstandar.
Manajemen Koordinatif
Bentuk manajemen ini mencakup usaha-usaha kolaboratif efektif dalam aktivitas-aktivitas manajemen; jadi berbagai manager dari level yang berbeda dalam organisasi sering berpartisipasi dalam pembuatan keputusan-keputusan penting. Manajemen koordinatif bermanfaat ketika level bawah dan para senior manager memiliki informasi vital untuk pemrosesan keputusan dan ketika informasi ini harus disatukan untuk efektivitas manajemen. Biasanya para manager level bawah memiliki informasi tentang operasi-operasi dan lingkungan sekitar subunit yang ada, dan para senior manager memahami tujuan-tujuan organisasi dan memiliki pengetahuan umum tentang keseluruhan aktivitas dan status organisasi. Ini sering terjadi pada kasus operasi internacional, contohnya, di mana para manager local suatu negara memiliki pengetahuan penting tentang pasar local negaranya dan di mana para headquarters managers memiliki pemahaman tujuan global, kondisi ekonomi global, dan pasar-pasar uang internacional. Informasi yang dimiliki oleh para headquarters managers dan local harus disatukan agar keputusan-keputusan yang optimum untuk semua perusahaan dapat dibuat.
Sistem informasi yang dibutuhkan untuk manajemen itu cukup kompleks. Salah satu alasannya, bahwa informasi yang banyak tentang aktivitas-aktivitas manajemen harus disediakan oleh sistem untuk mendukung aktivitas para manager. Alasan lainnya berkaitan dengan evaluasi tindakan, yang mana lebih sulit dalam organisasi koordinati karena berbagai manager boleh berpartisipasi dalam keputusan tertentu, yang membuatnya bertanggung jawa kepada semua participan. Dalam realitanya informasi yang disajikan untuk evaluasi tindakan harus memiliki dimensi kepuasan ekstra—dimensi yang menjembatani perbedaan antara hasil operasi yang diakibatkan oleh manager tertentu dan yang diakibatkan oleh semua participan keputusan-keputusan yang telah di-shared.
Sharing tanggung jawab dalam organisasi-organisasi koordinatif kadang-kadang dirumuskan dengan pembuatan bentuk matriks organisasi di mana fungsi-fungsi seperti produksi dan pemasaran di-managed secara hirarkis dan line produk di-managed bersamaan dengan line fungsional (atau viceversa). Bentuk matriks organisasi untuk organisasi sederhana (kecil) tampak pada gambar 1.2. Para manager fungsional dalam pemasaran, produksi, dan keuangan memiliki tanggung jawab menyeluruh untuk semua line produk dan tiap sharing tanggung jawab untuk line produk tertentu dengan manager khusus dalam line produk. Sebagai gambaran, keputusan-keputusan pemasaran untuk line produk A dibuat bersamaan oleh manager pemasaran fungsional dan manager pemasaran line produk A, keputusan-keputusan produksi dibuat bersamaan oleh manager produksi fungsional dan manager produksi line produk A, dan sebagainya. Tiap pasangan manager pembuat keputusan membutuhkan informasi serupa tentang line produk A dari sistem informasi, tapi masing-masing juga membutuhkan informasi latar belakang yang berbeda. Contohnya, manager pemasaran fungsional harus familiar dengan ektvitas-aktivitas marketing dadri semua line produk lainnya, dan manager pemasaran line produk A membutuhkan informasi tentang tempat pemasaran untk produk-produik dari line produk A.

Functions
President
Product line
Product line A
Product line B
Product line C
Marketing manager
Production manager
Financial manager


Walaupun banyak organisasi telah mengadopsi sistem manajemen matriks formal, hampir semuanya menggunakan manajemen matriks hanya untuk bagian operasionalnya. Untuk manajemen matriks kompleks yang digunakan dalam sebuah organisasi, redudansi sistem informasi virtual dibutuhka; jadi sistem informasi yang lengkap dan line produk dibuat untuk organisasi-organisasi fungsional. Masing-masing harus saling menyediakan dan menerima informasi; jadi, keduanya tidak terpisah tapi saling terkait dalam cara-cara yang sangat kompleks.
Manajemen Matriks
Struktur matriks dapat bekerja tanpa kekuatan pemrosesan komputer dan perkembangan terbaru komputer dalam menciptakan sistem informasi yang kompleks. Lebih jauh lagi, sebagaimana teknologi sistem informasi berkembang terus semakin baik, manajemen matriks juga akan dapat lebih mudah dikerjakan daripada yang sebelumnya. Sistem pemrosesan data terdistribusi meningkatkan efektivitas manajemen matriks karena sistem-sistem itu membuat informasi yang sama lebih siap saji bagi para manager di bagian yang berbeda.

FUNGSI-FUNGSI ORGANISASI
Sederet aktivitas yang sangat berhubugan satu sama lain disebut fungsi organisasi. Misal, memelihara data alamat karyawan, memelihara laporan tentang pengalaman kerja mereka yang up-to-date, dan mengatur data faktual lainnya tentang karyawan adalah aktivitas-aktivitas yang dianggap bagian dari fungsi personalia.
Organisasi memiliki beberapa fungsi utama. Organisasi yang berbeda akan mengaturnya dengan cara berbeda pula, fungsi-fungsi khusus dari kebanyakan organisasi manufaktur tampak pada gambar 1.3. Sejumlah aktivitas fungsional lainnya mungkin ada dalam perusahaan.
Tiap fungsi biasanya memiliki sistem informasi sendiri. Perusahaan manufaktur memiliki paling sedikir 15 sistem informasi fungsional utama dan tidak kurang darii tu. Gambar 1.4 menampilkan bahwa tiap bagian fungsional memiliki hirarki sendiri; tiap sistem informasi fungsional akan parallel dengan hirarkinya.
Aliran informasi cross-functional juga bisa sangat luas; misalnyam para manager pembelian harus menerima informasi dari fungsi manufaktur tentang Schedule produksi mendatang untuk tiap produk seperti halnya tentang kuantitas vahan-bahan dan komponen-komponen yang digunakan selama produksi. Informasi dari bagia fungsional dialirkan ke sistem informasi bagian fungsional lainnya, mudah diselesaikan dan diperhitungkan oleh ukuran derajat integrasi sistem informasi organisasi.

GAYA MANAJEMEN
Gaya manajemen dan proses-proses manajemen adalah faktor utama dari lingkungan internal organisasi. Keduanya menentukan bagaimana sebuah organisasi beroperasi, menciptakan “personaliti”-nya dan mempengaruhi tindakannya. Gaya dan proses juga mempengaruhi struktur sistem informasi yang dibutuhkan oleh sebuah organisasi.
Fungsi-Fungsi Utama dari Perusahaan Manufaktur
Personalia:
Mencakup perekrutan, training, dan bimbingan karyawan sebaik pada pemeliharaan laporan karyawan dan work-force planning.
Produksi:
Mencakup semua aktivitas-aktivitas yang langsung berkaitan dengan produksi barang.
Mekanik (keahlian teknik):
Apabila produk-produk sangat kompleks dan penting, fungsi mekanis harus membantu merancang produk-produk itu, mengembangkan spesifikasi yang harus dijalankan selama proses produksi, dan merancang sistem produksi.
Distribusi:
Fokus pada perputaran produk perusahaan di objek pemasaran (pasar).
Accounting:
Memelihara laporan-laporan transaksi keuangan, aset, dan passiva; membuat laporan keuangan, dan menjalankan sistem control keuangan. Aktivitas-aktivitas keuangan meliputi proses transaksi, accounts receivable billing and collection, persiapan penggajian, dan pembuatan laporan pemegang saham.
Pembelian:
Fokus pada pengadaan bahan-bahan mentah, komponen dan supply; mencakup pemeliharaan file-file history vendor dan menyeleksu vendor, mempersiapkan order pembelian, dan membuat serta memelihara rumusan EOQ (Economic Order Quantity) yang secara otomatis menentukan ukuran order pembelian yang optimum.
Manajemen Gudang:
Memelihara control fisis terhadap supply, bahan, komponen, dan produk jadi.
Manajemen Informasi:
Mencakup pengembangan, pengoperasian dan pemeliharaan sistem informasi komputer yang menyempurnakan pemrosesan data.
Perbendaharaan:
Menangani aktivitas-aktivitas keuangan organisasi, fokus pada struktur modal, dan biasanya me-manage cash-nya.

Top management
Middle management
Lower management
Fungsi-Fungsi dan Hirarki dalam Perusahaan manufaktur
Gaya manajemen terdiri dari aspek-aspek selera dari aktivitas-aktivitas manager yang berpartisipasi dalam proses-proses manajemen. Unsur terpenting dari gaya/style adalah bagaimana para manager mempergunakan waktunya; misal, seorang manager yang menganalisis laporan-laporan produksi dengan hati-hati memiliki gaya yang berbeda dibandingkan manager lainnya yang secara sering “jalan-jalan”. Aspek penting dari gaya managerial lainnya adalah  cara seorang manager mengatur hubungan interpersonal.
Gaya manajemen adalah konsekuensi dari kualitas pemikiran manager dan pengalaman serta pelatihannya yang telah membentuk proses-proses pemikiran manager itu. Dua manager dengan gaya yang sangat berbeda mungkin akan mendapatkan kesimpulan yang sama, atau dua manager dengan gaya yang serupa mungkin akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Bagaimanapun juga, gaya manajemen mempengaruhi informasi yang dibutuhkan oleh manager. Manager produksi yang menganalisis laporan-laporan produksi dengan hati-hati harus didukung oleh sistem informasi formal ekstensif, sementara manager produksi yang suka “jalan-jalan”, bicara secara ekstensif kepada para supervisor, menghitung produk yang tersisa, dan bertanya kepada karyawan menyangkut masalah-masalah yang sedikit membutuhkan sistem informasi formal.
Sifat Pemikiran Manusia
Gaya manajemen sangat dipengaruhi oleh kualitas pemikiran seorang manager. Bakat dasar, karakteristik pemrosesan informasi dari pikiran, dan efek-efek pengalaman masa lalu pada penentuan pola pikir harus diperhatikan.
Bakat dasar dapat diberi istilah “kecerdasan murni.” Kecerdasan murni sangat mempengaruhi kemampuan orang untuk membuat data menjadi bermakna, meninterpretasikan situasi dan instruksi kerja, mengikuti instruksi-instruksi dalam lingkungan kerja, dan menganalisis permasalahan yang kompleks. Sistem informasi harus dirancang dalam pertimbangan level kecerdasan murni yang memungkinkan. Seorang pekerja dengan kecerdasan rata-rata tidak akan mampu memanfaatkan sistem informasi yang kompleks; sistem informasi yang sederhana lebih dibutuhkannya. Ketika lingkungan kerja memerintahkan untuk membuat sistem informasi yang kompleks, orang-orang yang menggunakan sistem informasi itu harus memiliki level kecerdasan murni yang tinggi dan tepat.
Pemikiran manusia juga berbeda dengan respek terhadap jenis-jenis kemampuan pemrosesan informasi. Satu eksperimen menunjukkan bahwa secara fundamental terdapat empat kualitas pemikiran manusia yang berbeda, seperti tampak pada gambar 1.5.
Pada gambar ini, dimensi horizontal berhubungan dengan bagaimana seorang manager mengevaluasi informasi. Seorang manager dengan pemikiran sistematis cenderung menyelesaikan masalah dengan menyusunnya dalam istilah-istilah metode solusi yang pasti dan sistematis. Jenis manager ini bagus dalam menghadapi permasalahan yang memiliki struktur pokok inherent. Contoh, permasalahan dalam pembukuan accounting biasanya memiliki struktur pokok inherent; semua atau kebanyakan informasi dibutuhkan untuk menghadapi permasalahan yang ada, dan permasalahan itu dapat diatasi dengan cepat oleh seorang akuntan dengan pemikiran yang sistematis. Untuk seorang manager dengan pemikiran sistematis, sistem informasinya harus mengantisipasi metode solusi tersebut yang akan digunakan dan harus menyediakan informasi dalam bentuk yang dibutuhkan untuk metode itu. Contoh, jika sebuah keputusan mencakup análisis tentang komponen-komponen pendapatan bersih dari line produk sebuah divisi, sistem informasi harus menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk mempersiapkan pembuatan laporan pendapatan, atau harus benar-benar langsung menyediakan laporan pendapatannya. Kadang-kadang metode itu sendiri mungkin bagian dari sistem informasi; contoh, metode análisis itu memungkinkan model komputer yang menganalisis sendiri suatu data dan menyediakan hasil-hasil untuk managernya. Para akuntan, insinyur, dan bagian komputer teknis, misalnya para programmer dan analis, biasanya memiliki pemikiran-pemikiran sistematis.

Preceptive
Systematic
Intuitive
Receptive A
Receptive C
Receptive D
Receptive B

Karakteristik Pemikiran Manusia
Manager dengan pemikiran intuitif mungkin melakukan trial and error untuk menguji solusi-solusi yang variatif. Mereka dapat mendekati permasalahan ill-structured dan dengan cepat menemukan solusi-solusi yang tepat sebagai dasar pertimbangannya dikembangkan dari pengalaman sebelumnya. Para manager seperti ini kurang membutuhkan model-model komputer yang tepat dan algoritma solusi spesifik berbeda dengan para manager dengan pemikiran sistematis, yang mana mereka kurang memungkinkan untuk menggunakan metode-metode khusus jika mereka memiliki peluang yang serupa.
Dimesi vertikal dari gambar 1.5 berhubungan dengan apakah pemikiran seorang manager sesuai dengan hal-hal detail atau hal-hal global. Beberapa manager menjadi ‘terbenam mendalam’ pada perincian data selama analisis dan pembangunan solusi didasarkan pada penggunaan informasi detail ekstensif. Ini adalah para manager dengan pemikiran receptif. Mereka sering mengkritik karena mereka “tidak bisa melihat pepohonan yang ada di hutan.”
Para manager dengan pemikiran preceptif cenderung fokus pada hubungan antara elemen-elemen data seperti halnya mereka mengumpulkan dan memproses informasi. Mereka mungkin dengan cepat menguji beberapa hal detail yang ada untuk menemukan cara yang paling relevan untuk menggabungkan data dan menentukan hubungan antar elemen data tersebut. Para manager ini kemudian mengembangkan solusi berdasarkan beberapa hubungan kunci yang menyediakan informasi global. Para manager dengan pemikiran preceptif tidak mengetahui “jenis pohon apa yang ada di hutan.”
Para manager dengan pemikiran receptif mungkin lebih sering memiliki pelatihan teknis dan pengalaman yang ektensif; pemikiran preceptif lebih memungkinkan untuk memiliki pelatihan dan pengalaman yang lebih luas dan lebih global, seperti pendidikan ilmu-ilmu sastera liberal dan gelar MBA. Jelas pendekatan-pendekatannya berbeda dalam mengatasi masalah dari dua tipe manager ini yang mana harus direfleksikan dalam sistem informasi yang harus dirancang untuk mereka masing-masing. Manager dengan pemikiran receptif menginginkan informasi detail agar dengan hati-hati mengembangkan dan mendokumentasikan solusi yang dibuat berdasarkan informasi ekstensif. Di lain pihak, bagi seorang manager dengan pemikiran preceptif, sistem informasi itu harus dirancang untuk hubungan pokok saja (misalnya, perbandingan-perbandingan keuangan) lebih disukai dari pada menyediakan terlalu banyak informasi detail.
Pada gambar 1.5, manager A memilki pemikiran yang menggabungkan karakteristik intuitif dan preceptif. Pemikiran seperti ini merasa hubungan dan penyatuannya ke dalam perspektif global tentang masalah ill-structured sering melibatkan pertimbangan berbagai alternatif. Pemikiran manager ini tidak membangun solusi setahap demi setahap dengan hati-hati, tapi melewatkan beberapa langkah-langkah intermédiate yang secara intuitif terlihat tidak mungkin bermanfaat, agar suatu proses bisa dilakukan dengan cepat. Langkah pembiaran (loncatan) ini kadang-kadang menunjukkan sebagai “langkah intuitif.” General Line atau staff managers mungkin memiliki pemikiran intuitif, preceptif; mereka mencari gambaran umum, dan dengan itu hutan lebih disukai daripada pohonnya untuk mereka observasi dan evaluasi. Sistem informasi harus dibuat untuk menyediakan ikhtisar ini.
Manager B, dengan pemikiran yang menggabungkan pemikiran sistematis dan receptif, memproses sejumlah besar data detail dalam bentuk yang sistematis dan lebih suka menggunakan metode analisis yang telah dikembangkan dengan baik. Tipe manager ini, yang memungkinkan menjadi sistem analis, insinyur, pustakawan, atau akuntan, membutuhkan sistem informasi yang menyediakan sejumlah besar informasi detail. Jika sistem informasi ini tidak menyediakan metode analisis tersebut, manager B harus memiliki level tinggi tentang pelatihan mengatasi masalah yang diperlukan untuk membangun informasi detail.
Beberapa pemikiran manager mungkin mengandung gabungan dari sifat-sifat yang tampak pada point C dan D pada gambar 1.5. Manager C, misalnya, menggabungkan preferensi pemikiran sistematis untuk suatu pendekatan, atau dari metode spesifik, mengatasi masalah dengan kecenderungan pemikiran preceptif dapat mewujudkan suatu hubungan. Contoh, ahli psikologi yang mengkhususkan diri dalam pengembangan atau penggunaan pendekatan umum untuk menjelaskan, mengukur, atau menganalisis hubungan sosial di antara manusia, sebagaimana dicontohkan oleh ahli psikologi Freudian, ternyata manusia itu memiliki jenis pemikiran ini.
Para manager yang bekerja dengan informasi detail dan baik dalam menghadapi permasalahan ill-structured adalah seperti manager D. Tidak seperti manager A, yang menggunakan data mínimum dan mengandalkan pengalaman untuk membentuk pertimbangan-pertimbangan dan membuat keputusan-keputusan, manager D mendasari pertimbangan dan keputusan pada data pokok daripada berdasarkan pengalaman personal. Manager D sangat bagus dalam mengubah situasi ketika tidak ada keputusan yang “benar” dan tegas tapi memiliki fakta-fakta untuk dijadikan dasar sebuah pendapat, maka keputusan bisa dihasilkan. Para pengacara mungkin memiliki tipe pemikiran ini—bidang permasalahan dalam kasus besar sering ill-structured, dan posisi legal harus dibangun berdasarkan análisis terhadap sejumlah besar informasi faktual tentang kasus-kasus yang bisa dijadikan perbandingan.

Pemrosesan Informasi oleh Empat Tipe Manager*
TUGASManager A:Intuitif, Preceptif
Manager B:Sistematis Receptif
Manager C:Preceptif Sistematis
Manager D:Receptif, Intuitif
Metode Analisis:Menggunakan aturan-aturan pokok seperti “calon manager harus saling berhubungan baik” dan “calon manager tidak boleh membuat kesalahan besar,” jadi harus mampu mengeliminir pesaing yang sangat banyak. Membuat evaluasi-evaluasi keputusan tentang dua atau tiga kandidat yang terseleksi dengan memperhatikan sejauh mana kesesuaian mereka dengan syarat-syarat posisi baru itu.
Informasi yang digunakan:
Pengalaman personal para kandidat, sedikit informasi dari file-file pribadinya, dan job deskripsinya. Sementara informasi dari sistem informasi formal pasti dibutuhkan, meskipun sedikit.
Metode Analisis:Review job deskripsi untuk menentukan sifat-sifat spesifik yang dibutuhkan dalam posisi baru dan evaluasi dengan teliti terhadap kemampuan kandidat, mungkin dengan mempersiapkan diagram perbandingan atau spreadsheet. Menampilkan análisis komparatif mendetail dari masing-masing kandidat menyangkut pengalaman kerjanya. Keputusan itu jatuh pada siapa yang terbaik berdasarkan análisis ini.
Informasi yang digunakan:
File-file personal yang lengkap untuk tiap kandidat, job deskripsi, dan penjelasan yang detail dari kandidat. Sistem informasi formal harus menyediakan informasi ekstensif.
Metode Analisis:Mempertimbangkan gambaran umum dan struktur kerangka kerja yang kohesif secara sistematis mencakup spesifikasi sifat-sifat yang harus dimiliki kandidat pemenang; review tapi hanya mengandalkan pada job deskripsi untuk penentuan sifat yang dibutuhkan. Gabungan profil dari tiap kandidat dapat mendasari keputusan promosi; apabila sifat-sifat ini dimiliki semua kandidat, keputusan dirasa berat secara subjektif.
Informasi yang digunakan:
Membutuhkan sistem informasi yang menyediakan informasi yang relevan yang bisa digunakan untuk meminimalisir análisis mendetail yang dibutuhkan dan yang bisa menjadi dasar sistematis untuk pembuatan keputusan.
Metode Analisis:Meneliti melalui semua informasi yang ada dengan cara yang tidak terstruktur dan tanpa ide jelas dalam mengembangkan informasi yang yang dibutuhkan. Kesimpulan sedikit demi sedikit diambil dari análisis detail yang menentukan kandidat terbaik, kemudian manager ini mengandalkan pengalamannya untuk menentukan mana kandidat yang bisa diterima sesuai dengan posisi baru.
Informasi yang dibutuhkan:
Semua informasi detail yang ada digunakan, tapi karena informasi ini biasanya tidak terorganisir ke dalam sebuah struktur oleh manager D dan karena tidak ada metode análisis spesifik yang digunakan, maka tidak selalu jelas informasi apa yang digunakan dalam pemrosesan keputusannya.

* Masing-masing dari  empat tipe manager yang digambarkan di atas harus memutuskan calon manager mana yang harus dipromosikan untuk mengisi suatu lowongan managerial.
Para manager dengan tipe-tipe pemikiran yang berbeda membutuhkan tipe-tipe sistem informasi yang berbeda pula, seperti yang tampak pada gambar 1.6. Biasanya benar bahwa banyak sistem informasi di level bawah organisasi harus menyediakan struktur yang tinggi, format dengan hati-hati, informasi detail karena konsentrasi terbesar dari para pembuat keputusan dengan pemikiran sistematis, receptif berada di level-level bawah. Lain halnya, para senior manager yang lebih mungkin memiliki pemikiran intuitif, preceptif, dan sistem informasi yang dirancang untuk mereka biasanya harus menyediakan informasi detail minimal yang memfasilitasi pengenalan hubungan antar elemen-elemen informasi yang ada.
Proses-proses pemikiran yang secara mendasar dari pemikiran sistematis, receptif  dan intuitif, pemikiran preceptif memiliki efek-efek langsung pada perancangan dan pengembangan sistem informasi. Individu-individu yang pemikirannya memproses informasi dan yang menghasilkan keputusan-keputusan dalam cara yang sangat berbeda sering memiliki kesulitan untuk saling berkomunikasi. Kebanyakan para analis sistem dan programmer-orang yang merancang dan membangun sistem informasi-memiliki pemikiran sistematis, receptif, sementara para senior manager (para manager menengah dan yang dibawahnya) lebih mungkin memiliki pemikiran intuitif, preceptif. Karena dua kelompok orang ini cara berpikirnya berbeda, mereka memiliki pemahaman yang berbeda dalam  cara pandang terhadap suatu masalah. Melemahkan pemahaman yang teliti terhadap kebutuhan sistem informasi para senior manager, dan tidak mampu berkomunikasi secara efektif dengan para manager tentang kebutuhan-kebutuhan para anális dan programmer yang cenderung merancang sistem informasi untuk para senior manager di kala mereka membutuhkannya. Sistem informasi ini menyediakan hal detail yang ekstensif, yang mana kebanyakan para senior manager tidak ingin memilikinya, dan mereka mengambil metode-metode análisis sistematis tingkat tinggi, yang kebanyakan para senior manager tidak menggunakannya. Masalah ini biasanya sangat banyak terjadi di level-level atas organisasi, walaupun masih ada di level-level managerial lainya.
Pemrosesan Informasi dan Pola Pikir manusia
Gambaran sederhana dari pemrosesan informasi oleh manusia tampak pada gambar 1.7.  Seperti ditunjukkan pada gambar itu, terdapat dua tipe memori—short-term (ingatan jangka pendek) dan long-term (ingatan jangka panjang). Long-term memory terdiri dari sejumlah besdar—ribuan atau jutaan—pola informasi yang saling berhubungan, masing-masing memiliki satu atau lebih ‘impression” (kesan). Masing-masing impression mengandung kumpulan elemen-elemen informasi yang saling berhubungan.
Sebuah pola bisa didasari oleh pengalaman masa lalu dalam bidang tertentu. Misalnya, satu pola mungkin memiliki banyak impression berdasarkan pengalaman-pengalaman masa lalu dalam pembelian mobil, dan pola lainnya mungkin terdiri dari beberapa impression berdasarkan pengalaman yang terkait dengan keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian keuangan yang relatif muncul karena peminjaman bukan karena menjual stok modal. Impression biasanya dibangun dari gabungan informasi faktual, informasi subjektif, opini-opini yang disediakan oleh orang lain, dan prasangka serta anggapan. Anggapan seksual dan rasial, contoh, dapat berpengaruh besar terhadap impression dan opini seorang manager, tentang produktivitas karyawan tertentu.
External
Stimuli

Short-term memory

Long-term memory

Analysis

Analysis
Gambar 1.7
Pemrosesan informasi oleh otak
Short-term memory mencakup elemen-elemen data yang sangat dibutuhkan sesegera mungkin dan impression yang berasal dari lingkungan eksternal. Ini menstimulus long-term memory. Stimulus ini mampu menjadikan data bisa dibaca berdasarkan laporan produksi, data berdasarkan observasi para ahli mesin, data yang disajikan secara global oleh supervisor departemennya, atau data yang berasal dari sumber-sumber lain yang sangat variatif.
Sebuah stimulus, masuk ke dalam short-term memory menggerakkan kemampuan asosiatif kompleks yang unik di tiap otak; kemampuan asosiatif ini memanggil pola-pola short-term memory dari short-term memory yang dihubungkan kepada stimulus yang masuk ke dalam short-term memory. Ingatan ini besifat selectif, tidak lengkap, dan berubah-ubah. Pola-pola yang relevan tidak mungkin dilupakan, pola-pola tidak relevan mungkin dilupakan, dan bagian-bagian penting dari pola itu mungkin bisa dilupakan secara temporer maupun permanen (“kegagalan memori”), sehingga tidak tersimpan dalam ingatan. Stimulus eksternal (informasi baru yang diterima) dan pola-pola yang ada dibandingkan dan digabungkan dalam short-term memory, dan penggabungan ini selanjutnya dianalisis oleh otak. Kemudian sebuah keputusan dibuat, contoh, sebuah keputusan untuk melakukan tindakan atau “keputusan gagal” untuk tidak melakukan tindakan. Dus, aktivitas pembuatan keputusan berdasarkan pada informasi terbaru (eksternal stimulus) dan pengalaman masa lalu (pola-pola ini disebut short-time memory).
Ketika proses-proses pemikiran ini terjadi, pola-pola dalam short-term memory juga bertambah; proses-proses itu mungkin direvisi dan diperluas berdasarkan informasi baru ditambah oleh stimulus eksternal dan análisis otak terhadap situasi yang ada. Hal baru, pola yang bertambah adalah sebuah hasil, dan ini dikembalikan ke long-term memory untuk menunggu ingatan berikutnya. Untuk sementara, porsi pola-pola itu mungkin dilupakan atau tetap diingat, dengan hasilnya bahwa ingatan berikutnya mungkin tidak lengkap atau tidak akurat.
Short-term memory memiliki kapasitas terbatas dan dapat dengan mudah dibebani sekali oleh input tentang ítem data baru yang terlalu banyak. Ítem data itu penting untuk pembuatan keputusan managerial. Contoh, kuantitas yang banyak tentang fakta-fakta sebagai stimulus eksternal, seperti gambaran laporan keuangan, mungkin menggunakan semua kapasitas short-term memory dan dianalisis secara terpisah dari pola-pola yang ada di long-term memory; ini akan mengurangi biaya pembuatan keputusan. Alternatifnya, beberapa pola, masing-masing “data ítem” yang mempersatukan beberapa impression, bisa diproses secara simultan bersama fakta-fakta stimulus eksternal; ini akan menyajikan dasar pembuatan keputusan yang lebih lengkap dengan penggambaran ekstensif pada pengalaman-pengalaman manager bersangkutan. Maka disarankan bahwa pembuat keputusan harus diberi sedikit stimulus eksternal dan stimulus-stimulus ini harus diseleksi secara parsial untuk membantu pola-pola long-term memory manager agar memperkaya pengalaman masa lalunya, sehingga pola-pola itu bisa menjadi pengaruh utama dalam pembuatan keputusan seorang manager.
Saat ini tidak terdapat teknik-teknik perancangan sistem yang secara spesifik dan pasti dapat membantu menghasilkan stimulus penentu pola-pola long-term memory yang tepat. Jaminan terbaik bahwa sebuah sistem akan memiliki kemampuan seperti itu dapat dirancang oleh orang-orang yang memiliki otak pemroses data yang serupa dengan para manager yang akan menggunakan sistem informasinya dengan rancangan user-manager sendiri. Biasanya, ini adalah ekspektasi tidak realistis, walaupun realistis untuk mengharapkan para manager mengartikulasikan kebutuhan-kebutuhan informasi mereka untuk para designer sistem. Aturan pokok rancangan sistem adalah bahwa para user-manager harus secara mendalam dilibatkan dalam proses perancangan. Sistem yang dirancang tanpa melibatkan user-manager mungkin tidak akan menghasilkan stimulus eksternal yang dibutuhkan dan tidak mungkin sukses.
Pertimbangan lain adalah bahwa sistem informasi harus dirancang sebesar mungkin untuk menggantikan ketidakmampuan mannager untuk mengingat pola-pola yang bersifat long-term memory secara menyeluruh dan akurat. Beberapa pola-pola itu sangat penting adanya yang mana merupakan bagian dari informasi yang disediakan sebelumnya oleh sistem informasi bersangkutan. Sementara sistem informasi itu tidak harus secara rutin menyediakan informasi yang tela hada di masa lalu, hal itu harus distrukturisasi agar informasi ini tersedia bagi para manager yang membutuhkannya untuk me-refresh memori mereka.
Bentuk-Bentuk Preferensi Informasi dari Yipe Manager Terpilih
Kelompok Managerial Format Informasi yang Disukai
Akuntan                                  Tabulasi finansial dan laporan keuangan
Manager Keuangan                 Grafik dan tabulasi finansial
Engineers                                Grafik
General manager                     Deskripsi naratif
Pengacara                                Ringkasan naratif dalm bentuk kasus
Ahli manajemen                      Formulasi dan model permasalahan matematik
Gambar 1.8
Cara yang ada dalam stimulus eksternal dipresentasikan kepada seorang manager yang bisa sangat mempengaruhi bagaimana manager itu memproses informasi dengan efisien. Eksperimen-eksperimen telah menetapkan bahwa informasi keuangan yang disajikan dalam bentuk grafik akan lebih siap diterima dan dipahami oleh kebanyakan manager daripada informasi serupa yang disajikan dalam bentuk laporan keuangan. Grafik-grafik komputer merupakan laporan informasi terkomputerisasi dalam bentuk grafik-grafik, dan ini merupakan satu asepk dari sistem informasi yang sekarang mendapatkan perhatian besar.
Untuk beberapa manager, informasi yang disajikan dalam bentuk naratif juga lebih mudah dipahami daripada informasi yang disajikan dalam bentuk laporan keuanga. Gambar 1.8 menampilkan bentuk-bentuk informasi yang secara tradicional lebih disukai oleh para manager dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda. Perancang sistem harus sensitif terhadap preferensi para manager dalam merancang sistemnya.
Impression yang merupakan pola dalam long-term memory, sebagaimana telah dibahas, merupakan hal subjektif. Sebuah impression masuk sebagai stimulus eksternal diinterpretasikan berdasarkan pola-pola yang ada; dus beberapa persepsi manager terhadap situasi yang sama mungkin sekali berubah-berubah, berdasarkan latar belakang dan pradugaya. Contoh, seorang penjual mungkin merasa bahwa mendapatkan 95% dari target penjualannya mengatkan baik (“Saya hampir mencapai target”), sementara supervisor penjualan mungkin merasa prestasi ini tidak cukup (“Jane tidak mencapai target penjualan yang telah ditetapkan”). Untuk menghindari interpretasi berbeda dari fakta-fakta yang sama, sistem informasi harus dirancang, sebisa mungkin, untuk mengurangi ambiguitas tentang informasi yang disajikan. Pada contoh di atas, misalnya, sistem informasi harus memperjelas terhadap interpretasi supervisor yang hanya melihat penjualan kurang dari 100% dari target penjualan merupakan tindakan yang mengecewakan.
KARAKTERISTIK MANAGER
Para manager memiliki karakteristik personal yang mempengaruhi sikap-sikapnya terhadap sistem informasi, kebutuhan informasinya, dan cara-cara di mana mereka berinteraksi dengan sistem. Apabila membaca pembahasan selanjutnya, mahasiswa harus mengingat betul pembahasan ini walaupun sedikit, bahwa para manager bisa saja menyesuaikan diri terhadap laporan detail yang ada, namun beberapa laporan global bisa juga dibuat.
Para manager cenderung menghindari untuk mempercayakan pada sesuatu yang tidak mereka pahami, dan banyak sekali manager yang tidak memahami sistem komputer sehingga tidak mempercayainya. Karena alasan serupa, para manager juga tidak mempercayai model-model corporate terkomputerisasi yang ditawarkan kepada mereka sebagai bantuan dalam membuat keputusan. Jadi, sistem dan model komputer tidak mungkin digunakan secara keseluruhan oleh para manager, yang mungkin lebih suka mengumpulkan dan memproses informasinya berdasarkan sumber-sumber yang mereka miliki sendiri. Para manager harus didorong untuk memahami sistem komputer organisasinya, karena jika mereka mendapatkan pemahaman ini, mereka akan lebih menginginkan untuk menggunakan sistem-sistem terkomputerisasi itu.
Untuk menfasilitasi pemahaman managerial ini, sistem informasi harus dibuat sesederhana mungkin. Sistem sederhana tidak mengkhawatirkan personil clerical dan managerial. Model-model komputer, misalnya, lebih disukai yang kecil agar mereka dapat lebih mudah memahaminya, dan sistem-sitem itu juga harus memproses informasi dalam cara-cara yang mudah dipahami managernya.
Karakteristik para manager lainnya adalah bahwa kebanyakan mereka “people-oriented” (berorientasi pada manusia). Para manager lebih suka berinterkasi dengan orang daripada mesin, dan merka menyelesaikan tugas-tugasnya dengan melibatkan orang lain. Karakteristik ini perpasif dan membantu menjelaskan mengapa beberapa manager mempercayakan sistem informasi yang baik kepada personil teknis dan clerical mereka tapi mereka sendiri tidak benar-benar membimbing para user sistem informasi formalnya.
Hal lain tentang para manager adalah bahwa mereka menggunakan waktunya dengan efisien. Para manager menghindari tugas-tugas yang mereka dapat delegasikan jika mereka tidak dapat menyelesaikannya sendiri. Contoh, para manager enggan menggunakan komputer atau terminal komputer secara langsung atau mengembangkan sendiri program komputer. Para manager terutama yang tidak mungkin menyelesaikan tugas-tugas ini (tugas-tugas yang melibatkan peran komputer), maka mereka harus mencurahkan waktu yang banyak untuk mempelajari tentang komputer atau terminal komputer atau untuk belajar pemrograman. Para manager muda banyak memiliki keunggulan dalam hal pengalaman memahami/menggunakan komputer ketika mereka masih menjadi mahasiswa, dan mereka cenderung berinterakasi secara langsung dengan sistem komputer.
Dalam percobaan untuk menggunakan waktu secara efisien, para manager sering memprioritaskan dan melakukan reschedule secara dinamis terhadap aktivitas mereka agar mereka selalu bekerja pada tugas-tugas yang sangat diprioritaskan. Menjaga kerja tetap mulus merupakan prioritas utama managerial; dus ketika bawahan membutuhkan sedikit waktu dari seorang manager, schedule manager itu biasanya diorganisir kembali untuk melayani bawahannya itu. Juga, untuk tugas yang lebih kritis karena mendekati deadline atau persepsi baru dari kepentinganya, para manager suka mengesampingkan tugas yang sederhana/kurang penting untuk mengerjakan tugas prioritas utamanya. Konsekuensi dari reprioritasisasi tugas yang berkelanjutan adalah bahwa para manager memiliki tugas-tugas pemrosesan secara simultan, sebagian tugas tidak bisa mereka kerjakan selama beberapa hari atau minggu, walaupun hanya usaha kecil yang dibutuhkan dalam penyelesaian tugas tertentu. Sementara itu, yang lainnya, tugas-tugas yang lebih diprioritaskan telah dimulai dan disempurnakan. Satu implikasi dari hal ini terhadap sistem informasi adalah bahwa para manager lebih suka informasi yang dibutuhkan selalu ada terus karena mereka sering tidak dapat memprediksikan sesuatu yang dibutuhkan ketika mereka sedang mengerjakan tugas tertentu. Bagaimanapun, ini bentuk frustasi terhadap personil sistem, yang diminta untuk memuaskan permintaan manager akan informasi dengan segera dan kemudian mengobservasi manakah informasi yang tidak digunakan untuk sementara
Personil sistem juga frustasi ketika mereka berusaha untuk mendapatkan seorang manager yang dapat membantu dalam análisis dan design sistem. Para manager juga sering setuju untuk membantu dan membuat langkah awal, tetapi hanya kembali ke masalah-masalah baru yang menjadi tugas-tugas prioritas tingginya.
Karakteristik para manager lainya adalah kecenderungan mereka yang mengejar tempo aktivitas kerjanya. Sebagian karena mereka people-oriented, sebagian karena sistem prioritasisasi khusus mereka, dan sebagian lagi karena mereka selalu ingin mengetahui tentang “telepon apa yang akan berdering dan ketukan pintu siapa yang akan datang,” para manager biasanya akan menginterupsi aktivitas pekerjaan mereka untuk menyediakan waktu bagi manager lainnya. Struktur pekerjaan manager, kemudian, sangat bergantung pada bagaimana orang-orang menghendaki bicara kepada manager itu; biasanya, posisi manager lebih tinggi dalam organisasi itu, kebanyakan orang-orang itulah yang ingin bicara dengan manager tersebut, dan dia menyediakan waktu sebentar untuk mereka. Manager lower-level biasanya meluangkan beberapa menit untuk beberapa orang dalam sehari dan masih memunyai waktu untuk tugas-tugas yang tidak melibatkan interaksi dengan orang, tapi para senior manager mungkin bicara dengan banyak orang sangat singkat dan lebih sering meluangkan waktunya yang tersisa dalam bentuk pertemuan formal (rapat). Para senior manager memiliki waktu sedikit untuk melakukan análisis managerial independen.
Karena hari kerja para manager cenderung dibagi-bagi, para manager pada umumnya, dan para senior manager pada khususya, dapat mencurahkan hanya sedikit waktu untuk análisis sistem. Analis sistem, di lain pihak, lebih suka mencadangkan waktu banyak untuk tugas tertentu, seperti berbicara kepada manager tentang kebutuhan sistem informasi, demikian juga untuk konflik alaminya.
Karakteristik yang sangat banyak dari para manager adalah bahwa mereka tidak menyukai kejutan-kejutan yang tidak menyenangkan; sangat banyak juga para manager berpikir bahwa kejutan-kejutan “baik” yang dapat diantisipasi juga tidak menyenangkannya. Para manager lebih menyukai perasaan nyaman yang berada dalam kontrol aktivitas organisasi dan bahwa sistem informasi akan mengingatkannya terlebih dahulu tentang situasi yang menguntungkan dan yang merugikan. Contohnya, kekurangan uang dalam jumlah besar yang perlahan-lahan semakin membengkak dapat menyebabkan organisasi itu (dan managernya) merasa malu sekali dan harus segera menyusun strategi untuk mengatasinya, walaupun dengan biaya yang mahal. Sebaliknya, kelebihan uang dalam jumlah besar yang tidak terantisipasi juga menyebabkannya malu dan khawatir karena manager itu tidak mampu mempersiapkan perencanaan terlebih dahulu untuk mendapatkan target maksimal uang yang berlebih dari suatu investasi.
Kejutan yang tidak menyenangkan adalah terlambat melihat trend yang sedang berkembang, seperti posisi finansial yang memburuk yang tidak terobservasi hingga laporan keuangan tersusun lengkap dan baik setelah akhir periode, padahal sebenarnya bermasalah. Para manager ingin memonitor trend-trend sesuai perkembangannya.
Sistem informasi memainkan peran utama dalam mengidentifikasi trend-trend dan mengeliminir kejutan-kejutan. Hal ini dilakukan melalui rancangan sistem yang baik dan penggabungan sejumlah features teknis ke dalam sistem informasi. Para manager harus mengkomunikasikan filosofi “non-surprise” ini kepada personil sistem dan harus menindaklanjutinya dengan partisipasi dalam perancangan sistem informasi untuk menjamin bahwa tidak ada sistem “kejutan” yang akan muncul.
Karakteristik terakhir dari para manager adalah berhubungan dengan peran-peran mereka sebagai pemimpin organisasi. Di dalam bagian posisi organisasi yang mereka manage, mereka terlihat untuk leadership yang efektif oleh personil clerical dan oleh para manager lainnya yang menyerahkan laporan kepadanya. Beberapa tindakan yang akan mengikis kemampuan leadership mereka secara alami dihindari karena berbahaya bagi organisasi dan karir mereka sendiri. Sejak “losing face” di depan karyawan mereka, partner mereka, atau lebih jauhnya para manager senior merusak posisi leadership mereka, para manager pada semua level berusaha untuk menjaga penampilan denga menghindari situasi yang akan memalukan mereka.
Sistem informasi komputer secara intuitif dipandang oleh kebanyakan manager sebagai hal yang sangat kompleks dan sulit untuk dipahami. Para manager lebih suka menghindari bekerja sungguh-sungguh dengan orang-orang teknis seperti analis dan perancang sistem karena mereka mengetahui bahwa ketidaktahuan mereka tentang sistem komputer akan diekspos, yang akan memalukan mereka. Ini menyangkut tentang pemeliharaan image leadership mereka merupakan satu alasan mengapa para manager tidak berpartisipasi dalam perkembangan sistem informasi organisasi.
Karakteristik para manager yang mempengaruhi sistem informasi tampak pada gambar 1.9. Beberapa karakteristik ini sangat mempengaruhi kerja mengikuti perkembangan manager dan penggunaan sistem informasi. Karakteristik para manager memiliki keinginan besar untuk berbuat dengan mempertimbangkan pertanyaan mengapa sistem informasi managerial organisasi yang sangat besar tidak berkembang.
Manager sebagai bagian dari Sistem Informasi
Pemikiran manager memiliki sifat-sifat yang mirip dengan hal-hal tertentu yang berhubungan dengan sistem informasi komputer. Pemikiran manager menerima data dari sumber-sumber yang bervariasi, memproses dan menyimpannya sebagai informasi, dan kemudian sering mengkomunikasikan informasi kepada para manager lainnya; karakteristik-karakteristik pemikiran manusia ini di-shared oleh sistem komputer. Sistem komputer dan manager berproses bersamaan, menyimpan, dan mengkomunikasikan informasi organisasi, dan karena alasan inilah para manager di sini dipandang sebagai bagian integral dari sistem informasi organisasi mereka.
Pemikiran manusia itu berbeda-beda dalam hal-hal tertentu yang berhubungan dengan tipe sistem informasi lainnya, bagaimanapun. Salah satu dari karakteristik yang sangat berharga adalah kemampuannya untuk mempersatukan sejumlah besar informaasi. Karakteristik ini muncul untuk berperan, misalnya, ketika mahasiswa menulis jawaban untuk pertanyaan essay pada ujian. Mahasiswa sering menggunakan informasi dari sumber-sumber yang bermacam-macam, mencakup buku, perkuliahan, pelajaran lain yang telah perolehnya, dan bahkan pengalaman-pengalaman pribadinya. Semua informasi ini dengan cepat didapatkan kembali dari memori, walaupun lebih sedikit dari ingatan keseluruhannya, dan dipersatukan ke dalam jawaban essay naratif. Gabungan informasi ini oleh otak ditunjukkan melalui informasi baru yang dimasukkan ke dalam pengalaman manager dan membantu manager dalam membuat pertimbangan dan memperkirakan tentang resiko atau dampak dari keputusan yang mungkin terjadi.
Karakteristik Managerial dan Sistem Informasi
Karakteristik Managerial
Pengaruh pada Sistem Informasi
Para manager tidak akan mengandalkan pada sistem yang tidak mereka pahami.
Para manager bersifat people-oriented.
Para manager fokus terhadap efisiensi waktunya.
Para manager melakukan prioritasisasi dan re- prioritasisasi.
Pekerjaan para manager dibagi-bagi.
Para manager tidak menyukai kejutan.
Sebagai pemimpin, para manager tidak ingin memperlihatkan ketidaktahuannya.
Sistem harus sederhana dan dapat dipahamiJika diberikan pilihan, para manager lebih suka menerima informasi dari orang daripada dari sistem informasi.
Para manager enggan untuk berinteraksi secara langsung dengan sistem informasi.
Para manager membutuhkan informasi yang harus selalu ada untuk suatu masalah agar mereka dapat menggunakannya ketika mereka memiliki waktu untuk mengidentifikasi masalah itu.
Analisis sistem frustasi karena hanya sedikit waktu yang dicurahkan para manager kepadanya
Sistem informasi harus dirancang untk mencegah kejutan-kejutan dengan menyediakan informasi tentang trend-trend dan peristiwa-peristiwa penting.
Para manager sering menghindari semua hal terutama berupa pembahasan sistem yang dangkal dengan personil sistem.
Gambar 1.0
Sifat lain dari pemikiran manusia adalah bahwa otak dapat membuat asosiasi lebih kompleks daripada yang bisa dilakukan komputer. Pemikiran manager bisa sering merasa lebih mungkin implikasi informasinya diterima daripada yang ditempatkan dalam program komputer. Contohnya, pemikiran manager mungkin melihat hubungan laporan kekurangan persediaan barang  bahan mentah terhadap permintaan terbaru atas produk itu dan pelayanan pengiriman bahan dari para vendornya. Manager mungkin selanjutnya menduga bahwa persediaan barang jadi akan dikosongkan dan penjualannya akan diberhentikan sebelum penyelamatan bahan-bahan mentah yang masih dibutuhkan. Pemikiran manusia dapat membuat keseimpulan seperti ini secara instan, dalam berbagai situasi, sementara sistem komputer cerdas mungkin diprogram hanya untuk sejumlah keadaan yang memungkinkan dikomputerisasi dan terbatas.
Sifat penting lainnya dari pemikiran manager adalah komunikasi informasi yang selektif berdasarkan proses-proses pemikiran yang sangat kompleks. Contoh, melalui pembicaraan singkat dengan manager lainya, seorang manager biasanya dapat menguraikan dengan cepat informasi apa yang sedang dicari manager lain, tidak hanya dari apa yang manager lain katakan, tapi didapatkan dari ekspresi muka dan berbagai isyarat interpersonal lainnya. Manager kemudian dapat memberikan espon secara efisien tanpa menyediakan informasi yang tidak dibutuhkan.Pemikiran lebih mungkin melakukan komunikasi selektif ini daripa sistem komputer.
Pembahasan terdahulu menjelaskan bahwa para manager, sebagai bagian sistem informasi, mengurangi kompleksitas dan menambah efisiensi sistem informasi keseluruhan. Untuk hal yang sangat kompleks, sistem komputer menyediakan informasi yang diprosesnya secara sederhana, cara-cara yang transparan dan dilaporkan dalam format yang telah ditetapkan, semuanya mengacu pada program komputer detail yang hanya memiliki kemampuan elementer untuk bereaksi terhadap kondisi-kondisi yang hebat. Pemikiran manusia, di lain pihak, secara instan mempersatukan informasi dalam cara yang sangat kompleks untuk merespon kondisi yang sangat variatif; jika pemikiran tidak memiliki kemampuan ini, sistem komputer yang kompleks akan dibutuhkan. Lebih jauh, pemikiran itu menghubungkan informasi yang diterima dengan pola-pola pengalaman masa lalu dalam cara-cara yang jauh sangat rumit bagi sistem komputer, dan juga membuat kesimpulan berdasarka asosiasi ini. Pemikiran juga secara selektif menerima dan mengkomunikasikan informasi. Tidak ada sistem komputer yang telah dibuat mampu melakukan tugas-tugas kompleks ini, yang mana pemikiran dapat dengan cepat dan efisien melakukannya.
Bagaimanapun, pemikiran manusia memiliki kekurangan; seperti yang telah dijelaskan, perasaan, rasa percaya, dan prasangka para manager mempengaruhi cara informasi dirasakan dan diproses, dan tidak ada dua otak yang memproses informasi dengan cara yang benar-benar sama; dus, fakta-fakta sama yang diberikan tentang satu keadaan, dua manager mungkin mendapatkan kesimpulan yang sangat berbeda. Para manager dengan latar belakang berbeda mungkin juga menginterpretasikan informasi sama secara berbeda. Lebih jauh, pemrosesan informasi manusia dikenal mudah error, dibandingkan dengan pemrosesan informasi dengan komputer. Para manager lupa atau mengabaikan informasi yang relevan dan sering membuat kesalahan-kesalahan teknis dalam penghitungannya.
Keterbatasan lainnya dari pemikiran manusia dibandingkan dengan sistem informasi komputer terlihat ketika informasi ekstensif dan detail ditransmisikan secara informal antar manager. Bahkan walaupun pemikiran manager dapat memuat segudang informasi, proses komunikasi menjadi macet karena seorang manager tidak dapat menyerap informasi detail secepat manager lain yang dapat mentransmisikannya. Sementara print-out komputer dapat ditahan dan disesuaikan dengan kebutuhan untuk me-refresh memori manager, informasi detail dapat disajikan secara global oleh manager lain yang biasa tidak dapat mengingatnya secara lengkap—mereka mungkin berada dalam keraguan antara lupa atau ingat.
Kesadaran akan kekurangan pemrosesan informasi manusia ini, para manager suka menentukan reliabalitas informasi yang diterima dari manager lain dengan melakukan double-checking informasi yang ada dan informasi yang terkait dari sumber lain. Jika informasi dari sumber kedua berbeda dari sumber aslinya, informasi lebih jauh mungkin dicari untuk mengetahu informasi mana  yang valid dan tidak dari kedua sumber itu. Para manager tertentu melakukan “track record” untuk mengetahui sumber-sumber informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan yang tidak, serta mengetahui apakah masalah informasi itu sering dikonsultasikan atau tidak.
Mahasiswa sistem informasi harus memahami bagian bahwa para manager berperan dalam sistem informasi, keduanya (manager dan sistem informasi) mengurangi kompleksitas sistem dan  memperkenalkan kekurangan serta kesalahan-kesalahan yang terjadi pada keduanya. Sistem informasi bergantung pada partisipasi para manager sebagai bagian integral dari sistem-sistem itu, tapi sistem itu harus dirancang untuk memproteksi kekurangan dan kesalahan para manager.
Thursday, Juny 09, 2009
PEMECAHAN MASALAH OLEH MANAGER
Banyak sekali proses-proses administratif yang mencakup berbagai aktivitas. Ini biasanya mencakup masalah dan atau identifikasi kesempatan, pencarian informasi, pemilihan alternatif, pembuatan keputusan. Dengan proses-proses clerical seperti pemrosesan beberapa transaksi, aktivitas-aktivitas ini mirip tapi mungkin ful diotomatisasikan: permasalahannya ditentukan sendiri (contohnya, untuk memproses transanski-transaksi, meng-update catatan-catatan, dan mempersiapkan dokumen seperti check dan faktur), dan informasi yang dibutuhkan secara lengkap ditentukan dan disiapkan. Untuk proses-proses managerial, bagaimanapun, tiap langkap penyelasaian masalah membutuhkan perhatian eksplisit dari para manager.
Identikasi Masalah dan Peluang
Masalah-masalah managerial tertentu mungkin sulit diidentifikasi. Bahkan dalam organisasi-organisasi kecil, permasalahan tidak mungkin diketahui untuk diatasi hingga permasalahan itu mengancam organisasi keseluruhan. Sistem informasi harus dirancang sebagai “early warning systems” (siste-sistem peringatan awal) yang menyediakan informasi yang dengan jelas mengindikasikan sifat dan kepelikan permasalahan managerial. Contohnya, sistem informasi harus menyediakan peringatan lanjutan dari kekurangan persediaan barang yang akan terjadi sehingga persediaan barang dapat dipesan pada waktunya untuk mencegah kekurangan itu. Ini sesuai dengan pendekatan no-surprise terhadap sistem informasi.
Identifikasi peluang biasanya lebih sulit. Contohnya, kesulitan untuk mengetahui kekurangan pendapatan karena peluang penjualan tidak ada jika pendapatan itu tidak diperkirakan di tempat pertama. Sistem informasi bisa menyoroti peluang-peluang itu; contohnya, sistem informasi bisa menyoroti cara-cara di mana harga berubah-ubah seprti perubahan prosedur-prosedur produksi dan dapat menunjukkan langkah ke depan menuju organisasi yang paling hemat dalam aktivitas produksinya.
Sistem informasi ini dapat juga memainkan peran utama dalam membantu organisasi mengidentifikasi peluang-peluang eksternal.  Sebuah “intelligence information system” (sistem informasi cerdas) dapat dirancang untuk memonitor secara sistematis lingkungan dan perubahan signifikan pada laporan yang mungkin menyediakan peluang-peluang untuk organisasi. Sebuah sistem cerdas sama pentingnya untuk mendeteksi bagaimana organisasi itu mungkin dirusak oleh perubahan-perubahan di sekitarnya.
Pencarian Informasi
Setelah sebuah masalah diidentifikasi, seorang manager biasanya harus mencari informasi tambahan yang akan berguna dalam menganalisisya. Segudang informasi mungkin mudah didapatkan dalam file-file komputer, tapi informasi tambahan, yang tidak terkomputerisasi juga biasanya dibutuhkan. Waktu pencarían ini mungkin cukup signifikan dan menyita waktu manager yang dituntu untuk mencar i informasi tambahan itu dan biasanya menghabiskan banyak waktu sebelum informasi itu terkumpul.
Untuk beberapa masalah, waktu pencarían informasi mungkin menyita berbulan-bulan waktu kerja karena penulisan program untuk mendapatkan kembali data yang dibutuhkan dari file-file komputer. Dalam dekade terakhir, dua perkembangan teknologi utama telah mengakselerasi aktivitas ini. Satu adalah teknologi basis data, yang mencakup design file data khusus dan pendekatan baru untuk mengembangkan program-program aplikasi, dan yang lainnya adalah “productivity programing languages” (bahasa pemrograman produktif), yang memungkinkan program-program retrieval data  untuk ditulis lebih cepat.
Pencarian informasi dapat bersifat faktual atau nonfaktual. Di mana terdapat kesepakatan umum tentang validitasnya, informasi itu faktual. Informasi nonfaktual mencakup perkiraan berdasarkan fakta-fakta terkait dan biasanya dipertimbangkan berdasarkan bentuk informasi terbaik yang hadir sesuai fakta. Contohnya, Perkiraaan dari penjualan per tahun berdasarkan penjualan aktual selama 11 bulan mungkin diterima sebagai hal yang hampir dapat dipercaya oleh para manager organisasi.
Perkiraan-perkiraan, yang mana mungkin tentang aktivitas sekarang, yang lalu, atau yang akan datang, biasanya tidak disediakan secara langsung oleh sistem informasi formal tapi malahan diformulasikan secara langsung oleh para manager dan diformulasikan berdasarkan informasi relevan yang diterima oleh mereka dari sistem informasi formal dan dari sumber-sumber lainya. Angka inflasi yang akan datang, biaya yang akan datang, angka bunga yang akan datang, keuntungan para kompetitor yang lalu, sekarang, dan yang akan datang; biaya dan pendapatan; dan kuantitas produk baru yang bisa dijual dengan harga yang telah ditetapkan sering diperkirakan juga. Peramalan-peramalan merupakan salah satu bentuk dari perkiraan yang mencakup análisis terhadap fakta-fakta terkait yang biasanya dilakukan secara formal dan hati-hati. Tambahan, peramalan-peramalan disediakan oleh sistem informasi formal.
Para manager mungkin sangat bersungguh-sungguh melakukan suatu usaha untuk menemukan fakta-fakta atau membuat perkiraan. Merancang sistem informasi agar dapat mengefektifkan langkah pencarían informasi manager yang diangga penting. Pelajaran-pelajaran menunjukkan bahwa jika sistem informasi membuat informasi lebih siap pakai, manager dapat meluangkan waktu untuk melakukan análisis masalah.
Memilih berbagai Alternatif
Memilih solusi-solusi masalah alternatif yang diajukan mencakup penggabungan dan análisis data dari semua sumber untuk melakukan análisis biaya/laba. Aspek-aspek tertentu dari análisis masalah managerial dapat dikomputerisasi dengan menggunakan algoritma dan model preprogrammed. Contohnya, angka analisis keuntungan, diskon present-value, dan schedule penurunan aset untuk alternatif-alternatif yang diajukan dapat secara rutin dikalkulasikan dan dilaporkan dalam format komparatif oleh program-program komputer. Namun, elemen kritis dalam análisis managerial tidak boleh dilakukan kalkulasi dan perbandingan dengan komputer, tapi lebih baik pertimbangan managerial dibutuhkan untuk mengetahui metode-metode analitis yang harus digunakan dan untuk menginterpretasikan hasil-hasilnya. Komputerisasi porsi análisis memungkinkan manager untuk lebih fokus dan hati-hati terhadap interpretasinya.
Pembuatan Keputusan
Pembuatan keputusan, klimaks dari proses pemecahan masalah managerial dependen hampir keseluruhan pada pertimbangan manager. Setelah análisis itu dilengkapi, peran komputer dalam membuat keputusan-keputusan managerial biasanya tidak ada. Bagaimanapun, komputer sering kali tetap memainkan fungsi follow-up utama dengan menyediakan informasi yang menampilkan konsekuensi dari keputusan-keputusan itu, yang sering memungkinkan untuk mempertimbangkan apakah keputusan tertentu pada masa lalu sudah bagus.
Monday, July 13, 2009
KESIMPULAN
Sistem informasi organisasi itu cukup komploke dan bermacam-macam, serta perkembangan sistem-sistem in cukup menantang dan menjelimet. Sistem informasi organisasi harus menyediakan informasi lingkungan yang bermacam-macam dan yang lebih dinamis serta informasi yang lebih kritis untuk para manager-nya. Seringkali, bagaimanapun, sistem-sistem yang mengumpulkan informasi tentang lingkungan eksternal tidak berkembang sebaik yang diharapkan.
Organisai-organisasi itu hirarkis, dan hirarki ini menyediakan framework dasar untuk sistem informasi. Informasi diringkas sebagai dasar fungsi-fungsi dan level-level di dalam hirarki ini; dus tiap level organisasi dari masing-masing bagian fungsional biasaya memiliki format-format laporan sendiri. Kebutuhan terhadap aliran informasi cross-functional ekstensif dan kebutuhan terhadap informasi untuk aktivitas-aktivitas general management harus juga diakomodasikan.
Perubahan-perubahan di dalam struktur organisasi membutuhkan siste informasi yang dapat diubah agar dapat dilanjutkan ke sturktur organisasi secara paralel. Sistem informasi harus disesuaikan dengan rentang kendali (spans of control) para manager, dan kualitas sistem informasi adalah satu penentu dari berapa besarnya rentang kendali yang bisa terjadi.
Struktur dasar dari sistem informasai dasar dipengaruhi oleh tipe umum dari organisasi, yaitu, apakah manajemen sentralistik, manajemen disentralistik, atau manajemen koordinatif. Tiap tipe manajemen membutuhkan organisasi sistem informasi yang pasti berbeda. Jika organisasi itu, atau bagian darinya, memiliki hubungan otoritas dalm bentuk matriks, sistem informasi yang overlapping dibutuhkan untuk melayani tiap-tiap bagian fungsional sebaik melayani tiap-tiap product line.
Gaya manajemen (management style) merupakan aspek personal dari manajemen, mencakup pertimbangan-pertimbangan seperti bagaimana para manager meluangkan waktunya dan bagaimana mereka berinteraksi dengan personil yang lainnya. Kualitas-kualitas pemikiran manusia adalah pengaruh utama dalam gaya manajemen; seperti sebuah kelompok, para manager memiliki pemikiran-pemikiran dengan kualitas yang berbeda terhadap para analis sistem, dan perbedaan ini memperjelas mengapa sebagian analis sering mengalami kesulitan merancang sistem-sistem yang dapat diterima oleh para manager.
Pemikiran dan proses-proses análisis para manager merupakan bagian dari gaya manajemennya. Pola pemikiran dalam long-term memory yang merefleksikan pengalaman-pengalaman masa lalu diingat kembali dan kemudian dimodifikasi oleh stimulus-stimulus eksternal yang masuk pada short-term memory. Pola-pola pemikiran yang telah dimodifikasi merupakan informasi bagi para manager  untuk mendasari keputusan-keputusannya. Sistem informasi itu harus dirancang untuk memperoleh catatan tentang kekurangan pemikiran para manager.
Kebanyakan para manager men-share karakteristik personal tertentu. Mereka enggan mengandalkan sistem informasi yang tidak dipahaminya, mereka lebih suka menerima informasi dari orang-orang daripada dari komputer, dan mereka lebih memperhatikan efisiensinya sendiri. Waktu para manager dibagi-bagi, mereka tidak menyukai kejutan-kejutan, dan begitu juga para manager mereka mencoba menghindari sesuatu yang dapat mempermalukannya karea ketidaktahuannya tentang sistem informasi. Masing-masing karakteristik-karakteristik ini mempengaruhi designa tau operasi sistem informasi organisasi bersangkutan.
Istilah-Istilah Kunci
Intelligence information system (sistem informasi cerdas): sebuah sistem informasi yang berorientasi pada pengumpulan dan pemrosesan informasi eksternal terutama untuk tujuan-tujuan perencanaan jangka panjang.
Management style (gaya manajemen): aspek-aspek personal dari tindakan manager dengan respeknya terhadap berbagai tugas yang merupakan proses-proses manajemennya.
Management processes (proses-proses manajemen): biasanya didefinisikan dan ditentukan sebagai kumpulan prosedur-prosdur atau langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas manajemen; proses-proses manajemen ini sering dikerjakan secara berurutan dan biasanya dikerjakan oleh para manager yang berbeda.Budgeting merupakan sebuah contoh dari proses manajemen.
Intuitive mind (pemikiran intuitif): pemikiran yang memungkinkan melakukan trial and error untuk menguji bermacam-macam solusi.
Systematic mind (pemikiran sistematis): pemikiran yang cenderung berkaitan dengan masalah yang distrukturisasi dalam istilah dari suatu metode atau pendekatan, jika diikuti, akan mengarah ke solusi yang acceptable.
Perceptive mind (pemikiran perseptif): pemikiran yang cenderung fokus pada hubungan antara elemen-elemen data dalam pengumpulan dan pemrosesan informasi dan yang berusaha untuk mendapatkan gambaran umum (big picture).
Receptive mind (pemikiran reseptif): pemikiran yang cenderung fokus pada rincian-rincian data dan membangun solusi berdasarkan penggunaan informasi detail secara massive.
Short-term memory (ingatan jangka pendek): memori yang mencakup impressions yang baru didapatkan, bersama dengan pola-pola momori yang diambil dari long-term memory.
Long-term memory (ingatan jangka panjang): lokasi penyimpanan permanen dalam otak untuk pola-pola informasi yang telah berkembang dari pengalaman-pengalaman masa lalu.
REFERENSI
McKenney, James L., and Peter G. W. Keen, “How Managers’ Minds Work,” Harvard Business Review, May-June 1974, p. 79.
Mintzberg, Henry, “The Manager’s Job: Folklore or Fact?” Harvard Business Review, July-August 1975, p. 49.
Radford, K. J., Information Systems for Strategic Decisions, Reston, VA: Reston Publishing Company, 1978
Pertanyan-Pertanyaan Review
Mengapa lebih banyak lingkungan dinamis memandang bahwa organisasi harus memiliki sistem informasi cerdas?
Faktor-faktor apa yang menunjukkan bahwa lingkungan kebanyakan organisasi sekarang lebih dinamis daripada dekade-dekade sebelumnya?
Apa tujuan dari hirarki dalam organisasi? Mengapa organisasi besar biasanya memiliki lebih banyak hirarkinya daripada organisasi kecil?
Bagaimana pengaruh hirarki terhadap sistem informasi?
Apalah yang dimaksud dengan “filtering” informasi pada sebuah level dalam hirarki? Apakah filtering itu baik atau jelek?
Bagaimana pengaruh sistem informasi terhadao rentang kendali (span of control)?
Apakah yang dimaksud ringkasan informasi (information summarization)?
Apa karakteristik dari sistem informasi organisasi disentralistik?
Mengapa organisasi sentralistik secara managerial dapat dikelola dengan lebih efektif sekarang daripada organisasi serupa yang ada 30 tahun yang lalu?
Mengapa sistem informasi organisasi koordinatif tingkat tinggi lebih kompleks daripada organisasi disentralistik?
Aliran informasi cross-functional apa yang anda harapkan untuk keperluan marketing dan produksi? Antara personalia dan daftar gaji? Antara engineering dan produksi? Antara personalia dan produksi?
Apakah yang dimaksud dengan gaya manajemen (management style)?
Jenis sistem informasi apa yang terbaik bagi seorang manager yang memiliki pemikiran reseptif, intuitif?
Mengacu pada gambar 1.5, apakah anda percaya bahwa manager B dapat atau akan mengubah gaya manajemen agar dalam 20 tahun gaya manajemennya berubah seperti manager A? Mengapa ya atau mengapa tidak?
Bahaslah karakteristik orang pada poin D dalam gambar 1.5. apakah orang ini mungkin menjadi seorang manager bisnis?
Mengapa para senior manager dalam organisasi besar memungkinkan memiliki gaya manajemen preseptif, intuitif?
Mengapa seorang manager dengan jabatan tertentu seperti manager tingkat bawah dalam sebuah organisasi akan frustasi/tertekan dengan informasi yang diterima dari sistem informasi?
Bagaimana pola pemikiran dikembangkan dalam otak?
Apa implikasinya dari proses-proses perkembangan pola pikir yang dimiliki seorang manager terhadap perkembangan sistem informasi?
Apa karakteristik yang dimiliki para manager yang cenderung menghambat perkembangan sistem informasi?
Bedakanlah antara proses-proses perencanaan dan control sebuah organisasi!
Bagaimana perbedaannya antara short-term memory dan long-term memory?
Buatlah kesimpulan tentang penjelasan tentang perkembangan sistem informasi yang ada dalam bab ini!
KASUS 1
San Fransisco—ketika kekurangan dari para profesional yang terlatih dalam pemrosesan data mencuat, universitas-universitas terus memberi para mahasiswa jenis pelatihan pemrosesan data yang salah, Al Strong, presiden dan pendiri Commercial Programming Systems Inc., memaparkan di sini.
“Hampir setiap mahasiswa yang lulus datang kepada kami dengan siap kerja menggunakan aplikasi-aplikasi ilmiah—foto-foto bulan, penelitian dalam ilmu fisika—ketika apa yang kami butuhkan adalah para programmer aplikasi bisnis,” Papar Strong pada simposion mengenai “Finding Solutions to the EDP Personnel Shortage.”
“Ketika pemrosesan data untuk komunitas ilmiah terus menerus berkembang sejak tahun 1950, perkembangan itu sedikit berpengaruh pada kekurangan personal EDP seperti yang ada saat ini. Itulah aplikasi-aplikasi komputer bisnis—dan perkembangan komputer bisnis yang semakin banyak—telah berkembang secara signifikan dalam waktu yang cukup lama,” katanya.
“ Untuk solusi yang lebih baik, para user DP terbesar kami mengontrak orang-orang ini dan mengirimnya ke sekolah untuk ditraining kembali dalam prinsip-prinsip bisnis sebaik pemrograman bisnisnya,” katanya, tambahan bahwa mereka akhirnya menjadi bermanfaat dalam waktu enam bulan hingga dua tahun setelah masa kontrak itu….
Pertanyaan Kasus
Coba dapatkan informasi tentang kebutuhan di tempatmu untuk lulusan para mahasiswa jurusan bisnis yang telah mengkaji sistem informasi untuk bekerja layaknya para programmer, analis sistem, dan ahli-ahli otomasi kantor, juga di posisi sistem informasi lainnya. Bagaimana kebutuhkan ini jika dibandingkan dengan kebutuhan alumni jurusan bisnis dengan latar belakang pendidikan yang lain, dan bagaimana perbandingan gaji awalnya? (Mungkin sumber-sumber informasi mencakup kamar dagang, kantor-kantor departemen tenaga kerja (state employment offices), dan bagian-bagian pengiklanan sesuai spesifikasinya dalam beberapa surat kabar local.)
KASUS 2
Sistem Informasi Hukaman Court untuk Gratifikasi
Oleh Tim Scannell, CW Staff
Grand Rapids, Mich.—Setelah hampir tujuh tahun dari perencanaan dan pengeluaran lebih dari $400,000, Grand Rapids District Court di sini telah memutuskan untuk menunda sistem informasi court berbasis komputer.
Terganggu dengan keterlambatan-keterlambatan, kekurangan operasional dan birokrasi yang tidak berpihak, Comprehensive Lower Court Information System (Colocis)—yang mana tidak pernah benar-benar keluar dari fase pengujian—akan dibuat tabel secara permanen dalam pertolongan sistem manual terbaru courtnya.
“Kami memiliki sangat banyak orang (administratif) yang harus bekerja sama dengan kami, sangat banyak orang yang mengontrol keuntungan dari usaha itu, yakni dihukumi gagal,” dikatakan James Farrar, administrator court terdahulu dan sekarang seorang pengacara staf senior di National Center for State Courts in St. Paul Minn.
Dikembangkan di Burroughs Corp. 3500 city itu mainframe, Colocis akhirnya dianggap dapat menjaga cara pendendaan parkir dan lalu lintas, menghasilkan pemberitahuan waktu court dan biasanya mempercepat seluruh proses court lalu lintas. Bagaimanapun, meskipun sistem itu merupakan program yang teruji secara menyeluruh, memiliki staf terlatih dan dipersiapkan untuk menjalankan city’s manual operation secara paralel, sistem berharga ribuan dólar tidak pernah berhenti, Kata Farrar.
Faktanya, sangat banyak sistem kontroversial pernah dipersiapkan untuk laporan-laporan operasional stándar court’s traffic bureau.
Kebobrokan Sistem
Ketika opini-opini berbeda-beda tentang mengapa sistem itu bobrok, banyak sekali sumber-sumber setuju bahwa perencanaan-perencanaan komputerisasi court mulai terputus pengembangannya sebelum sampai ke tujuan.
Contohnya, hanya seperti proyek yang membangun percepatan, city itu kehilangan daya tarik ketika kantor State Court Administrator di Detroit mengumumkannya melakukan pengembangan pusat datanya dan akan menawarkan layanan-layanan  untuk court jurisdiksi yang terbats seperti yang ada di Grand Rapids. Tindakan ini memiliki dampak substansial terhadap momentum proyek itu” dan memperlamabat pengiriman barang-barang sekitar enam bulan, klaim Farrar.
Perbedaan antara city dan court akhirnya menghasilakan gugatan legal, dipelopori oleh court, menggugat ketidaktertarikan city secara tiba-tiba di Colocis. Gugatan itu juga memprotes keinginan city untuk memecat hanya seorang programmer/analisis Colocis, Howard Friar, karena dia tidak menemui syarat-syarat residency tertentu, kata Farrar.
Walaupun court kemudian memenangkan porsi pendukung gugatan itu, city memecat Friar karena pertanyaan residency.
“Sesaat [Friar] pergi, sistem itu mulai jatuh,” Josef Sopper, yang menggantikan Farrar sebagai administrator court, berkata.
Seperti Farrar, Sopper mengakui bahwa Colocis telah gagal karena terdapat terlalu banyak penanganan birokrasi dalam the pot dan tidak ada control administratif yang jelas terhadap perkembangan sistem.
Ketika Colocis pertama kali diminta, Sistem pengadilan kriminal berbasis komputer, yang mana hampir baru pada saat itu, dikaitkan terhadap state of the art terbaru—arsitektur tipe yang saling terkait. Dengan perbandingan, sistem-sistem sekarang merupakan modular dan disusun saling terkait tapi beroperasi secara independen sesuai bagiannya.
(Awalnya dalam game, Grand Rapids’ court officials juga mempertimbangkan instalasi sistem informasi manajemen prosecutor secara komputerisasi [Promis], tapi memutuskan untuk menolaknya karena sistem itu terlalu besar untuk kebutuhan court’ judicial yang lebih kecil.
Pada dasarnya, Colocis interrelated architecture telah memilki banyak kegagalan. Ketika bagian-bagian sourt system mulai gagal, keseluruhan sistem itu collapse seperti permainan domino yang sangat banyak, court administrator Sopper menjelaskan: “Error dalam satu tempat mempengaruhi seluruh reaksi [sistem] menuju kebobrokan.”
Tambahan, ketika court mengembangkan dan mentes Colocis tentang city’s Burroughs Corp. 3500 mainframe, ditemukan bahwa komputer dan staf city’s DP tidak pernah bisa menjaga permintaan batch-oriented judicial system , kata Farrar. Faktanya, walauun city menagih court sekitar $130,000 akhirnya untuk computer time, court menggunakan computer time worth hanya sebagian dari jumlah itu.
Satu alasan untuk inkosistensi penagihan ini adalah bahwa ketika city menggunakan komputer untuk memproses air, pajak dan tagihan atas kebutuhan lainnya, ia juga mencoba mengembangkan sistem informasi kenijakan ekstensif secara fair, kata Farrar. Semua pekerjaan komputer berlatarbelakang city menurut laporan telah membatasi waktu yang ada bagi court untuk mengembangkan Colicis.



Etika Profesi
terjemahan
Etika profesi fokus pada isu-isu moral yang timbul karena perkembangan ilmu pengetahuan para professional, dan untuk mengetahui bagaimana penggunaan ilmu ini dalam melayani publik.
Tanggung jawab profesi
Profesi mengandung tanggung jawab moral yang dapat dimiliki oleh masyarakat pada umumnya. Profesi merupakan kemampuan untuk membuat dan melakukan suatu keputusan dalam situasi-situasi yang tidak dapat dilakukan publik, karena mereka tidak mendapatkan training yang relevan. [2] Contohnya, orang awam tidak bertanggung jawab terhadap korban yang tertabrak mobil dalam hal memberikan pertolongan emergency-nya. Ini karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang relevan. Tetapi, apabila seorang dokter yang terlatih (dengan perlengkapan tepat), memiliki kemampuan untuk mendiagnosis dan melakukan prosedur pengobatan akan disalahkan jika mereka (dokter) berdiri saja dan gagal memberikan penanganan kesehatan dalam situasi ini. Anda tidak diminta pertanggung jawaban atas tindakan yang gagal, jika anda tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya.
Pengetahuan tambahan ini juga muncul bersama otoritas dan kekuatan. Client berlaku jujur dalam profesinya, maka akan mendatangkan manfaat kepadanya. Sangat mungkin jika seorang professional menggunakan otoritas untuk mengeksploitir client.[3] Contohnya seorang dokter gigi yang melayani pasien dengan bayaran pengobatan yang sangat mahal. Maka si pasien tidak akan berpikir panjang tentang apa yang harus dilakukan, selain segera mencoba dan membayar pengobatannya.
Kode-kode praktis
Pertanyaan-pertanyaan muncul terhadap keterbatasan etika profesi dan bagaimana kalau kekuatan dan otoritas digunakan untuk melayani client dan masyarakat. Banyak sekali profesi yang secara internal menerapkan kode etik praktek yang harus dipatuhi para anggotanya, untuk mencegah eksploitasi terhadap client dan mempertahankan integritas profesi. Ini tidak hanya bermanfaat bagi client, tapi bermanfaat pula bagi yang mengemban profesinya. Contohnya, perusahaan Amerika menganjurkan seorang insinyur untuk melakukan pengamanan terhadap proyeknya. Sementara insinyur itu menolak menyelesaikan proyek berdasarkan dasar-dasar moral, perusahaan itu mungkin akan menemukan kebobrokan si insinyur, dan ini akan membutuhkan lagi biaya perbaikan selanjutnya.[4] Kode disipliner memungkinkan profesi dapat menggambarkan standar tindakan dan menjamin bagian pelaksana untuk mengetahuinya, dengan meningkatkan kedisiplinan mereka jika tidak mematuhinya. Ini memungkinkan para professional yang dengan tulus mempraktekkan pengetahuannya tidak akan terpengaruh oleh mereka yang kurang beretika. Ini juga memelihara kepercayaan publik terhadap profesi tersebut, sehingga publik tidak akan kapok untuk datang lagi di kemudian hari.
Permasalahan dengan regulasi internal
Ada beberapa pertanyaan seputar validitas kode etik profesi. Secara  praktis, bagi profesi sendiri sangat sulit untuk memonitor hal praktis, tidak mungkin aturan itu dapat berjalan sendiri. Ini karena profesi bersifat hampir masuk ke semua bidang pengetahuan. Contohnya, hingga saat ini, pengadilan Inggris membedakan penerapan hukum dan perundang-undangan.
Separatisme
Secara teoritis, terdapat perdebatan tentang apakah kode etik profesi akan konsisten dengan syarat moralitas yang mengatur kehidupan masyarakat. Terdapat argumen yang berbeda bahwa profesi harus diakui sebagai batasan ketika mereka  menganggapnya sebagai kebutuhan. Ini karena mereka dicoba untuk menghasilkan outcome tertentu yang mengutamakan moral dibanding fungsi-fungsi sosial lain.[6] Contohnya, akan setuju jika seorang dokter berbohong terhadap pasien tentang kondisi kritis yang dideritanya, yang apabila diberitahukan akan menambah kondisi pasien lebih parah dan mengganggu kesehatannya. Dokter tersebut tidak akan disalahkan pasien, karena telah memberikan informasi yang tidak sebenarnya. Padahal dalam makna umum secara moral tindakan itu salah. Tetapi, untuk memprioritaskan pada penyembuhan dan pemelihaaan kesehatan masyarakat, maka menentang moral dalam makna umum, dapat dibenarkan dalam rangka mencapai tujuan. [7] Konsepsi moralitas relatif bisa berbeda, pengaplikasian kode moral yang sama dapat disesuaikan dengan kondisi lapisan masyarakat yang berbeda-beda (lihat relativisme moral). Jika universalisme moral ditinjau kembali, maka pandangan bahwa ‘profesi bisa memiliki kode moral yang berbeda-beda’ dianggap tidak konsisten, karena bertentangan dengan pernyataan bahwa ‘hanya ada satu kode moral valid untuk semuanya’.



Konsep Pendidikan

Konsep Pendidikan
Pengertian Pendidikan
Kehidupan suatu bangsa erat sekali kaitannya dengan tingkat pendidikan. Pendidikan bukan hanya sekedar mengawetkan budaya dan meneruskannya dari generasi ke generasi, akan tetapi juga diharapkan dapat mengubah dan mengemba ngkan pengetahuan.
Pendidikan bukan hanya menyampaikan keterampilan yang sudah dikenal, tetapi harus dapat meramalkan berbagai jenis keterampilan dan kemahiran yang akan datang, dan sekaligus menemukan cara yang tepat dan cepat supaya dapat dikuasai oleh anak didik.
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja secara sadar dan terencana untuk membantu meningkatkan perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara/masyarakat, dengan memilih isi (materi), strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai.
Branata (1988) mengungkapkan bahwa Pendidikan ialah usaha yang sengaja diadakan, baik langsung maupun secara tidak langsung, untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaan. Pendapat diatas seajalan dengan pendapat Purwanto (1987 :11) yang menyatakan bahwa Pendidikan adalah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.
Kleis (1974) memberikan batasan umum bahwa :
pendidikan adalah pengalaman yang dengan pengalaman itu, seseorang atau kelompok orang dapat memahami seseuatu yang sebelumnya tidak mereka pahami. Pengalaman itu terjadi karena ada interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungannya. Interaksi itu menimbulkan proses perubahan (belajar) pada manusia dan selanjutnya proses perubahan itu menghasilkan perkembangan (development) bagi kehidupan seseorang atau kelompok dalam lingkungannya”.
Proses belajar akan menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif (penalaran, penafsiran, pemahaman, dan penerapan informasi), peningkatan kompetensi (keterampilan intelektual dan sosial), serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan dan perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon sesuatu rangsangan (stimuli).
Manusia dilahirkan dalam keadaan yang tidak berdaya sama sekali. Dia sangat membutuhkan bantuan yang penuh perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, terutama ibunya, supaya dia dapat hidup terus dengan sempurna, jasmani dan rohani. Orang tualah yang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap pendidikan anaknya. Dalam ilmu jiwa dikenal dengan istilah pertumbuhan dan perkembangan, yaitu supaya anak sempurna dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Pertumbuhan ialah perubahan-perubahan yang terjadi pada jasmani; bertambah besar dan tinggi. Perkembangan lebih luas dari pertunbuhan ialah perubahan-perubahan yang terjadi pada rohani dan jasmaniah. Dengan kata lain, perkembangan merupakan suatu rentetan perubahan yang sifatnya menyeluruh dalam interaksi anak dan lingkungannya.
Oleh karena itu Idris (1982:10) mengemukakan bahwa :
Pendidikan adalah serangkaian kegiatan komunikasi yang bertujuan, antara manusia dewasa dengan si anak didik yang secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka memebrikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya, dalam arti supaya dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, agar menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Potensi disini ialah potensi fisik, emosi, sosial, sikap, moral, pengetahuan, dan keterampilan.

Tujuan Pendidikan
Telah kita ketahui bersama bahwa berhasil tidaknya suatu usaha atau kegiatan tergantung kepada jelas tidaknya tujuan yang hendak dicapai oleh orang atau lembaga yang melaksanakannya. Berdasarkan pada pernyataan ini, maka perlunya suatu tujuan dirumuskan sejelas-jelasnya dan barulah kemudian menyusun suatu program kegiatan yang objektif sehingga segala energi dan kemungkinan biaya yang berlimpah tidak akan terbuang sia-sia.
Apabila kita mau berbicara tentang pendidikan umumnya, maka kita harus menyadari bahwa segala proses pendidikan selalu diarahkan untuk dapat menyediakan atau menciptakan tenaga-tenaga terdidik bagi kepentingan bangsa, negara, dan tanah air. Apabila negara, bangsa dan tanah air kita membutuhkan tenaga-tenaga terdidik dalam berbagai macam bidang pembangunan, maka segenap proses pedidikan termasuk pula sistem pendidikannya harus ditujukan atau diarahkan pada kepentingan pembangunan masa sekarang dan masa-masa selanjutnya.
GBHN tahun 1999 mencantumkan tentang tujuan pendidikan nasional :
”Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”
Selanjutnya tujuan pendidikan nasional tercantum dalan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang menyatakan:
”Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Berdasarkan faktor-faktor ini UNESCO telah memberikan suatu deskripsi tentang tujuan pendidikan pada umumnya dan untuk Indonesia sendiri tujuan itu telah ditetapkan dalam ketetapan MPR.
Pertama, UNESCO menggaris bawahi tujuan pendidikan sebagai ”menuju Humanisme Ilmiah”. Pendidikan bertujuan menjadikan orang semakin menjunjung tinggi nilai-nilai luhur manusia
Kedua, pendidikan harus mengarah kepada kreativitas. Artinya, pendidikan harus membuat orang menjadi kreatif.
Ketiga, tujuan pendidikan harus berorientasi kepada keterlibatan sosial. Pendidikan harus mempersiapkan orang untuk hidup berinteraksi dengan masyarakat secara bertanggung jawab. Dia tidak hanya hidup dan menyesuaikan diri dengan struktur-struktur sosial itu
Keempat, tekanan terakhir yang digariskan UNESCO sebagai tujuan pendidikan adalah pembentukan manusia sempurna. Pendidikan bertugas untuk mengembangkan potensi-potensi individu semaksimal mungkin dalam batas-batas kemampuannya, sehingga terbentuk manusia yang pandai, terampil, jujur, yang tahu kadar kemampuannya, dan batas-batasnya, serta kerhormatan diri.

Alat Pendidikan
Secara umum, alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Amir Dien Indrakusuma membedakan faktor dan alat pendidikan. Faktor adalah hal atau keadaan yang ikut serta menentukan berhasil tidaknya pendidikan. Sedangkan alat adalah langkah-langkah yang diambil demi kelancaran proses pendidikan. Sementara itu, Ahmad D. Marimba memandang alat pendidikan dari aspek fungsinya, yakni ; alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan (untuk mencapai tujuan selanjutnya).
Dalam praktek pendidikan, istilah alat pendidikan sering diidentikkan dengan media pendidikan, walaupun sebenarnya pengertian alat lebih luas dari pada media. Media pendidikan adalah ”alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektifitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.

Jalur Pendidikan
Tuntutan masyarakat akan kebutuhan pendidikan membuat pendidikan terus berkembang sejalan dengan pembangunan nasioanl. Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan nasional No.20 tahun 2003 terdapat jalur pendidikan yang didalamnya terdapat pendidikan formal, non formal, dan informal. Pendidikan formal disebut pula sistem pendidikan sekolah. Pendidikan nonformal dan informal disebut pula sistem pendidikan luar sekolah.
Coombs (1973) membedakan pengertian pendidikan sebagai berikut
”Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dengan sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk didalamnya adalah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus”.
Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga asetiap orang memperoleh nilai, sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk didalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media masa
”Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya”.

Lingkungan Pendidikan
Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Disini peranan oang tua terutama ibu sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan anak tersebut. Pendidikan keluarga disebut      pendidikan utama karena di dalam lingkungan ini segenap potensi yang dimiliki manusia terbentuk dan sebagian dikembangkan. Bahkan ada beberapa potensi yang telah berkembang dalam pendidikan keluarga.

Sekolah
Tentunya tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan.       Oleh karena itu orang tua menyekolahkan anaknya agar bisa lebih baik lagi di bidang   ilmu pengetahuan dan keterampilannya. Begitu juga dengan sekolah, tentunya             bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya.

Masyarakat
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan pendidikan selain pendidikan dari lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak sudah mulai lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Namun orng tua tidak melepas begitu saja, mereka tetap mengontrol perkembangan atau pendidikan yang didapatkannya. Karena pengaruh yang lebih luas di banding dengan lingkungan pendidikan yang lain.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.

B. Konsep Pendidikan Luar Sekolah
1. Definisi Pendidikan Luar Sekolah
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 mencantumkan bahwa :
Sistem pendidikan nasional merupakan sistem terencana yang bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa dalam mewujudkan masyarakat Pancasila.
Untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional, telah dibentuk subsistem pendidikan sekolah dan subsistem pendidikan luar sekolah. Kedua sistem pendidikan tersebut memiliki kedudukan yang sama dalam sistem pendidikan nasional.
Pendidikan Luar Sekolah merupakan salah satu dari sistem pendidikan nasional. Ruang lingkupnya sangat luas dan kompleks. Agar lebih memudahkan dan memahami pengertian mengenai Pendidikan Luar Sekolah, berikut ini adalah definisi yang diebrikan oleh salah satu ahli Pendidikan Luar Sekolah, yaitu Sudjana (1991:7), memberikan batasan mengenai Pendidikan Luar Sekolah sebagai berikut :
”Setiap usaha pendidikan dalam arti luas yang padanya terdapat komunikasi yang teratur dan terarah, diselenggarakan di luar sekolah sehingga seseorang atau sekelompok orang memperoleh informasi tentang pengetahuan, latihan dan bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya dengan tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai yang memungkinkan baginya untuk menjadi peserta yang lebih efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaannya, lingkungan masyarakat dan bahkan lingkungan negara.
Sedangkan Napitupulu (1981) dalam Sudjana (2001:49) memberi batasan bahwa :
”Pendidikan luar sekolah adalah setiap usaha pelayanan pendidikan yang diselenggarakan di luar sistem sekolah, berlangsung seumur hidup, dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana yang bertujuan untuk mengaktualisasi potensi manusia (sikap, tindak dan karya) sehingga dapat terwujud manusia seutuhnya yang gemar belajar-mengajar dan mampu meningkatkan taraf hidupnya.”
Selanjutnya dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No.73 tentang Pendidikan Luar Sekolah, dikemukakan bahwa “Pendidikan Luar Sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik dilembagakan atau tidak”. Selanjutnya Coombs dalam Sudjana (2001:22), mengemukakan pengertian Pendidikan Luar Sekolah sebagai berikut :
Pendidikan Non Formal ialah setiap kegiatan terorganisir dan sistematis, diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya”.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan Pendidikan Luar Sekolah dilakukan secara terprogram, terencana, dilakukan secara mandiri ataupun merupakan bagian pendidikan yang lebih luas untuk melayani peserta didik dengan tujuan mengembangkan kemampuan-kemampuan seoptimal mungkin serta untuk mencapai kebutuhan hidupnya.
Fungsi Pendidikan Luar Sekolah sebagai subsistem pendidikan nasional adalah sebagai berikut :
Mengembangkan nilai-nilai rohani dan jasmaniah peserta.
Untuk mengembangkan cipta, rasa dan karsa peserta
Untuk membantu peserta didik dalam membentuk dan menafsirkan pengalaman mereka, mengembangkan kerjasama, dan pastisipasi aktif mereka dalam memenuhi kebutuhan bersama dan kebutuhan masyarakat.
Untuk mengembangkan cara berfikir dan bertindak kritis terhadap dan di dalam lingkungannya, serta untuk memiliki kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk mengembangkan sikap moral, tanggung jawab sosial, pelestarian nilai-nilai budaya, serta keterlibatan diri peserta didik dalam perubahan masyarakat dengan berorientasi ke masa depan.

2. Ciri-ciri Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan Luar Sekolah sebagai subsistem nilai dari Pendidikan Nasional mempunyai nilai yang berbeda dengan pendidikan sekolah. Menurut model Paulston dalam Sudjana (2001:30-33) mencantumkan ciri-ciri Pendidikan Luar Sekolah Sebagai Berikut :
a. Dari segi tujuan :
1).Jangka pendek dan khusus,
2).Kurang menekankan pentingnya ijazah, hasil belajar, berijazah atau tidak, dapat diterapkan langsung dalam kehidupan di lingkungan pekerjaan atau di masyarakat.
3).Ganjaran diperoleh selama proses dan akhir program, dalam bentuk benda yang diproduksi, pendapatan, keterampilan.

b. Dari segi waktu
1) Relatif singkat, jarang lebih dari satu tahun,
2) Menekankan masa sekarang dan masa depan.

c. Dari segi isi program
1) Kurikulum berpusat pada kepentingan peserta didik,
2) Mengutamakan aplikasi,
3) Persyaratan masuk ditetapkan bersama peserta didik.

d. Dari segi proses belajar mengajar
1) Dipusatkan di lingkungan masyarakat dan lembaga,
2)Berkaitan dengan kehidupan peserta didik dan masyarakat, pada waktu mengikuti program,
3)Struktur program yang fleksibel, program belajar yang bermacam ragam dalam jenis dan urutannya,
4)Berpusat pada peserta didik, kegiatan belajar dapat menggunakan sumber belajar dari berbagai keahlian dan juru didik,
5) Peghematan sumber-sumber yang tersedia.

e. Dari segi pengendalian program
1) Dilakukan oleh pelaksana program dan peserta didik,
2)Pendekatan demokratis, hubungan antara pendidik dan peserta didik bercorak hubungan sejajar atas dasar kefungsian,
3. Tujuan Pendidikan Luar Sekolah.
sebagaimana dikemukakan Seameo dalam Sudjana (2001:47) sebagai berikut :
“Tujuan pendidikan luar sekolah adalah untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai-nilai yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok untuk berperan serta secara efisien dan efektif dalam lingkungan keluarganya, pekerjaannya, masyarakat, dan bahkan negaranya”.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No.73 tahun 1991 bahwa pendidikan luar sekolah bertujuan :
a. Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayat guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya.
b. Memenuhi warga belajar agar memiliki pengetahuan dan keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi,
c. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.

C. Model Perencanaan Pendidikan
1. Pengertian Model
Pengertian model seperti yang dikemukakan oleh Marzuki (1992:63) yaitu sebagai suatu pola atau aturan tentang sesuatu yang akan dihasilkan. Pengertian kedua adalah suatu contoh sebagai tiruan dari pada aslinya. Misalnya model pesawat terbang. Pengertian ketiga adalah seperangkat faktor atau variabel yang saling berhubungan satu sama lain yang merupakan unsur yang menggambarkan satu kesatuan sistem.

2. Pengertian Perencanaan
Waterson (1965) mengemukakan bahwa :
”pada hakekatnya perencanaan merupakan usaha sadar, terorganisasi, dan terus menerus dilakukan untuk memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif tindakan guna mencapai tujuan. Perencanaan bukan tindakan tersendiri melainkan suatu bagian dari proses pengambilan keputusan yang kompleks.”
Berdasarkan beberapa pengertian dan prinsip diatas dapat dikemukakan bahwa keputusan yang diambil dalam perencanaan berkaitan dengan rangkaian tindakan atau kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan di masa yang akan datang. Rangkaian tindakan atau kegiatan itu perlu dilakukan karena dua alasan, pertama, untuk mewujudkan kemajuan atau keberhasilan sesuai dengan yang diinginkan. Sedangkan alasan kedua, ialah supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan, dan kondisi yang sama atau lebih rendah daripada keadaan pada saat ini.

3. Fungsi dan Karakteristik Perencanaan Pendidikan Non Formal
Perencanaan pendidikan non formal merupakan kegiatan yang berkaitan dengan Pertama, upaya sistematis yang menggambarkan penyusunan rangkaian tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi atau lembaga dengan mempertimbangkan SDM dan non SDM.Kedua, perencanaan merupakan kegiatan untuk mengerahkan atau menggunakan sumber-sumber yang terbatas secara efisien.

4. Prinsip-prinsip Perencanaan
Prinsip perencanaan Pendidikan luar sekolah yang dikemukakan oleh Sudjana (2004:57) :
perencanaan merupakan proses sistematis karena menggunakan prinsip-prinsip tertentu, prinsip tersebut mencangkup proses pengambilan keputusan, penggunaan pengetahuan dan teknik secara ilmiah, serta tindakan atau kegiatan yang terorganisir”.
a. Prinsip proses pengambilan keputusan
b. Prinsip penggunaan pengetahuan dan teknik secara ilmiah
c. Prinsip tindakan atau kegiatan yang terorganisir
Ginan dalam orasi personal (Panazaba – Hari Anti Napza Nasional, 26 Juni 2007) mengungkapkan bahwa :
”setiap perencanaan akan berjalan dengan baik apabila ada pengaturan tindakan yang kemudian dilembagakan secara benar, berbentuk sebuah pengorganisasian atau pengerahan kemampuan”.

5. Jenis-jenis Perencanaan
Sudjana (2004:60) mengungkapkan bahwa perencanaan yang diterapkan dalam pendidikan nonformal dapat diklasifikasi menjadi dua jenis, yaitu perencanaan alokatif (allocative planning) dan perencanaan Inovatif (innovative planning).
Ciri Pokok Perencanaan Inovatif
a. Pembentukkan Lembaga Baru
b. Berorientas Pada Kegiatan
c. Pengerahan Sumber-Sumber

D. Pendidikan Kesetaraan
Berdasarkan Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional pasal 26 ayat (3), dan penjelasannya bahwa pendidikan kesetaraan adalah program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencangkup Program Paket A, Paket B, dan Paket C.
Definisi mengenai setara adalah sepadan dalam civil effect, ukuran, pengaruh, dan kedudukan. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 26 ayat (6) bahwa hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pengertian mengenai pendidikan kesetaraan adalah jalur pendidikan nonformal dengan standar kompetensi lulusan yang sama dengan sekolah formal, tetapi konten, konteks, metodologi, dan pendekatan untuk mencapai standar kompetensi lulusan tersebut lebih memberikan konsep-konsep terapan, tematik, induktif, yang terkait dengan permasalahan lingkungan dan melatih kecakapan hidup berorientasi kerja atau berusaha sendiri.
Program Pendidikan kesetaraan merupakan solusi bagi kelompok masyarakat yang membentuk komunitas belajar sendiri, tidak selesai sekolah, atau anak yang bermasalah.
Pendidikan kesetaraan diarahkan untuk mewujudkan insan Indonesia yang cerdas komprehensif dan kompetitif bagi semua peserta didik pendidikan kesetaraan yang selama ini cenderung termajinalkan
Kurikulum dikembangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan :
1. Kelompok mata pelajaran Pendidikan Agama dan Akhlak Mulia.
2. Kelompok mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Kepribadian
3. Kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
4. Kelompok mata pelajaran Estetika
5. Kelompok mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
Kurikulum kesetaraan mengembangkan kecakapan hidup yang terdiri atas : kecakapan pribadi, kecakapan intelektual, kecakapan sosial dan kecakapan vokasional.
Penyelenggara tersebut harus mempunyai struktur organisasi yang sekurang kurangnya terdiri dari:
Ketua Penyelenggara
Tenaga Pendidik
Tempat BelajarAdministrasi
Dalam menjamin penyelenggaraan pendidikan kesetaraan berlangsung dengan baik, maka dilakukan pembinaan dan pengawasan:
a. Direktorat Pendidikan Kesetaraan,
b. Kasubdin Propinsi dan Kabupaten/Kota,
c. Penilik Dikmas/TLD (Tenaga Lapangan Dikmas),
Peserta Ujian nasional adalah warga belajar pada program Paket A, Paket B, dan Paket C dengan persyaratan adiministratif sebagai berikut:
a. Terdaftar sebagai peserta didik dan tercatat dalam Buku Induk,
b. Memiliki STTB atau Ijazah atau Surat Keterangan Yang Berpenghargaan Sama (SKYBS) dengan STTB/Ijazah dari satuan pendidikan yang setingkat lebih rendah;
c. Duduk di kelas/tingkat terakhir (Kelas VI Untuk Paket A, Kelas III untuk Paket B dan Paket C).
d. Telah menyelesaikan seluruh materi pembelajaran dan memiliki laporan hasil penilaian/rapor;
d. Telah berumur sekurang‑kurangnya 12 tahun untuk Paket A, 15 tahun untuk Paket B, dan 18 tahun Paket C.
e. Mata pelajaran yang diujikan sebagai berikut:
Paket A, meliputi mata pelajaran PPKn, Matematika, IPS, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan IPA
Paket B, meliputi mata pelajaran PPKn, Matematika, IPS, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan IPA.
Paket C IPS, meliputi mata pelajaran PPKn, Bahasa Inggris, Sosiologi, Tatanegara, Bahasa dan Sastra Indonesia, dan Ekonomi
Paket C IPA, meliputi mata pelajaran PPKn, Bahasa Inggris, Biologi, Kimia, Bahasa dan Sastra Indonesia, Fisika dan Matematika.
Paket C Bahasa, meliputi mata pelajaran PPKn, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Sejarah Budaya, Sastra Indonesia, dan Bahasa Asing pilihan.

E. Pesan UUD 1945
Pendidikan nasional memainkan peranan yang sangat penting, khususnya bagi pembangunan kehidupan intelektual nasional. Amandemen Undang‑Undang Dasar 1945 dengan tegas mengamanatkan pentingnya pendidikan nasional. Pada Pasal 31 Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga . negara berhak mendapatkan pendidikan. Sedangkan pada Pasal 31 Ayat (2) berbunyi bahwa setiap warga negara. Wajib mengikuti pen­didikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Aman­demen ini hasil dari pengakuan bahwa pendidikan adalah institusi sosial utama yang harus didukung oleh institusi so­sial lainnya termasuk hukum, sosial‑budaya, ekonomi, dan politik sebagai suatu kesadaran kolektif. Pendidikan sepa­tutnya juga responsif terhadap ketidakseimbangan struktur populasi penduduk, kesenjangan sosio‑ekonomi., kesen­jangan teknologi, penyesuaian sendiri terhadap nilai‑nilai baru dalam era globalisasi; dan ini sepatutnya diarahkan ke­pada pembangunan karakter nasional.
Pentingnya pendidikan tersebut, lebih lanjut diuraikan dalam UndangUndang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 5 yang berbunyi:
1)Setiap warga negara. Mempunyai hak yang sama untuk memeproleh pendidikan yang bermutu
2)Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus
3)Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
4)Warga negara yang memiliki potetisi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus..
5)Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Untuk mewujudkan amanah tersebut maka diperlukan sinergi antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Peran masyarakat dalam pendidikan nasional, kerutama keterlibatan di dalam perencanaan hingga evaluasi masih dipandang sebagai sebuah kotak keterlibatan pasif. Iniasiatif aktif masyarakat masih dipandang sebagai hal yang tidak dianggap penting.
Secara jelas di dalam Pasal 8 UU No. 20/2003 disebutkan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Peran serta masyarakat saat ini hanyalah dalam bentuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dimana proses pemben­tukan komite sekolah pun belum keseluruhannya dilaku­kan dengan proses yang terbuka dan partisipatif.
Kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan dasar pun hingga, saat ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Masih terlalu banyak penduduk Indonesia yang belum tersentuh pendidikan. Selain itu, layanan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan bermutu pun masih hanya di dalam angan. Lebih jauh, anggaran untuk pendidikan (di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan) di dalam APBN maupun APBD hingga saat ini masih di bawah 20% sebagaimana amanat Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 49 UU No. 20/2003, bahkan hingga saat ini hanya berkisar diantara 2‑5%.
Akibatnya adalah di berbagai daerah, pendidikan masih berada dalam kondisi memprihatinkan. Mulai dari kekurangan tenaga pengajar, minimnya fasilitas pendidikan hingga sukarnya masyarakat untuk mengikuti pendidikan karena permasalahan ekonomi dan kebutuhan hidup. Pada beberapa wilayah, anak‑anak yang memiliki keinginan untuk bersekolah harus membantu keluarga untuk mencukupi kebutuhan hidup karena semakin sukarnya akses masyarakat terhadap sumber kehidupan mereka.
Bila berbicara pada kualitas pendidikan Indonesia yang hanya cenderung mengekang kreativitas berpikir dan berkarya serta hanya menciptakan pekerja. Kurikulum yang ada dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini sangat membuat peserta didik menjadi pintar namun tidak menjadi cerdas. Pengekangan kreativitas ini disebabkan pula karena kentalnya paradigma yang mengarahkan masyarakatnya pada penciptaan tenaga kerja untuk pemenuhan kebutuhan industri.
Sistem pendidikan nasional yang telah berlangsung hingga saat ini masih cenderung mengeksploitasi kemampuan akademik. Indikator yang dipergunakan pun cenderung menggunakan indikator kepintaran, sehingga nilai rapor maupun ijazah tidak serta merta menunjukkan kompetensi peserta didik untuk bersaing atau bertahan dalam era industrialisasi dan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy).
Fakta lain adalah berkembangnya pendidikan menjadi sebuah industri. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis. Hal ini mengakibatkan terjadinya praktek jual‑beli gelar. Jual-beli ijazah hingga jual‑beli nilai. Belum lagi diakibatkan kurangnya dukungan terhadap kebutuhan tempat belajar, telah menjadikan tumbuhnya bisnis‑bisnis pendidikan yang mau tidak mau semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk. Pendidikan hanyalah bagi mereka yang telah memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan bagi kalangan miskin, pendidikan hanyalah sebuah mimpi.( Adi Gumilar, 2006:7)

F. Wajib Belajar
Pendidikan nasional di Indonesia masih menghadapi tiga tantangan besar yang kompleks. Tantangan pertama, sebaga’ akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil‑hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga.
Undang‑Undang Dasar 1945 (Amandemen Bab XIII Pasal 31) dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara tegas mengamanahkan pentingnya pendidikan nasional bagi seluruh warga negara Indonesia. Untuk itu, maka permasalahan tersebut perlu diatasi dengan segera guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Sistem penyelenggaraan pendidikan nasional dapat ditempuh melalui tiga jalur yaitu: formal, nonformal dan informal.
Pendidikan jalur formal sudah banyak dipahami oleh masyarakat, dimana sistem penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara formal seperti yang banyak terlihat di sekitar kita. Namun pendidikan nonformal dan infor­mal atau lebih dikenal dengan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) merupakan jalur pendidikan yang masih banyak belum mendapat pemahaman dan perhatian yang profesional dari pemerintah maupun masyarakat dalam sistem pembangunan nasional. Minimnya pemahaman, baik yang berkenaan dengan peraturan perundangan maupun dukungan anggaran menyebab­kan pemerataan pelayanan PLS bagi masyarakat di berbagai lapisan dan diberbagai daerah belum dapat dilaksanakan secara optimal.
Pentingnya pendidikan nonformal, maka dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 26 menyebutkan bahwa:
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau. Pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pemerintah telah membentuk Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional dengan tugas utama untuk melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pemberian bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang pendidikan kesetaraan.
Peran pendidikan kesetaraan sangat strategis dalam rangka memberikan bekal pengetahuan dan program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Mengingat, warga belajar yang dilayani adalah masyarakat yang putus sekolah karena keterbatasan ekonomi, TKI di luar negeri, calon TKI, masyarakat di daerah‑daerah khusus, seperti daerah perbatasan, daerah bencana, dan daerah yang terisolir dengan fasilitas pendidikan belum ada, dan sebagainya, maka pendidikan kesetaraan akan sangat membantu dalam memperoleh pendidikan.
Warga belajar yang sangat spesifik demikian, maka kurikulum yang diajarkan juga berbeda dengan pendidikan formal. Misal, program Paket B (setara SMP/MTs), pembagian bobot muatan substansi kajian pengetahuan adalah 60%, dan muatan keterampilan hidup adalah 40%. Selain itu, layanan pendidikan kesetaraan, baik bagi masyarakat pedesaan maupun masyarakat miskin di perkotaan tetap mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain: (1) perencanaan integratif, (2) memahami budaya setempat, (3) penguasaan bahasa, (4) akses kepada pendidikan dasar yang mengacu kepada keterampilan hidup yang sesuai dengan potensi lokal, budaya, dan sumberdaya.
Peran strategis pendidikan kesetaraan Paket B terhadap program wajib belajar secara nasional mencapai sekitar 3%. Sedangkan jumlah lulusan warga belajar yang mengikuti program Paket A, Paket B, dan Paket C terus meningkat. Secara nasional, program Paket C antara tahun 2004-2005 terjadi kenaikan jumlah lulusan sebesar 76,43%. Warga didik yang mengikuti program Paket A sekitar 59.109 orang pada tahun 2004, sedangkan tahun 2005 meningkat hampir dua kali lipat yaitu 104.284 orang. Demikian pula halnya dengan program Paket B dan Paket C, terjadi kenaikan lulusan sebesar 15,93% dan 56,36 % .

BAB III UNDANG-UNDANG NO 20 TAHUN 2003
TENTANG SISDIKNAS PASAL 3

Pendidilan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini, diperlukan perjuangan seluruh lapisan masyarakat.
 Dalam UU NO 20 tahun 2003 Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pendidikan  adalah sebuah proses untuk mengubah jati diri peserta didik untuk lebih maju. Menurut para ahli ada beberapa pengertian yang mengupas tentang definisi dari pendidikan itu sendiri diantaranya adalah menurut John Dewey, pendidikan merupakan salah satu proses pembaharuan makna pengalaman. Menurut Prof. Sugadra purbakawala dalam ensiklopedi pendidikannya mengartikan pendidikan dalam arti luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pngetahuannya, ilmunya, kecakapannya, serta ketmpilannya. Menurut prof. Lodge pendidikan mempunyai pengertian luas dan sempit. Dalam pengertian luas pendidikan merupakan pengalaman yang dialami seseorang selama hidupnya.
Dalam   pengertian sempit pendidikan di batasi pada fungsi tertentu didalam masyarakat yang  terdiri atas penyerahan adat istiadat dengan latar belakang sosial. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seseorang mulai mendapatkan atau memperoleh pengalaman dalam lingkungannya  ketika ia memulai hidupnya di dunia. sedangkan menurut salah seorang pakar pendidikan Darmawan Iskandar,  pendidikan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia. nilai-nilai pendidikan sendiri adalah suatu makna dan ukuran yang tepat dan akurat yang mempengaruhi adanya pendidikan itu sendiri. diantara Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa,  ada 18 unsur dan nilai yang mana diantaranya adalah :
Religius;
Jujur;
Toleransi;
Disiplin;
Kerja Keras
Kreatif;
Mandiri;
Demokratis;
Rasa Ingin Tahu;
Semangat Kebangsaan;
Cinta Tanah Air;
Menghargai Prestasi;
Bersahabat/Komuniktif;
Cinta Damai;
Gemar Membaca;
Peduli Lingkungan;
Peduli Sosial, dan
Tanggung Jawab.
Visi dan misi pendidikan nasional telah menjadi rumusan dan dituangkan pada bagian “penjelasan” atas UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Visi dan misi pendidikan nasional ini adalah merupakan bagian dari strategi pembaruan sistem pendidikan.

Visi Pendidikan Nasional dan Tujuan Pendidikan
Pendidikan merupakan suatau alat yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya. Manusia dalam memelihara kelanjutan hidupnya mewariskan berbagai nilai-nilai budaya. Dengan landasan  dimana setiap tindakan dan aktivitas harus berorentasi pada tujuan dan rencana, sehingga tujuan pendidikan itu adalah terbentuknya insan kamil yang di dalamnya memiliki wawasan yang kaffah maksudnya religius, mampu menjaga dan melestarikan kepribadian, bersikap obyektif, realitis, selalu berkembang berkreatifitas mengolah fikiran,dan agar mampu menjalankan tugas-tugas kehambaan, kekhalifahan, pewaris nabi dan penerus pejuang ilmu nasional, Selain itu pendidikan memiliki tujuan sebagai berikut:
Menanamkan sifat kekeluargaan dan persaudaraan yang menumbuhkan sikap sosial yang tinggi.
Menuju kemulyaan sebagai makhluk hidup yang berakhlak.
Menanamkan [sifat kreatif yang menumbuhkan gagasan-gagasan baru dan bemanfaat bagi kemanusiannya.
Keterbukaan dalam menumbuhkan prestasi kerja dan pengabdian.
Keseimbangan dalam menumbuhkan kebijakan dan kearifan dalam mengambil keputusan.
Dengan kata lain pendidikan seharusnya bertujuan mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui pelatihan spiritual, kecerdasan rasio, perasaan, dan panca indera. Oleh karena itu pendidikan seharusnya memiliki pelayanan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya yang meliputi spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, linguistik, baik secara individu ataupun kolektif, dengan demikian tujuan utama pendidikan adalah bertumpu pada terealisasinya sistem pendidikan dalam mencerdaskan para peserta didik nasional.
Sedangkan menurut Menurut UU no 20 tahun 2003 pasal 3 menyebutkan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter bangsa yang bermartabat. Ada 9 pilar pendidikan berkarakter, diantaranya adalah:
Cinta Tuhan dan segenap ciptaannya
Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian
Kejujuran /amanah dan kearifan
Hormat dan santun
Dermawan, suka menolong dan gotong royong/ kerjasama
Percaya diri, kreatif dan bekerja keras
Kepemimpinan dan keadilan
Baik dan rendah hati
Toleransi kedamaian dan kesatuan
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya system pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Misi Pendidikan Nasional
Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut:
mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan    yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.
meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan
memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.
Adapun Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik, yang antara lain meliputi:
Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;
Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
Menunjukkan sikap percaya diri;
Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;
Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;
Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;
Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya;
Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari;
Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;
Menghargai karya seni dan budaya nasional;
Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;
Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik;
Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat;
Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;
Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;
Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah;
Memiliki jiwa kewirausahaan.
Namun untuk mencapai visi dan misi pendidikan nasional yang sesuai dengan UU NO 20 tahun 2003 pasal 3 tidaklah mudah masih banyak masalah-masalah pendidikan yang harus di selesaikan, diantaranya masalah :

Sistem Parsial
Pendidikan nasional memiliki peranan yang cukup signifikan dalam dinamika perjalalan pendidikan  nasional.  Tanpa adanya peranan dari dunia pendidikan, sulit dibayangkan bagaimana kondisi bangsa Indonesia sekarang ini. Arah perjalanan bangsa Indonesia secara umum mewakili gambaran yang dimiliki dunia pendidikan. Hal ini tidak bisa dinafikkan peranan penting para lulusan luar negeri, mereka memiliki peranan yang lebih luas dalam kancah berbagai aspek kehidupan. Secara jujur harus kita akui bersama bahwa apa yang tengah berlangsung dalam dunia pendidikan nasional sekarang ini bukanlah potret yang sempurna. Gambaran pendidikan Indonesia, selain kontribusi positif yang telah dimainkan juga sarat dengan persoalan kian hari kian kompleks dan sulit di urai.
Salah satu penilaian menyebutkan bahwa sistem pendidikan nasional bersifat parsial, tidak utuh dan tidak sistematis. Implikasi dari sistem ini adalah di hasilkannya output yang memiliki karekteristik yang terpecah .Ada tiga kelompok besar prototipe output pndidikan dari sistem parsial sebagaimana berikut ini:
Pendidikan menghasilkan lulusan yang intelektual yang mamapu menguasai alat teknologi yang mutakhir, namun kurang mampu memahami, menjalankan, dan menghayatinilai-nilai luhur ajaran agama. Akibatnya banyak oarang pandai akan tetapi kurang memperhatikan nilai-nilai moralitas. Misalnya, banyak oarng yang memiliki intelektualitas yang memadai bergelar doktor bahkan profesor, akan tetapi tidak di iringi oleh moralitas yang tinggi. Terbukti beberapa dari mereka kini menghuni teralis besi.
Mereka yang memiliki kemampuan intelektual mampu, menghayati, menguaasai, dan menjalankan nilai-nilai luhur, tetapi tidak mampu menguasai teknologi dan dinamika politik yang ada di dalamnya. Karena watak kritis dan lemahnya kemampuan analitis menjadikan kelompok ini begitu mudah dijadikan sebagai alat untuk kepentinagan tertentu.
Kelompok yang memiliki kemampuan intelektual yang mampu menguasai agama, akan tetapi tidak mampu manghayati nilai-nilai luhur sebagai substansi ajaran agama, akibatnya muncul para ahli agama yang mumpuni secara keilmuan, tetapi mereka justru menggadaikan agama demi kepentingan tertentu.

Kurikulum yang Kurang Mencerdaskan
Banyaknya perubahan-perubahan dalam membuat kurikulum baru, misalnya dari kurikulum MGMP diganti dengan KTSP tidak lama diganti dengan KBK dan diganti lagi jika kurang cocok dengan harapan. Memang perubahan itu perlu, akan tetapi perlu disadari tidak semua perubahan mudah di terima, termasuk perubahan kurikulum. Pada dataran teknis, perubahan kurikulum memang telah diikuti dan dilaksanakan oleh para guru, terlepas bagaimana kualitas pelaksanaanya. Tetapi nampaknya spirit, ruh, filosofi, dan substansi yang mendasari kurikulum baru tersebut belum mampu terinternalisasi secara utuh. Akibtnya, pergantian kurikulum pun mampu memberikan perubahan secara signifikan dalam peningkatan kualitas peningkatan kualitas lulusan.
Gambaran yang kurang memuaskan dari wajah pendidikan ini diperparah dengan munculnya berbagai permasalahan lain yang datag seolah tanpa henti. Hal ini tampak pada ujian nasional, perjokian” jalan belakang” dalam menerima murid baru, dan berbagai permasalahan lain, seolah begitu sulit untuk diputus. Berita seperti inisepertinya menjadi rutinitas yang terus mengikuti perjalanan pendidikan dari waktu ke waktu. Berbagai realitas semacam inilah yang menjadikan wajah pendidikan nasional tetap saja sulit menjadi cerah dan menggembirakan.

Akses Negatif Media
Inilah era akhir rahasia, segala sesuatu memiliki peluang menjadi konsumsi publik termasuk persoalan yang paling privat sekalipun. Dalam analisis yang di kembangkan oleh pakar pendidikan Indonesia, H.A.R Tilar ada beberapa persoalan yang kini harus dihadapi oleh sistem pendidikan nasional.salah satunya menurunya akhlak dan moral siswa (dan mahasiswa). Pergaulan dan seks bebas, telah berkembang menjadi fenomena yang kian meresahkan. Jumlah pelaku dari kalangan pelajar dari waktu ke waktu  semakin meningkat. Fenomena seperti tidak bisa dilihat semata mata dari sudut pandang normatif keberagaman dan moralitas saja, akan tetapi merupakn salah satu faktor yang cukup determinan pengaruhnya adalah derasnya pengaruh perkembangan teknologi informasi.
Seksualitas memang bukan sekedar identitas bio-seksual yang keberadaanya terformat dalam suatu kerangka makna dan pola-pola pengorganisasian yang mantab, tetapi setiap saat dapat berubah karena interaksi dengan berbagai faktor. Pornografi salah satu bentuk hidden curicculum merupakan hal yang cukup berbahaya bagi perkembangan mentalitas anak didik. Oleh karena itu di butuhkan pemikiran dan usaha serius agar dampak negatifnya dapat dieliminir. Sebagaimana dalam ajaran agama, seksualitas seharusnya diposisikan secara proporsional sebagai representasi nilai, norma dan sistem pengetahuan masyarakat, bukan justru diekploitasi sebagai obyek nafsu.

Buruknya infrakstruktur Sekolah
Banyak yang tergelitik melihat wajah pendidikan kita yang carut marut dan bopeng disana sini. Apa yang dilakukan pemerintah masih sebatas melemparkan ide-ide abstrak yang tidakoperasional dan tidak di imbangi dengan adanya alat untuk merealisasikan anjuran tersebut. Indra Djati Sidi seperti yang dikutip kembali oleh Enco Muliyasa, mengemukakan beberapa hal yang harus dilakukan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan otonomi pendidikan yaitu:
Upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan melalui konsesus nasional antara pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat.
Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan yang mengarah pada pengelolaan berbasis sekolah ( school based management), dengan memberi kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia bagi tercapainya tujuan pendidikan.
Peningkatan relevansi pendidikan yang mengarah pada pendidikan yang berbasis masyarakat ( community based management).
pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan yang berkaitan dengan formula pembiayaan pendidikan yang adil dan transparan.

Kenakalan Pelajar
   Selain persoalan pornografi dan menurunnya akhlak dan moralitas siswa ditandai dengan semakin meningkatnya perilaku kekerasan sesama mereka. Para pelajar yang melakukan perkelahian sesama pelajar meningkat terus dari waktu ke waktu. Belakangan kondisi semakin memprihatinkan dengan perilaku tawuran yang dilakukan oleh kalangan mahasiswa. Akan tetapi kesalahan itu tidak semuanya diakibatkan dari para pelajar sendiri melainkan ada faktor penyebab lainnya misalnya, kurangnya ekonomi, hubungan orangtua dan anak bagaikan musuh, tidak bisa mengontrol sosial pada tindakan ekerasan. Sehingga dalam mengatasi masalah kenakalan pelajar yang kian hari kian meningkat intensitasnya ini, menarik mengutip pendapat prof.Dr.Arief Rahman. Beliau menawarkan beberapa langkah untuk mengatasi masalah tersebut, sebagaimana berikut ini:
Memberi informasi kepada kepala sekolah, guru, orangtua, anak dan masyarakat mengenai kenakalan pelajar.
Memberikan kegiatan edukatif, yaitu kegiatan yang melibat kan semua unsur tersebut untuk membahas dan memberi alternatif kegiatan yang bernialai pendidikan dan mengandung manfaat positif.
Memberi kegiatan yang sifatnya alternatif.



Masyarakat yang Mabuk Gelar 
Sebuah gelar akademis memiliki makna yang sangat penting. Gelar tersebut mencerminkan kapasitas dan kualitas yang selaras dengan pemiliknya. Kalau dibelakang ada gelar SH, misalnya, maka bukan hal yang salah jika masyarakat mengansumsikan jika pemiliknya adalah orang yang menguasai hal ikhwal dan seluk beluk dalam bidang hukum. Demikian juga dengan gelar-gelar yang lainnya yang melekat di depan atau di belakang nama seseorang.
Ada beragam manifestasi mentalitas instan, misalnya obral ijazah dan gelar serta perkuliahan jarak jauh. Fenomena lain yang dapat kita amati adalah tumbuhnya perilaku tidak jujur dalam dunia sekolah. Coba simak berita di media masa pada waktu penerimaan musim penerimaan murid baru. Hampir terjadi dalam setiap tahunnya protes demi protes dari orang tua murid terkait dengan pelaksanaan penerimaan murid baru. Fenomena yang tampak hampir setiap tahun ini telah mencerminkan sesuatu yang menyedihkan dalam dunia pendidikan kita. Ada guratan kekecewaan, kesedihan, ketidakpercayaan, dan harapan yang tidak tercapai dari wajah–wajah orang tua yang anaknya gagal menjadi siswa di sekolah tertentu. Sementara orang tua yang anak-anaknya di terima di sekolah tertentu merasakan gembira yang luar biasa seolah masa depan anaknya telah di rengkuh secara nyata. Bahkan yang tercermin demi kesuksesan anaknya, banyak orang tua yang rela berkorban dengan melakukan apapun. Jika lewat mekanisme norma gagal, maka “jalan belakang” menjadi alternatif lain yang dipilih. Ada salah satu mutiara kearifan Jawa yag memiliki relevansi untuk kita renungkan di tengah arus budaya masyarakat yang semakin cenderung ke arah budaya jalan pintas. Aja nggege mangsa yag mana artinya jangan mempercepat atu mendahului waktu.  Dalam etika dan filsafat Jawa, ungkapan tersebut mengandung makna yang lebih dalam. Pemaknaannya terkait dengan sikap hidup dan kaitan jati diri manusia sebagai dalam individu, sosial, dan makhluk ciptaan Tuhan.
Cara mengatasi masalah-masalah pendidikan dapat dilakukan dengan beberapa cara di antaranya:
Periklanan dan pertemuan adalah sistem pengaplikasian yang berisikan ceramah dan tulisan.
Dialog(hiwar) adanya tanya jawab, diskusi(forum, seminar, musyawaroh, panel,    simposium), mujadalah, saling menstransfer saran antar anggota peserta didik, sehingga peserta didik bisa memahami secara mendalam materi yang telah di jelakan.
Metafora dengan adanya perumpamaan baik berupa ungkapan, gerak, gambar-gambar.
Permainan dan simulasi
pengaplikasian atau praktek secara di paksa setiap hari. Memberikan janji dan ancaman, hal ini memberikan dorongan para peserta didik untuk lebih giat dalam belajar
Dengan demikian pendidikan bisa mewujudkan cita-cita dan tujuannya yaitu memberikan pengetahuan yang modern, profesional yang bermoral dan berakhlak. Sehingga sistem pendidikan nasional yang memberikan gambaran buram pada pendidikan  bisa di tanggulangi secara bertahap. Selain itu peran peserta didik dalam mengembangkan pendidikan nasional yang lebih baik sangat berpengaruh. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang kemudian diimplementasikan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), merupakan kurikulum yang dirancang untuk memberikan peluang seluas-luasnya bagi sekolah dan tenaga pendidik untuk melakukan praktik-praktik pendidikan dalam rangka mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik, baik melalui proses pembelajaran di kelas maupun melalui program pengembangan diri (ekstrakurikuler). Pengembangan potensi peserta didik tersebut dimaksudkan untuk memantapkan kesadaran diri tentang kemampuan terutama kemampuan personal yang dimilikinya. Termasuk dalam hal ini adalah pengembangan potensi peserta didik yang berhubungan dengan karakter dirinya.
seorang guru harus senantiasa optimis bahwa peserta didiknya memiliki potensi, bahkan memiliki banyak potensi. Dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa ditiru atau menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas guru itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis.
Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta didik di sekolah, sebagai berikut.
Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta didik, tetapi guru harus berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan dan menemukan sendiri hasil belajarnya.
Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran. Guru dituntut untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter pada materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam hubungannya dengan ini, setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat diintergrasikan dalam proses pembelajaran.
Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia. Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.
Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter peserta didik. Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia (peserta didik), baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber dalam kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.
Menjadi figur teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta didik terhadap materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sedikit tidak akan bergantng kepada penerimaan pribadi peserta didik tersevut terhadap pribadi seorang guru. Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha untuk meniru, mencontoh apa yang disenangi dari model/pigurnya tersebut. Momen seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi pelajaran, tetapi juga pada prosesnya.
Dengan demikian, setiap guru memiliki kemampuan untuk mendorong peserta didik ke arah pencapaian tujuan dengan penuh kearifan, kesabaran, cekatan, cerdas dan menjunjung tinggi spiritualitas, serta menjadi warga yang demokratis dan bertanggungjawab yang sesuai dengan uu no 20 tahun 2003 pasal 3 tentang sisdiknas.


BAB IV
HAKIKAT PENDIDIKAN

Pengertian Hakekat Pendidikan
Pendidikan mendidik manusia menjadi manusia sehinggah hakekat atau inti dari pendidikan tidak akan terlepas dari hakekat manusia, sebab urusan utama pendidikan adalah manusia. Wawasan yang dianut oleh pendidik tentang manusia akan mempengaruhi strategi atau metode yang digunakan dalam melaksanakan tugasnya, disamping konsep pendidikan yang dianut. Raka Joni (1985) menyatakan beberapa asumsi dasar yang berhubungan dengan hakekat pendidikan itu sebagai berikut :
1.Pendidikan merupakan proses interaksi manusia yang ditandai oleh keseimbangan antara kedaulatan  subjek didik dengan kwibawaan pendidik
2.Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat
3. Pendidikan meningkatkan kualitas ketiidupan pribadi dan masyarakat
4. pendidikan berlangsung seumur hidup
5.Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu penge- tahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya.
Pada dasarnya pendidikan harus dilihat sebagai proses dan sekaligus sebagai tujuan. Artinya proses pendidikan mempunyai visi yang jelas. Individu menjadi manusia karena proses belajar atau proses interaksi manusiawi dengan manusia lain. Ini mengandung arti bahwa proses interaksi dalam kehidupan social menjadi salah satu panutan atau komponen pembentuk hakekat pendidikan yang dimengerti sebagai memanusiakan manusia.
Bertolak dari asumsi dasar seperti terkemuka, maka peranan kunci dari pendidik adalah generator, dalam arti proses pemandirian subjek didik. Jadi pendidikan sebagai proses menjadikan subjek didik untuk menjadi dirinya sendiri, yang berlangsung sepanjang hayat. (untuk terwujudnya kemandirian tersebut, tahap demi tahap seorang pendidik harus mengangsurkan prakarsa atau tanggung jawab belajar kepada peserta didik. Karena itu, pendidik menyadari sepenuhnya bahwa otoritas profesional yang diberikan kepadanya hanya untuk rnemandirikan subjek didik, bukan untuk menjinakkannya. Dengan kata lain, Ia (pendidik) harus sewaktu-waktu siap menarik diri, ketika ada petunjuk kemandirian subjek didik mulai bertumbuh (Raka Joni, 1989).
Dernikian hal mi ditegaskan Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional merumuskan pengelolaan situasi pendidikan dengan asas pengendalian kependidikan yang teikenal dengan ajarannya:
1.Tutwuri handayani (jika di be1akang, memberi dorongan)
2.Ing rnadyo mangun karso (jika di tengah-tengah membangkitkan hasrat untuk be1ajar
3.Ing ngarso sung tulodo (jika di depan menjadi teladan)
Dalam keadaan pendidikan seperti tergambar dan dibarengi dengan kedinamisan peranan pendidik, maka akan memungkinkan keterlibatan mental subjek didik yang maksimal untuk mengaktualisasikan pengalaman belajarnya, Konsep inilah yang dinamakan Cara Belajar siswa Aktif, yang pada hakekatnya bertujuan untuk peningkatan martabat kemanusiaan yang didasarkan pada asas pancasila untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Kita sering mendengar kata “Pendidikan” , bahkan saat ini pun kita tengah  bergelut didalamnya. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup dalam hidup dan penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Sang Kholiq untuk beribadah. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah Subhanaha watta’alla dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki mahluk Allah yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirnya diperlukan suatu pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran. Sepintas, kata “Pendidikan” mungkin memang sangat sederhana, namun bisa jadi kita sendiri sampai pada hari ini ternyata belum paham akan hakikat pendidikan itu sendiri. Kita pasti sangat sepakat bahwasanya pendidikan adalah dunia yang sangat penting dalam kehidupan kita. Namun patut disadari juga bahwa proses pendidikan hari ini tak seindah yang kita bayangkan. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai macam permasalahan dalam dunia pendidikan yang ketika kita urai satu per satu, mungkin saja kita akan merasa utopis (putus asa) mencari solusi penyelesaiannya. Apalagi ketika kita berbicara tentang permasalahan dunia pendidikan di Indonesia. Untuk lebih memahami Hakikat Pendidikan, kita dapat meninjau dari pengertian Pendidikan itu sendiri.
Dalam bahasa Yunani, pendidikan adalah pedagogik, yaitu : ilmu menuntun anak.
Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia.
Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak.
Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Dalam KBBI pendidikan berasal dari kata dasar didik dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. 
Dan Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Seiring dengan beberapa definisi diatas, beberapa tokoh pendidikan dunia telah memberikan pemikiran tentang hakikat pendidikan. Imam Al ghazali mengatakan bahwa hakikat pendidikan adalah media/wadah untuk mendekatkan diri pada-Nya demi meraih keselamatan dunia dan akhirat.
“Pendidikan dipandang sebagai suatu aktivitas yang harus menumbuhkan rasa cinta terhadap dunia dan sesama, kerendahan hati, keyakinan, pengharapan dan pemikiran kritis di dalam hati setiap orang yang terlibat di dalamnya. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan mestilah menjadi proses untuk memanusiakan manusia.”
“Pendidikan adalah merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) kearah membina manusia/ anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya (civilized).”

Sehingga dari beberapa pemikiran diatas, kita akan sepakat bahwa hakikat pendidikan adalah media untuk memanusiakan manusia. Dimana proses yang dimaksud adalah bagaimana menggiring manusia dalam proses pencarian ilmu pengetahuan untuk bergerak dari ketidaktahuan menjadi paham dan yakin akan sesuatu yang ditelaah/dipelajarinya, mengembangkan potensi lahiriah dan spiritual manusia sehingga yang tercipta dari proses pendidikan tersebut adalah manusia yang mampu mengembangkan potensi diri menjadi insan yang cerdas intelegensi dan spiritualnya, yang mampu menghasilkan (Produktif) bukan hanya mampu memakai/menghabiskan (Konsumtif), membimbing akhlak manusia menjadi insan yang mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuannya untuk kemaslahatan/ keselamata pribadi dan ummat lainnya.

Pendidikan Berdasarkan Pendekatan/ Teori
Berbagai pendapat mengenai hakikat pendidikan dapat digolongkan atas dua kelompok besar, yaitu :
Pendekatan Reduksionisme
Pendekatan-pendekatan reduksionisme melihat proses pendidikan peserta didik dan keseluruhan termasuk lembaga-lembaga pendidikan, menampilkan pandangan ontologis maupun metafisis tertentu mengenai hakikat pendidikan. Teori-teori tersebut satu persatu sifatnya mungkin mendalam secara Vertikal namun tidak melebar secara horizontal.Peserta didik, anak manusia, tidak hidup secara terisolasi tetapi dia hidup dan berkembang di dalam suatu masyarakat tertentu, yang berbudaya, yang mempunyai visi terhadap kehidupan di masa depan, termasuk kehidupan pasca kehidupan.
Pendekatan Redaksional
Teori-teori / pendekatan redaksional sangat banyak dikemukakan di dalam khazanah ilmu pendidikan. Dalam hal ini akan dibicarakan berbagai pendekatan reduksionalisme sebagai berikut:
Pendekatan pedagogis / pedagogisme
Titik tolak dari teori ini ialah anak yang akan di besarkan menjadi manusia dewasa.
Pendekatan Filasofis / religionisme
Anak manusia mempunyai hakikatnya sendiri dan berbeda dengan hakikat orang dewasa. Oleh sebab itu, proses pendewasaan anak bertitik-tolak dari anak sebagai anak manusia yang mempunyai tingkat-tingkat perkembangan sendiri.
Pendekatan religius / religionisme
Pendekatan religius / religionisme dianut oleh pemikir-pemikir yang melihat hakikat manusia sebagai makhluk yang religius. Namun demikian kemajuan ilmu pengetahuan yang sekuler tidak menjawab terhadap kehidupan yang bermoral.
Pendekatan psikologis / psikologisme
Pandangan-pandangan pedagogisme seperti yang telah diuraikan telah lebih memacu masuknya psikologi ke dalam bidang ilmu pendidikan hal tersebut telah mempersempit pandangan para pendidik seakan-akan ilmu pendidikan terbatas kepada ilmu mengajar saja.
Pendekatan negativis / negativisme
Pendidikan ialah menjaga pertumbuhan anak. Dengan demikian pandangan negativisme ini melihat bahwa segala sesuatu seakan-akan telah tersedia di dalam diri anak yang bertumbuh dengan baik apabila tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang merugikan pertumbuhan tersebut.
Pendekatan sosiologis / sosiologisme
Pandangan sosiologisme cenderung berlawanan arah dengan pedagogisme. Titik-tolak dari pandangan ini ialah prioritas kepada kebutuhan masyarakat dan bukan kepada kebutuhan individu.
Selanjutnya diuraikan bahwa dalam upaya membina tadi digunakan asas/pendekatan manusiawi/humanistik serta meliputi keseluruhan aspek/potensi anak didik serta utuh dan bulat (aspek fisik–non fisik ; emosi–intelektual ; kognitif–afektif psikomotor), sedangkan pendekatan humanistik adalah pendekatan dimana anak didik dihargai sebagai insan manusia yang potensial, (mempunyai kemampuan, kelebihan , kekurangan, dll), diperlakukan dengan penuh kasih sayang , hangat , kekeluargaan, terbuka, objektif dan penuh kejujuran serta dalam suasana kebebasan tanpa ada tekanan/paksaan apapun juga.
Melalui penerapan pendekatan humanistik maka pendidikan ini benar-benar akan merupakan upaya bantuan bagi anak untuk menggali dan mengembangkan potensi diri serta dunia kehidupan dari segala liku dan seginya.Menurut Ki Hadjar Dewantara terdapat lima asas dalam pendidikan yaitu :
Asas Kemerdekaan; Memberikan kemerdekaan kepada anak didik, tetapi bukan kebebasan yang leluasa, terbuka (semau gue), melainkan kebebasan yang dituntun oleh kodrat alam, baik dalam kehidupan individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Asas Kodrat Alam; Pada dasarnya manusia itu sebagai makhluk yang menjadi satu dengan kodrat alam, tidak dapat lepas dari aturan main (Sunatullah), tiap orang diberi keleluasaan, dibiarkan, dibimbing untuk berkembang secara wajar menurut kodratnya.
Asas Kebudayaan; Berakar dari kebudayaan bangsa, namun mengikuti kebudayaan luar yang telah maju sesuai dengan jaman. Kemajuan dunia terus diikuti, namun kebudayaan sendiri tetap menjadi acauan utama (jati diri).
Asas Kebangsaan; Membina kesatuan kebangsaan, perasaan satu dalam suka dan duka, perjuangan bangsa, dengan tetap menghargai bangsa lain, menciptakan keserasian dengan bangsa lain.
Asas Kemanusiaan; Mendidik anak menjadi manusia yang manusiawi sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan.
Ada tiga hal yang perlu di kaji kembali dalam pendidikan, yaitu :
Pendidikan tidak dapat dibatasi hanya sebagai schooling belaka. Dengan membatasi pendidikan sebagai schooling maka pendidikan terasing dari kehidupan yang nyata dan masyarakat terlempar dari tanggung jawabnya dalam pendidikan. Oleh sebab itu, rumusan mengenai pendidikan dan kurikulumnya yang hanya membedakan antara pendidikan formal dan non formal perlu disempurnakan lagi dengan menempatkan pendidikan informal yang justru akan semakin memegang peranan penting didalam pembentukan tingkah laku manusia dalam kehidupan global yang terbuka.
Kedua, pendidikan bukan hanya untuk mengembangkan intelegensi akademik peserta didik. Pengembangan seluruh spektrum intelegensi manusia baik jasmaniah maupun rohaniyahnya perlu diberikan kesempatan didalam program kurikulum yang luas dan fleksibel, baik didalam pendidikan formal, non formal dan informal.
Ketiga, pendidikan ternyata bukan hanya membuat manusia pintar tetapi yang lebih penting ialah manusia yang berbudaya dan menyadari hakikat tujuan penciptaannya.

Hakikat Pendidikan dalam Kacamata Islam
Allah berfirman dalam (Q.S An-nisaa, 4:9) yang artinya :
“Hendaklah kalian khawatir akan meninggalkan anak keturunan yang lemah, yang hidup sesudah kalian”.
PENDIDIKAN adalah tanggung jawab bersama. Setiap kita bertanggung jawab terhadap pendidikan bangsa ini. Tidak hanya bagi mereka yang terjun di lembaga pendidikan formal seperti guru, dosen dan sebagainya, tapi semuanya. Pemahaman ini yang harus tertanam terlebih dahulu. Pendidikan tidak sama dengan sekolah. Cakupannya luas tak terbatas .Sekolah hanya satu bagian kecil dari sarana pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan tidak hanya terpaku pada transfer materi dari guru ke murid. Pendidikan harus utuh dan menyeluruh, meliputi semua aspek dalam kehidupan seorang muslim.  Pendidikan harus berorientasi pada terbentuknya individu-individu yang memiliki karakter /jati diri(kepribadian) yang syaamil (lengkap, utuh - menyeluruh). Kepribadian yang utuh dan menyeluruh inilah yang saat ini tengah hilang dari kehidupan muslim.
Hakikat Pendidikan (Seharusnya) membentuk karakter pendidikan yang harus berorientasi kepada terbentuknya karakter (kepribadian/jatidiri).Setiap tahapan pendidikan dievaluasi dan dipantau dengan saksama sehingga menjadi jelas apa yang menjadi potensi positif seseorang yang harus dikembangkan dan apa yang menjadi faktor negatif seseorang yang perlu disikapi.Akar dari karakter ada dalam cara berfikir dan cara merasa seseorang. Ini merupakan struktur kepribadian yang natural dan memang sudah menjadi sunatullah.Sebagaimana diketahui, manusia terdiri dari tiga unsur pembangun yaitu hatinya (bagaimana ia merasa), fikirannya (bagaimana ia berfikir) dan fisiknya (bagaimana ia bersikap). Oleh karena itu , langkah –langkah untuk membentuk atau merubah karakter juga harus dilakukan dengan menyentuh dan melibatkan unsur-unsur tersebut.
Hakikat  Pendidikan, Proses pembentukan itu sendiri tidak berjalan seadanya, namun ada kaidah-kaidah tertentu yang harus diperhatikan. Beberapa kaidah pembentukan karakter tersebut adalah sebagai berikut :
Kaidah Kebertahapan
Proses pembentukan dan pengembangan karakter harus dilakukan secara bertahap.Orang tidak bisa dituntut untuk berubah sesuai yang diinginkan secara tiba-tiba dan instant. Namun ada tahapan-tahapan yang harus dilalui dengan sabar dan tidak terburu-buru. Orientasi kegiatan ini adalah pada proses bukan pada hasil. Proses pendidikan adalah lama namun hasilnya paten.
Kaidah Kesinambungan
Seberapa pun kecilnya porsi latihan, yang penting bukanlah di situ, tapi pada kesinambungannya. Proses yang berkesinambungan inilah yang nantinya membentuk rasa dan warna berfikir seseorang yang lama-lama akan menjadi kebiasaan dan seterusnya menjadi karakter pribadinya yang khas.
Kaidah Momentum
Pergunakan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi pendidikan dan latihan.Misalnya Ramadhan untuk mengembangkan sifat sabar, kemauan yang kuat,kedermawanan, dan sebagainya.
Kaidah Motivasi Intrinsik
Karakter yang kuat akan terbentuk sempurna jika dorongan yang menyertainya benar-benar lahir dari dalam diri sendiri. Jadi, proses “merasakan sendiri”, “melakukan sendiri” adalah penting. Hal ini sesuai dengan kaidah umum bahwa mencoba sesuatu akan berbeda hasilnya antara yang dilakukan sendiri dengan yang hanya dilihat ataudiperdengarkan saja. Pendidikan harus menanamkan motivasi/keinginan yang kuat dan “lurus” serta melibatkan aksi fisik yang nyata.
Kaidah Pembimbingan
Pembentukan karakter ini tidak bisa dilakukan tanpa seorang guru/pembimbing.Kedudukan seorang guru/pembimbing ini adalah untuk memantau dan mengevaluasi perkembangan seseorang.Guru/pembimbing juga berfungsi sebagai unsur perekat, tempat “curhat” dan sarana tukar pikiran bagi muridnya.
Pendidikan Karakter/jati diri seorang muslim yang diinginkan yaitu karakter/kepribadian yang lengkap, utuh dan menyeluruh. Oleh karena itu pendidikan harus melibatkan dan mendayagunakan seluruh aspek potensi manusia dari semua lini. Berikut adalah aspek-aspek pendidikan tersebut :

Hakikat Pendidikan Bagi Paulo Freire
Adalah pembebasan atau perubahan mind set bahwa di dunia ini hanya ada dua peran, sebagai penindas atau tertindas. Pendidikan harus mampu mengubah mind set ini agar kaum tertindas memiliki pandangan bahwa di dunia ini tidak hanya ada dua peran tersebut, tetapi juga ada peran "orang ketiga" yang bukan penindas dan yang tertindas. Disinilah pendidikan melakukan fungsi pembebasan bagi kaum tertindas. Mereka bisa bebas tak lagi menjadi kaum tertindas, sekaligus tidak perlu menjalani peran sebagai penindas.
Dalam proses pendidikan peserta didik diarahkan agar mampu mengembangkan pemikirannya sendiri, tidak seperti "sistem bank" sebelumnya, yang menganggap peserta didik sebagai tabungan yang akan selalu menerima ilmu dari guru. Dalam proses ini guru dianggap paling mengerti dan siswa tidak tahu apa-apa. Freire menyatakan konsep pendidikan "problem posing education" (pendidikan hadap masalah). Dalam konsep pendidikan ini, guru berperan sebagai teman murid yang merangsang untuk berpikir kritis. Hal yang penting dalam sudut pandang pendidikan yang membebaskan adalah agar manusia merasa menjadi tuan dalam pemikirannya sendiri, dengan berdiskusi tentang pikiran dan pandangannya tentang dunia dengan orang-orang disekitarnya. Karena manusia tidak bisa mengubah dunia sendiri, dia harus melibatkan orang-orang disekitarnya untuk merubah dunia.
Pandangan ini menekankan pada dialogika (pembebasan kesadaran, memancing mereka untuk berdialog) dimana pemikiran yang sudah didapatkan dikomunikasikan pada masyarakat atau peserta pendidikan sehingga mereka (kaum tertindas) tidak hanya menjadi objek tetapi juga subjek.

Hakikat Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani pada hakekatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memberlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, makhluk total dari pada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.
Secara ilmiah pelaksanaan pendidikan jasmani mendapat dukungan dari berbagai dukungan ilmu, dimana dari pandangan-pandangan dari setiap disiplin tersebut dapat dijadikan sebagai landasan bagi berlangsungnya program penjas di sekolah-sekolah. Di sini peneliti akan menguraikan landasan ilmiah yaitu dari sudut pandang psikologis, sudut pandang biologis, dan yang terakhir sudut pandang sosiologis.

Landasan psikologis pendidikan jasmani
Pendidikan jasmani melibatkan interaksi antara guru dengan anak, serta anak dengan anak. Di dalam adegan pembelajaran yang melibatkan interaksi tersebut, terletak suatu keharusan untuk saling mengakui dan menghargai keunikan masing-masing, termasuk kelebihan dan kelemahannya. Dan ini bukan hanya kelainan pada fisik, tetapi juga dalam kaitanya dengan perbedaan psikologis seperti kepribadian, karakter, pola fikir, serta tak kalah pentingnya dalam hal pengetahuan dan kepercayaan.
Program pendidikan jasmani yang baik tentu harus dilandasi oleh pemahaman guru terhadap karakteristik psikologis anak, dan yang paling penting adalah  sumbangan apa yang dapat diberikan oleh program pendidikan jasmani terhadap perkembangan mental dan psikologis anak.



Landasan biologis pendidikan jasmani
Pendidikan jasmani adalah disiplin yang berorientasi pada tubuh, disamping berorientasi pada disiplin mental dan sosial. Dalam hal ini guru pendidikan jasmani harus memiliki penguasaan yang kokoh terhadap fungsi fiskal dari tubuh untuk memahami secara lebih baik pemanfaatannya dalam kegiatan pendidikan jasmani. Secara biologis, manusia dirancang untuk menjadi makhluk yang aktif. Meskipun perubahan zaman dan peradaban telah menyebabkan penurunan dalam jumlah aktivitas yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas dasar yang berkaitan dengan kehidupan. Sebenarnya tubuh manusia tidak berubah, karenanya manusia harus tetap menyadari bahwa dalam hal kesehatan tubuhnya, dasar biologisnya menuntut dan mengakui pentingnya aktifitas fisik yang keras dalam hidupnya. Dalam hal inilah pendidikan jasmani yang baik disekolah dan dimasa-masa berikut dalam hidupnya dipandang amat penting dalam menjaga kemampuan biologis manusia.

Landasan sosiologis dalam pendidikan jasmani
Pendidikan jasmani adalah sebuah wahana yang sangat baik untuk proses sosialisasi. Perkembangan sosial jelas penting, dan aktivitas pendidikan jasmani mempunyai potensi untuk menuntaskan tujuan-tujuan tersebut. Seperangkat kualitas dari perkembangan sosial yang dapat dikembangkan dan dipengaruhi dalam proses penjas diantaranya adalah kepemimpinan, karakter, moral, dan daya juang.

Oleh : Dedi Hafid
Abstrak
Langeveld, M.J. dalam buku Beknopte Theoritische Pedagogiek (1945) mengungkapkan manusia merupakan makhluk yang mendidik-dididik, sehingga manusia membutuhkan pendidikan (animal educandum, animal educable). Upaya mengidentifikasi gejala manusia (kehidupan) sangat penting untuk menemukan apakah sebenarnya hakekat pendidikan itu? Bahkan untuk merumuskan apakah definisi pendidikan itu secara lebih tepat perlu terus memonitor kehidupan manusia. Sebab kehidupan manusia selamnya memunculkan gejala yang penuh ke-uniq-an dan emergent (muncul yang baru). Memonitor kehidupan manusia tidak hanya saat ini dan masa depan, melainkan juga masa lalunya. Oleh karena itu, sebelum mampu mengumpulkan bukti ilmiah kehidupan manusia secara komprehensif, maka definisi pendidikan itu bersifat sementara atau masih sesuatu definisi yang berkembang.



Kecerdasan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kecerdasan atau yang biasa dikenal dengan IQ (bahasa Inggris: intelligence quotient) adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental yang dimiliki manusia berdasarkan perbandingan usia kronologis.

Definisi Kecerdasan

Terdapat beberapa cara untuk mendefinisikan kecerdasan. Dalam beberapa kasus, kecerdasan bisa termasuk kreativitas, kepribadian, watak, pengetahuan, atau kebijaksanaan. Namun, beberapa psikolog tak memasukkan hal-hal tadi dalam kerangka definisi kecerdasan. Kecerdasan biasanya merujuk pada kemampuan atau kapasitas mental dalam berpikir, namun belum terdapat definisi yang memuaskan mengenai kecerdasan[1]. Stenberg& Slater (1982) mendefinisikannya sebagai tindakan atau pemikiran yang bertujuan dan adaptif[2].

Struktur kecerdasan

Kecerdasan dapat dibagi dua yaitu kecerdasan umum biasa disebut sebagai faktor-g maupun kecerdasan spesifik. Akan tetapi pada dasarnya kecerdasan dapat dipilah-pilah. Berikut ini pembagian spesifikasi kecerdasan menurut L.L. Thurstone:
·  Pemahaman dan kemampuan verbal
·  Angka dan hitungan
·  Kemampuan visual
·  Daya ingat
·  Penalaran
·  Kecepatan perseptual
Skala Wechsler yang umum dipergunakan untuk mendapatkan taraf kecerdasan membagi kecerdasan menjadi dua kelompok besar yaitu kemampuan kecerdasan verbal (VIQ) dan kemampuan kecerdasan tampilan (PIQ)

Faktor yang memengaruhi kecerdasan

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kecerdasan, yaitu:
·  Faktor Bawaan atau Biologis
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan.
·  Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
·  Faktor Pembentukan atau Lingkungan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi.
·  Faktor Kematangan
Dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
·  Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.[3]

Pengukuran taraf kecerdasan

Salah satu uji kecerdasan yang diterima luas ialah berdasarkan pada uji psikometrik atau IQ. Pengukuran kecerdasan dilakukan dengan menggunakan tes tertulis atau tes tampilan (performance test) atau saat ini berkembang pengukuran dengan alat bantu komputer. Alat uji kecerdasan yang biasa di pergunakan adalah :
·  Stanford-Binnet intelligence scale
·  Wechsler scales yang terbagi menjadi beberapa turunan alat uji seperti :
o          WB (untuk dewasa)
o          WAIS (untuk dewasa versi lebih baru)
o          WISC (untuk anak usia sekolah)
o          WPPSI (untuk anak pra sekolah)
·  IST
·  TIKI (alat uji kecerdasan Khas Indonesia)
·  FRT
·  PM-60, PM Advance

Kritik terhadap tes IQ

Kelemahan dari alat uji kecerdasan ini adalah terdapat bias budaya, bahasa dan lingkungan yang memengaruhinya. Kekecewaan terhadap tes IQ konvensional menimbulkan pengembangan sejumlah teori alternatif, yang semuanya menegaskan bahwa kecerdasan adalah hasil dari sejumlah kemampuan independen yang berkonstribusi secara unik terhadap tampilan manusia.
Stephen Jay Gould adalah salah satu tokoh yang mengkritik teori kecerdasan. Dalam bukunya The Mismeasure of Man (Kesalahan Ukur Manusia), ia mengemukakan bahwa kecerdasan sebenarnya tak bisa diukur, dan juga mempertanyakan sudut pandang hereditarian atas kecerdasan

Kecerdasan Majemuk, Apakah Itu?

Kecerdasan majemuk multi menyatakan bahwa kecerdasan merupakan potensi biologis asli manusia dengan kemampuan khusus. Ada delapan tipe kecerdasan dalam Multiple Intelligences:
1) Cerdas Bahasa
Mengacu pada penggunaan efektif bahasa lisan atau tertulis dan  kemampuan bahasa. Siswa ini cenderung baik dalam tata bahasa, fonologi, bahasa, dikombinasikan dengan pembelajaran praktis dan kemampuan untuk menggunakannya dengan lancar. Siswa cerdas bahasa yang kuat seperti bermain dengan kata-kata, menikmati membaca, diskusi dan menulis.
2) Cerdas Matematik
Mengacu pada penggunaan efisien nomor dan kemampuan penalaran. Kecerdasan majemuk anak jenis ini mengandalkan penalaran atau menjelajahi ketika belajar. Mereka dapat belajar dengan baik melalui komputasi, menghitung, grafik, membandingkan dan mengklasifikasi.
3) Cerdas Spasial
Mengacu pada pengertian yang tepat tentang ruang,  visualisasi, dan kemampuan untuk menunjukkan perasaan. Para mahasiswa yang baik dengan warna, garis, bentuk, bentuk, ruang dan peka terhadap hubungan antara mereka, mereka juga memiliki kemampuan untuk dengan cepat menemukan arah.  Kegiatan berburu, bermain teka-teki, dan suka membayangkan atau berimajinasi. Mereka berpikir dalam gambar dan diagram. Mereka dapat belajar dengan baik melalui melukis, menggambar, menonton film, ilustrasi, pemetaan dan visualisasi.
4) Cerdas Fisik
Orang-orang yang mempunyai kecerdasan ini  pandai menggunakan seluruh tubuh untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. Mereka keahlian fisik khusus, seperti keseimbangan, koordinasi, kelincahan, kekuatan, fleksibilitas dan kecepatan, serta kemampuan taktis. Mereka suka sekali kegiatan di luar ruangan, anak-anak dengan kecerdasan majemuk gardner ini belajar melalui sensasi tubuh dan apat belajar dengan baik melalui pengalaman langsung, seperti drama, tari, dan bermain peran.
5) Cerdas Musik
Orang yang mempunyai kecerdasan musik mereka  mengacu pada deteksi, identifikasi, perubahan dan kemampuan untuk mengekspresikan musik. Kecerdasan ini mencakup ritme, pitch, melodi atau sensitivitas suara . Mereka biasanya punya suara yang bagus dan dapat dengan mudah mengidentifikasi apakah iramanya tepat. Mereka sangat sensitif, mampu bekerja sambil mendengarkan musik, mereka pandai memainkan alat musik dan dapat mengingat lagu baru dengan mudah. Orang-orang dengan kecerdasan ini berpikir melalui melodi  dan irama , mereka dapat belajar dengan baik melalui menulis, menyanyi, dan mengarang lagu lirik, improvisasi dan menulis jingle.
6) Cerdas Interpersonal
Orang dengan kecerdasan ini sadar dan mampu membedakan antara emosi orang lain, niat, motivasi dan kemampuan indrawi. Ini termasuk ekspresi wajah, suara dan gerakan kepekaan, untuk mengidentifikasi hubungan yang berbeda dengan sindiran – sindiran dan kemampuan untuk menyarankan tanggapan yang sesuai.
Mereka biasanya lebih memilih organisasi-organisasi dan berpartisipasi pada permainan olahraga olahraga kelompok seperti basket, dan sepak bola. Orang – orang ini merasa sangat nyaman di tengah keramaian, mereka biasanya para pemimpin kelompok. Anak-anak dalam kategori teori kecerdasan majemuk ini dapat belajar dengan baik melalui negosiasi, kerja kelompok, kegiatan tim, berdebat dan berbagi.
7) Cerdas intrapersonal
Orang yang cerdas secara intrapersonal lebih mengacu pada pengetahuan diri, dan mengukur pada kapasitas yang tepat untuk bertindak secara bijaksana. Mereka biasanya menyadari batin, emosi, niat, motivasi, temperamen, dan keinginan, serta kemampuan untuk disiplin diri, pengetahuan diri dan harga diri. Cerdas dan kesadaran diri yang kuat biasanya mampu mempertahankan buku harian atau kebiasaan tidur control diri, memahami kekuatan dan kelemahan; sering mundur untuk merencanakan tujuan hidup. Anak-anak dalam kategori ini belajar terbaik mendalam melalui refleksi diri, menulis jurnal, penelitian. Bagi mereka, lingkungan belajar yang ideal bagi mereka mungkin sendirian atau mandiri.
8 Cerdas Alam
Orang – orang ini  pandai mengamati alam, mengidentifikasi kapasitas fenomena alam, tetapi juga bisa berhubungan baik dengan alam. Mereka dapat belajar dengan baik melalui pengamatan, membandingkan, klasifikasi, menemukan tangan dan pengalaman dari alam.


DAFTAR PUSTAKA

Sumber: Uno, Hamzah B. 2009. Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
1. Kumpulan Artikel Komputer (Computer), Bahasa Inggris (English), Bahasa Arab (Arabic), Pendidikan (Education), Islam, dll. (etc.) http://komarudintasdik.wordpress.com/
2. Komputer dan Pendidikan
http://uang-info.blogspot.com/
3. Pendidikan
http://money11-info.blogspot.com/
4. Tutorial Delphi & SQLServer
http://delphi-info.blogspot.com/
5. Tutorial HTML, PHP, Web, Blog, Wordpress, Blogspot
http://info-webprogram.blogspot.com/
6. Tutorial Pascal
http://info-pascal.blogspot.com/
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Djuharie, O. Setiawan. 2001. Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi. Bandung: Yrama Widya
Hornby, A S. 2000. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, Sixth Edition. New York: Oxford University Press
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mulyana, E. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis. Bandung: Rosda
Pusat Bahasa DEPDIKNAS. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa DEPDIKNAS RI. 2005. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Pustaka Setia
Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengaja: Salah Satu Unsur Pelaksanaan Strategi Belajar Mengajar: Teknik Penyajian. Jakarta: Rineka Cipta
Sabri, Ahmad. Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching. Jakarta: Quantum Teaching
Sadiman. 2006. Teknologi Informasi dan Komunikasi Jilid 3 untuk SMA Kelas XII Berdasarkan Standar Isi 2006. Jakarta: Erlangga
Sudjana, Nana. 2006. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah Makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Sutikno, M. Sobry. 2009. Pengelolaan Pendidikan: Tinjauan Umum dan Konsep Islami. Bandung: Prospect
Tim Redaksi Nuansa Aulia. 2005. Himpunan Perundang-Undangan RI Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Beserta Penjelasannya. Bandung: Nuansa Aulia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar